Dirbintibmas Korbinmas Baharkam Polri Jadi Narasumber Diskusi Kebangsaan Agenda Peran Polri Dalam Penanggulangan Penyebaran Covid-19



DOK :MPW

JAKARTA, POLICEWATCH,- Direktur Pembinaan dan Ketertiban Masyarakat Korbinmas Baharkam Polri BJP Drs H Tajuddin, MH., menjadi Narasumber Diskusi Kebangsaan Pancasila dlm Tindakan Gotong Royong Peran Keluarga Besar Polri dalam Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

Dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila Tahun 2020, Deputi Pengendalian dan Evaluasi BPIP bersama Baharkam Polri serta Keluarga Besar Putra- Putri Polri melaksanakan kegiatan Diskusi Kebangsaan "Peran Keluarga Besar Polri dalam Penanggulangan Penyebaran Covid-19" sebagai wujud dari Pancasila dalam Tindakan Gotong Royong Menuju Indonesia Maju, Kamis' (04/06/20)

Diskusi Kebangsaan yang di gelar,   menghadirkan beberapa narasumber di antaranya Prof. Dr. Hariyono, M. Pd, Wakil Kepala BPIP., Dr. Rima Agristina,SH., SE., MM, Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi BPIP., Brigjen Pol. Drs. H. Tajuddin, M.H., Dirbintibmas Korbinmas Baharkam Polri., A. H. Bimo Suryono, Ketua Umum Keluarga Besar Putra Putri Polri dan Mukhammad Fahrurozi, S. Sos., Msi Direktur Pengendalian BPIP sebagai Moderator.

Menurut BJP Drs. H. Tajuddin, MH, dalam menghadapi pandemi covid-19 perlu adanya jiwa toleransi gotong royong dan saling membantu, bahu membahu sesuai butir-butir Pancasila sila ke tiga, serta berkordinasi dengan  seluruh elemen masyarakat dalam rangka mencegah penyebaran covid-19.

Diharapkan melalui Diskusi Kebangsaan bisa terjalin sinergitas yang kuat antara Badan Pembinaan Ideologi Pancasila dengan Keluarga Besar Pancasila dalam mewujudkan tindakan pencegahan pandemi covi-19, " tukas Dr. Rima Agritina SH.,SE., MM.

Dalam menghadapi pandemi covid-19 perlu adanya jiwa toleransi gotong royong dan saling membantu bahu membahu sesuai butir butir Pancasila sila ke tiga serta berkordinasi dg seluruh elemen masyarakat dalam rangka mencegah penyebaran covid-19.

Hal senada di sampaikan Ketua Umum keluarga besar putra - putri Polri, Diharapkan melalui Diskusi Kebangsaan bisa terjalin sinergitas yang kuat antara Badan Pembinaan Ideologi Pancasila dengan Keluarga Besar Pancasila dalam mewujudkan langkah tindakan pencegahan pandemi covid-19," tegas H Bimo Suryono.,SE.,SH.

Sumber   : Baharkam Polri
Pewarta. : Bagus

Hasil Swab ke 3 , 6 Pasien Covid -19 Dinyatakan Negatif


DOK : MPW


LAHAT| POLICEWATCH -Penanganan terhadap pasien terkomfirmasi positif covid-19 di Kabupaten Lahat, menunjukkan trend positif. Pasalnya, 6 (enam) dari 8 (delapan) Pasien terkonfirmasi positif sebelumnya, dinyatakan sembuh setelah tes Swab ke III hasilnya Negatif.

Hal ini di katakan langsung Kepala Dinas Kesehatan Lahat, Ponco Wibowo saat rapat Kordinasi Persiapan New Normal Kabupaten Lahat di ruang Ofroom, Kamis (4/6/20).

Ponco menjelaskan untuk kasus konfirmasi positif hasil follow up Swab dari Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Sumsel  sudah negatif sebanyak 6 orang kasus dari 8 orang yang positif covid-19.

