Reporter : irfan/MRI
Otto Hasibuan dalam deklarasi mendukung
Prabowo-Sandi
Jakarta (POLICEWATCH.NEWS)- Advokat Otto Hasibuan membantah telah melanggar kode etik
sebagai advokat saat memutuskan untuk mendukung pasangan calon presiden dan
calon wakil presiden, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, dalam Pilpres 2019.
Menurut dia, pihak yang menyatakan dirinya melanggar kode
etik perlu belajar lebih dalam lagi soal aturan tersebut.
Sekadar informasi, salah satu Dewan Pembina PERADI, Partahi Sihombing
menanggapi langkah yang diambil Otto Hasibuan.
Menurut Partahi, deklarasi dukungan Aliansi Advokat
Indonesia Bersatu (AAIB) yang dipimpin oleh Otto Hasibuan dan Fauzie Hasibuan
melanggar prinsip-prinsip sebagaimana termaktub dalam Undang-undang nomor 14
tahun 2003 yang menyatakan bahwa Advokat adalah salah satu unsur penegak hukum.
Menyikapi hal itu, Otto menjelaskan, bahwa Partahi Sihombing sangat tidak mengerti
dan tidak memahami kode etik advokat.
"Kelihatannya dia harus lebih banyak membaca kode etik, harus membaca
undang-undang advokat lagi. Dia mengatakan advokat, penegak hukum harus netral.
Itu tidak pernah ada kita ajarkan kepada mahasiswa. Tidak ada kata-kata netral
bagi seorang advokat," jelas Otto pada Awak Media,
Minggu (14/4).
Menurut Otto, advokat adalah penegak hukum yang bebas dan mandiri. Yang
dimaksud dengan bebas adalah bahwa advokat tidak boleh diancam dalam melakukan
pekerjaannya. Seorang advokat tidak boleh ditakut-takuti dan harus bebas dalam
melakukan tugasnya. Yang dimaksud dengan mandiri, bahwa advokat tidak terikat
dengan satu institusi apapun, dia tidak makan gaji dari negara, dia tidak
pegawai negeri.
"Dia mandiri di situ," jelas Otto.
Oleh karena itu, lanjutnyam tidak ada kata-kata di dalam undang-undang, maupun
di dalam kode etik yang menyatakan advokat itu netral. "Bagaimana mungkin
seorang advokat bisa netral, sementara tiap hari dia membela perkara. Itu
satu," tekannya,
Kedua, lanjut Otto, Partahi sepertinya tidak mengerti yang dimaksud dengan
penegak hukum. Advokat memang penegak hukum tapi tidak sama dengan penegak
hukum seperti jaksa, hakim dan polisi. Dan diatur di dalam UU, disebut di sana
penegak hukum itu setara di dalam penyelenggaraan perangkat-perangkat
peradilan.
"Jadi penegak hukum (advokat) itu tidak sama dengan penegak hukum jaksa,
tapi setara. Itulah ketidakpahaman dari Pak Partahi," katanya.
Selanjutnya, ketidakpahaman Partahi adalah yang dimaksud advokat melanggar kode
etik itu adalah ketika dia melaksanakan perbuatannya dalam tugasnya. Kalau
seorang advokat melaksanakan tugas profesi dan dia melanggar kode etik, baru
bisa dikenakan pelanggaran kode etik. "Jadi umpamanya ada advokat dia
kawin lagi, punya istri tiga, lima, itu bukan urusannya kode etik. Itu
urusannya pribadi," jelasnya.
Dengan demikian, perbuatan mendukung Prabowo-Sandi tidak dalam rangka melakukan
tugas profesi advokat tetapi melangsungkan tugas kami sebagai melaksanakan
kewajiban hukum, hak dan kewajiban sebagai masyarakat, di dalam melaksanakan
hak konstisional untuk memilih pemimpin.
"Kami sekarang ini advokat secara individu-individu, yang kebetulan
advokat, bergabung bersama-sama dalam satu aliansi. Aliansi yang kita sebut
namanya Advokat Indonesia Bersatu. Kebetulan kami sehati dan sepemikiran,
mendukung 02 Bapak Prabowo-Sandi. Kami berada memang, berkumpul bersama dari
Sabang sampai Merauke. Statusnya jelas, namanya ada," jelas Otto.
Ketua PERADI ini menambahkan, menurutnya, dia merasa perlu memberikan nasihat
kepada Partahi, bahwa menurut Pasal 5C Kode Etik Advokat Indonesia, disebutkan
di sana, kalau kita menemukan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh seorang
advokat, maka itu tidak boleh disampaikan melalui media, atau dengan cara
apapun, tapi harus dilaporkan kepada Dewan Kehormatan.
"Sekarang dia menuduh saya melakukan pelanggaran kode etik, dan
menyebutkannya di media. Jadi sekarang dia harus berpikir. Kalau ada orang yang
menuduh saya melanggar kode etik, dan membuatnya di media massa, orang itu
adalah melanggar kode etik. Di sini tentunya saya tidak berani bilang itu
Partahi melanggar kode etik, karena bisa jadi saya salah. Tapi saya hanya
bilang orang," ujarnya.
Di samping itu, masih menurut Otto, perbuatan Partahi menuduhnya melakukan
pelanggaran kode etik itu bisa dikategorikan sebagai pencemaran nama baik. Dan
itu melanggar undang-undang KUHpidana dan undang-undang ITE.
"Tapi tentunya saya, tidak merasa perlulah
mempertimbangkan untuk melaporkan dia, saya anggap dia tidak memahami soal
hukum, ya sudahlah kan begitu," ungkapnya.
"Jadi saya akan sarankan kepada Dewan Pembina untuk menata kembali
anggota-anggota PERADI, supaya semua paham kode etik, karena ternyata ada
seorang bernama Partahi, yang menurut saya tidak memahami kode etik dan duduk
sebagai Anggota Dewan Pembina. Nah ini berbahaya buat advokat dan untuk
masyarakat," Pungkas, Otto