"Alhamdulilah kabar baik kami terimah tadi malam dari BBLK Sumsel, hasil Swab ke 3 sebanyak 6 orang pasien dari 8 orang dinyatakan negatif atau sembuh,"Terang Ponco saat memaparkan perkembangan kondisi Covid-19 di Lahat.

Dikatakan Ponco untuk 2 orang lainnya masih menunggu hasil Swab yang ke 3, jika nanti hasilnya negatif, maka pasien terkomfirmasi covid-19 di Lahat jadi 0.

hingga saat ini, kondisi kesehatan pasien yang dirawat di ruang karantina RS, dalam keadaan stabil.

Dihimbau kepada masyarakat agar selalu menerapkan protokol Covid-19 seperti, pakai masker setiap saat, jaga jarak dengan orang sekitar, hindari kerumunan, sering cuci tangan dan lainnya." Harapnya 


Reporter : Bambang. MD 

PGRI Jawa Timur Usulkan Ke Pemerintah Pembuatan Studio Belajar



Ketua PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) Jawa Timur, Teguh Sumarno

SURABAYA, POLICEWATCH,-  Belum adanya kepastian kapan awal ajaran baru bagi anak sekolah, sehingga PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) di saat pademi diharapkan Pemerintah bisa membuat studio khusus pembelajaran selain yang sudah berjalan, yakni daring.

Demikian ditegaskan oleh Ketua PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) Jawa Timur, Teguh Sumarno ketika menjawab pertanyaan awak media sehubungan pentingnya media pembelajaran selain daring agar semua pelajar bisa menikmati PJJ di Kota dan Desa, (4/6/2020).

Pembuatan Studio khusus menyiarkan pembelajaran di masa pademi sangat dibutuhkan, alasan utamaya bisa menjangkau di berbagai pelosok wilayah  di daerah yang susah menggunakan jaringan internet atau sering putus-putus.

"Selain bisa di jangkau oleh semua pelajar di daerah manapun , pembelajaran lewat studio televisi tersebut tidak berbayar, sehingga orang tua tidak terbebani, yang tidak punya tv bisa diatur sedemikian rupa, misalnya dengan temannya yang dekat, atau disiapkan di pendopo, balai Rw, balai Rt oleh perangkat desa,"ungkapnya.

Untuk teknisnya? Pemerintah Pusat bisa mensupport anggaran untuk Pemerintah Provinsi bahkan bisa ke Pemkab/Pemkot agar bisa bekerjasama dengan stasiun tv lokal.

Biaya produksi untuk tv lokal jelas ada, lanjut mantan Rektor Universitas Banyuwangi ini, tapi tidak besar kemungkinannya, karena stasiun tv juga di harapkan bisa sinergi karena untuk keperluan anak bangsa di situasi pandemi.

"Saya setuju adanya studio khusus pembelajara, tapi semua harus dengan baik, mulai jadwal, tenaga pengajar serta materi ajar ," timpal Mamik Kepala Bidang Ketenagaan Dinas Pendidikan Kota Surabaya.

Sumber  : PGRI Jatim
Pewarta : Gus

Ketum Jajaka Nusantara Apresiasi Dengan Adanya Aplikasi Ojek Online Karya Anak Bangsa.



Dok : MPW

Bekasi. Policewatch,- Ketum Jajaka Nusantara baba Kh Damin sada mendukung adanya pembuatan Aplikasi Ojek Online pribumi indonesia hasil karya anak bangsa yang dibuat oleh Jefry Gobang dan teamnya,4Juni 2020

Aplikasi ojek online yang dibuat oleh Jefry Gobang dan teamnya dengan legalitas Hukumnya Pt Cipta Putra Media dan untuk kedepannya kita harapkan bisa besar dan membantu mengurangi pengangguran yang ada di kabupaten bekasi,dan sekitarnya

Cintai produk dalam negri, maju bersama sama, sukses bersama sama ujar baba kh damin sada dikediamannya, kampung gabus desa srijaya kecamatan tambun utara kabupaten bekasi.

Pewarta :Tono heriyanto

Turut Mendukung Tugas TNI Dalam Penanganan Covid-19 " Mahasiswa Poliwangi " Serahkan Bantuan APD Ke Kodim 0825/Banyuwangi

DOK ; MPW


BANYUWANGI, POLICEWATCH,-  Dalam rangka mendukung tugas pokok anggota TNI untuk penanganan, dan pengamatan Covid-19 di sejumlah pos pantau, mahasiswa Poliwangi memberikan bantuan alat pelindung diri (APD) berupa Face Shield kepada Komando Distrik Militer (Kodim) 0825 Banyuwangi, Selasa (2/6/2020) siang.

Penyaluran bantuan ini kembali dilaksanakan atas dasar kepedulian mahasiswa yang muncul melihat para petugas keamanan yang juga ikut terlibat dalam melawan penyebaran Covid-19.

Kegiatan penyaluran donasi yang dihadiri oleh Rino Bakhtiar Selaku Ketua BEM Poliwangi bersama Bagus Alfiyan Pujo Santoso selaku Wakil Ketua BEM sekaligus sebagai Ketua Tim Satgas Mahasiswa Poliwangi serta Oky Purwaningsatria anggota tim satgas yang full support dengan didampingi oleh pembina BEM Poliwangi Hery Inprasetyobudi, S.T.,M.T.

Hery Inprasetyobudi, S.T., M.T mengucapkan terima kasihnya kepada anggota TNI khususnya Babinsa yang telah bertugas dengan tulus seperti memberikan himbauan kepada masyarakat yang kurang mengerti akan bahaya virus covid-19.

Sementara Ketua BEM Poliwangi Rino Bakhtiar berharap anggota TNI khususnya Babinsa lebih semangat dalam menjalankan tugas dan faktor keamanan kesehatan, lebih terjaga dengan cara menggunakan APD dan Face Shield ketika bertugas dilapangan.

Acara berlangsung di Makodim 0825 Banyuwangi dengan di sambut hangat Letnan Kolonel Inf Yuli Eko Purwanto, S.I.P "Dandim 0825/Banyuwangi".

“Kami sangat berterima kasih kepada mahasiswa Poliwangi atas kepeduliannya dalam memberikan bantuan. Bantuan segera kami distribusikan ke jajaran. Dalam menjalankan tugas para Babinsa nantinya diwajibkan menggunakan APD seperti masker, sarung tangan dan Face Shield guna menjaga faktor keamanan dari bahaya virus Corona atau Covid-19,” terang Dandim.

Disela kegiatan, Bagus Alfiyan Pujo Santoso selaku Ketua Tim Satgas Poliwangi menyampaikan "Ini hanyalah sebuah hal kecil yang bisa kami lakukan,   tidak ada apa - apanya dibanding perjuangan dan kerja keras para petugas keamanan khususnya TNI/POLRI dan para tenaga medis. Maksud dan tujuan kami adalah ikut berpartisipasi dalam mencegah penyebaran covid-19. Karena kepedulian mahasiswa adalah harapan negara", pungkasnya.

(Bagus)

Ironi " Pembuat RUU HIP " Sedang Menggali Liang Kuburnya Sendiri


M Rodhi irfanto SH


 “RUU HIP ini boleh dikatakan sebagai upaya makar konstitusional oleh pihak pihak tertentu untuk mengaburkan Pancasila. Hal ini sangat ironis sekali di tengah upaya untuk melaksankaan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara”.

Red POLICEWATCH,- MUNCULNYA RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) seolah-olah melengkapi adanya peraturan-peraturan kontroversial sebelumnya yang dibahas di DPR saat pandemi corona.

Sebelumnya ada RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Perpu Corona, revisi UU MK, dan RUU tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Adanya RUU HIP mengindikasikan bahwa untuk kesekian kalinya Pancasila di obok obok jerohannya. 

Dengan dalih untuk memberikan pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap kebijakan pembangunan nasional disemua bidang yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi, serta arah bagi seluruh rakyat Indonesia, dibuatlah RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila).

Tapi meskipun dalam dasar pertimbangannya RUU HIP ingin memberikan pedoman berpikir dan bertindak bagi penyelenggara negara dan masyarakat dalam bentuk Haluan Ideologi Pancasila, kenyataannya adalah mendegradasi keberadaan Pancasila yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa.

Apakah para penggagas RUU HIP ini melupakan sejarah pembentukan Pancasila yang penuh dinamika perdebatan saat kelahirannya? Mengapa muncul usulan RUU yang tidak sejalan dengan Pancasila yang telah disepakati para pendiri bangsa? Apakah RUU ini nanti kalau disahkan akan menjadi pedoman yang bisa mengarahkan kepada upaya untuk mencapai tujuan bernegara atau justru menyesatkannya?

Lalu apa konsekuensinya?
Mengenang Sejarah Lahirnya Pancasila Rumusan Pancasila yang terdiri dari lima sila yang kita kenal sekarang adalah rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Tetapi banyak orang yang masih belum tahu proses panjang sampai dengan dihasilkannya rumusan Pancasila sebagaimana tertuang di pembukaan UUD 1945.

Kata Pancasila pertama kali ditemukan di kitab yang ditulis oleh Empu Tantular bernama Sutasoma berbahasa Sansekerta. Kitab tersebut ditulis abad 14 masehi ketika kerajaan Majapahit berkuasa. 

Dalam kitab Sutasoma, Pancasila merupakan istilah yang menunjukkan sebuah batu bersendi lima. Pengertian tersebut tidak populer karena hanya merupakan penjelasan dari kata benda. Selain itu, kitab Sutasoma juga menjelaskan Pancasila sebagai kata kerja, yaitu pelaksanaan norma kesusilaan yang terdiri dari lima poin yaitu dilarang melakukan kekerasan, dilarang mencuri, dilarang mendengki, dilarang berbohong dan dilarang mabuk minuman keras (kalau sekarang mungkin mabuk kuasa).

Sebenarnya istilah Pancasila dalam kitab Sutasoma hanyalah bagian kecil dari pembahasan yang lebih umum tentang gambaran kehidupan rakyat di bawah kekuasaan Majapahit yang hidup damai, tentram dan sejahtera.

Dalam kitab Sutasoma juga ditulis istilah yang menjadi inspirasi persatuan bangsa ”Bhinneka Tungga Ilka, Tan Hana Dharma Magrwa”. Peristiwa Sumpah Palapa juga ditulis sebagai cerita tentang momentum bersejarah penyatuan nusantara untuk pertama kalinya oleh Mahapatih Gajah Mada.

Sampai di sini, kita sudah bisa melihat kaitan sejarah yang kuat antara Majapahit dengan terbentuknya negara modern Indonesia dengan Pancasila sebagai dasarnya.

Pada perkembangan selanjutnya, istilah Pancasila kerap muncul dalam pidato-pidato tokoh besar besar seperti H.O.S Cokroaminoto, Sukarno dan tokoh tokoh Indonesia lainnya. Dalam autobiografinya, Sukarno mengatakan bahwa ketika dirinya diasingkan di Flores, di bawah pohon sukun ia merenung dan ”mendapat ilham” berupa lima nilai yang pantas menjadi ideologi negara bila Indonesia merdeka. Menjelang Indonesia merdeka tahun 1945, kebingungan melanda para pemimpin bangsa kita.

Karena kalau Indonesia merdeka harus dipersiapkan segala sesuatunya termasuk dasar negaranya bagaimana?

Kebingungan ini rupanya menggelayuti benak tokoh bangsa seperti Ketua Badan Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat yang juga mempertanyakan: “Indonesia merdeka yang akan kita dirikan nanti, dasarnya apa?” Untuk menjawab pertanyaan itu BPUPKI mengadakan sidang sidang BPUPKI melakukan sidang sidang perumusan Pancasila pada periode 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Sidang sidang itu untuk menjawab pertanyaan Ketua Badan Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat.

Dalam sidang sidang itu terjadi perdebatan panjang dan sangat tajam (sebanyak 32 orang) ada yang ingin merdeka, ada pula yang belum menghendakinya tapi belum ada satupun yang mengutarakan pandangan yang memenuhi syarat suatu sistem filsafat dasar untuk diatasnya dibangun Indonesia merdeka. Terkait dengan rumusan Pancasila disampaikan pidato pidato tokoh bangsa secara bergiliran mulai Mohammad Yamin, Supomo dan Soekarno.

Pada 29 Mei,1945 Mohammad Yamin memperoleh kesempatan pertama untuk berpidato menyampaikan lima sila yang diusulkan menjadi asas dasar negara Indonesia, yaitu: 
1. Peri Kebangsaan 2
2. Peri Kemanusiaan 
3. Peri Ketuhanan 
4. Peri Kerakyatan 
5. Kesejahteraan Rakyat.

Setelah berpidato, Muhammad Yamin menuliskan rancangan UUD Republik Indonesia yang di dalamnya mencakup kelima asas dasar negara sebagai berikut: 
1. Ketuhanan Yang Maha Esa 
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia 
3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab 
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan 
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia 

Pada sidang BPUPKI yang diselenggarakan dua hari kemudian, Supomo menyampaikan buah pikirannya mengenai asas dasar negara Indonesia, yaitu: 
1. Persatuan 
2. Kekeluargaan 
3. Keseimbangan Lahir dan Batin 
4. Musyawarah 
5. Keadilan Rakyat.

Pada Sidang tanggal 1 Juni 1945 atau sehari kemudian, Sukarno mendapat giliran untuk menyampaikan pidatonya tentang dasar negara. 

Dalam pidatonya Bung Karno mengatakan bahwa tentunya semua anggota BPUPKI sepakat bahwa negara yang didirikan adalah untuk semua rakyat dari ujung Aceh sampai Irian, kini Papua.

“Dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar Kebangsaan. Kita mendirikan satu Negara Kebangsaan Indonesia,” kata Bung Karno. Bung Karno meminta maaf kepada umat Islam dan anggota BPUPKI Ki Bagoes Hadikoesoemo yang merupakan ulama dari Yogyakarta sekaligus Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 1942-1945.

“Saya minta, Saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo dan Saudara-saudara Islam lain, maafkanlah saya memakai perkataan kebangsaan ini! Saya pun orang Islam,” tambah Bung Karno. Kebangsaan yang dimaksud, kata Bung Karno, bukan dalam artian sempit. “Di atas satu kebangsaan Indonesia, dalam arti yang dimaksudkan oleh Saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo itulah, kita dasarkan negara Indonesia,” papar Bung Karno.

Dari dasar pertama, Bung Karno loncat ke dasar ketiga.
“Kemudian, apakah dasar yang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. 

Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara, semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu. Saya yakin, bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan,” kata dia.

Prinsip ke-4 yang diusulkan Bung Karno adalah kesejahteraan. Bagi Sukarno tak boleh ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. “Saya di dalam 3 hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu prinsip kesejahteraan, prinsip tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka,” begitu kata si Bung.

Bung Karno telah menyampaikan 4 prinsip dasar negara yakni:
1.Kebangsaan Indonesia;
2. Internasionalisme atau perikemanusiaan;
3. Mufakat atau demokrasi;
4. Kesejahteraan sosial.

“Prinsip yang kelima hendaknya: Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan sesuai dengan keyakinannya. 

Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. 

Tetapi marilah kita semuanya bertuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa,” papar Bung Karno.

Adapun ringkasan rumusan Pancasila menurut Soekarno terdiri dari:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa

Gagasan Bung Karno soal 5 prinsip dasar negara itu diterima secara aklamasi oleh semua anggota BPUPKI. Selanjutnya BPUPKI membentuk Panitia Sembilan untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang Dasar Negara. 

Panitia Sembilan adalah kelompok kerja yang dibentuk pada 1 Juni 1945, diambil dari suatu Panitia Kecil ketika sidang pertama BPUPKI. Diketuai oleh Soekarno, adapun anggotanya adalah: Mohammad Hatta (wakil ketua), Alexander Andries Maramis (anggota), Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota), Abdoel Kahar Muzakkir (anggota), Agus Salim (anggota), Achmad Soebardjo (anggota), Wahid Hasjim (anggota), dan Mohammad Yamin (anggota). Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945.

Panitia Sembilan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Dalam Piagam Jakarta itu terdapat rumusan sila pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Rumusan ini pada tanggal 18 Agustus 1945 berubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Kesepakatan ini terjadi setelah adanya lobi dari Bung Hatta kepada kelompok Islam yang digawangi Ki Bagus Hadikusumo karena ada utusan kelompok dari tokoh di Indonesia timur yang “mengancam” akan memisahkah diri dari Indonesia bila rumusan sila pertama dalam Piagam Jakarta tetap menggunakan frasa “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Pada lobi yang berlangsung di sore hari pada 17 Agustus 1945 sempat terjadi kekhawatiran bila usaha itu akan mengalami kegagalan.

Semua tahu akan sikap keras Ki Bagus Hadikusumo yang menganggap rumusan di Piagam Jakarta sudah final dan merupakan jalan kompromi terbaik. Namun, Hatta tak putus asa. Dia kemudian memilih Kasman Singodimedjo untuk melunakkan hati Ki Bagus Hadikusumo. 

Penunjukan kepada Kasman dianggap paling tepat karena dia juga merupakan teman dekat dari Ki Bagus Hadikusumo. 

Memang pada awalnya Ki Bagus Hadikusumo menolak, bahkan dia merasa dikhianati kepercayaannya. Namun, dia kemudian berhasil dibujuk dengan mengingatkan adanya ancaman pemisahan diri dari beberapa tokoh wilayah timur Indonesia. 

Akhirnya, dengan nada yang berat, kemudian Ki Bagus bisa menerimanya dengan memberikan syarat dialah yang menentukan rumusan sila pertama Pancasila setelah tujuh kalimat itu dihapus dari piagam Jakarta.

Diceritakan ketika Ki Bagus mencoret tujuh kata itu dari piagam Jakarta, beliau melakukannya dengan derai air mata. Mungkin terbayang dalam benaknya bagaimana perjuangan para ulama, syuhada dan para kyai, santri dalam mendorong Indonesia merdeka. Ki Bagus tidak memilih kata “ketuhanan” saja, tetapi menambahkannya dengan “Yang Maha Esa” atau menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Dengan demikian Piagam Jakarta inilah yang menjadi cikal bakal Pembukaan UUD 1945 dengan perubahan pada sila pertama yang berdasarkan pada berbagai pertimbangan mengenai sebuah negara kesatuan. Dokumen ini dihasilkan setelah terjadi kompromi antara empat golongan nasionalis dan empat golongan Islam mengenai rumusan dasar negara.

Dengan dicoretnya tujuh kata di Piagam Jakarta maka rumusan Pancasila yang disepakati oleh para tokoh bangsa yang kemudian dimasukkan ke dalam pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Dengan dicoretnya tujuh kata dalam piagam Jakarta tersebut sesungguhnya merupakan wujud pengorbanan sekaligus hadiah umat Islam demi Pancasila dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia. Sebagai umat mayoritas, umat Islam bersedia menghilangkan tujuh kata di Piagam Jakarta. Pencoretan tujuh kata itu memberikan keteladanan tentang toleransi antar umat beragama yang saling menghormati dan saling memberi demi bangsa dan negara. Ki Bagus juga mengajarkan cara memegang prinsip yang teguh prinsip prinsip keimanan yang diyakininya.

Kalau sekarang kemudian ada pihak pihak yang berusaha membentur benturkan Pancasilan dengan agama (Islam), kiranya orang tersebut tidak mengerti sejarah bagaimana Pancasila dilahirkan sehingga sangat disayangkan tentunya. Pada kemudian hari, yakni 70 tahun kemudian, setelah melalui perjuangan yang alot dan berliku, pada 10 November 2015 kelapangan hati Ki Bagus Hadikusumo tersebut baru mendapat pengakuan yang setimpal dari negara dengan pemberian gelar sebagai pahlawan nasional kepadanya.

Berdasarkan sejarah kelahiran Pancasila tersebut yang patut dicatat disini adalah bahwa Pancasila yang dirumuskan Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 dihadapan sidang BPUPK ini berstatus “usulan” tentang dasar negara RI merdeka, sedangkan Pancasila pada Pembukaan UUD 1945 berstatus “dokumen/naskah resmi” dasar negara RI yang disahkan pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 setelah Indonesia diproklamirkan sebagai negara merdeka oleh Bung Karno dan Bung Hatta tangal 17 Agustus 1945.

Pancasila di Era Jokowi
Pancasila ala RUU Haluan Ideologi Pancasila Kini setelah 74 tahun perjalanan Pancasila, Presiden Joko Widodo (Jokowi) hendak mengembalikan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. Untuk maksud itu Jokowi membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) yang dikepalai Yudi Latif. Dewan pengarah terdiri atas ”orang-orang hebat”, antara lain Try Sutrisno, KH Ma’ruf Amin, Megawati, Sidarto Danusubroto (mantan ketua MPR), dan pengusaha kondang Sudhamek.

Belum genap 1 (satu) tahun usia Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017 tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) yang ditetapkan tanggal 23 Mei 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah merubahnya menjadi Perpres Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang ditetapkan pada tanggal 28 Februari 2018.

Perpres yang baru ini telah merubah nomenklatur lembaga tersebut dari Unit Kerja Presiden (UKP) menjadi setara dengan kementerian/lembaga dengan nama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang dipimpin oleh Prof. Yudi Latief Ph.D dan Ketua Dewan Pengarah dipegang oleh Mantan Presiden RI ke 5, Megawati Soekarnoputri.

Posisi Yudi Latief kemudian digantikan oleh Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Yudian Wahyudi, sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang baru. Menurut Ir. Arief Poerboyo Moekiyat, M.T., Deputi VI Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa (Kesbang) pada Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan RI, perubahan Perpres tersebut dilakukan pemerintah dalam rangka memperkuat implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

RUU HIP
Selama masa kepemimpinan Yudian Wahyudi inilah muncul pernyataan pernyataan kontroversial terkait dengan Pancasila, diantaranya : 

- Menyatakan agama sebagai musuh terbesar Pancasila, mengenalkan Pancasila dengan tik tok dan mengusulkan assalamualaikum diganti dengan salam pancasila.

Sebagai bagian rentetan dari keganjilan keganjilan terkait Pancasila, muncul usulan RUU HIP (Haluan Idiologi Pancasila). Sebagaimana banyak di ulas sebelumnya, RUU HIP mengandung kontroversi yang membuat banyak orang bertanya tanya.

Diantaranya dalam RUU HIP tidak mencantumkan TAP Nomor XXV//MPRS/1966 Tentang Pembubaran PKI, Pernyataan Organisasi Terlarang PKI Dan Larangan Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham Atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme dalam konsiderannya. 

Dalam RUU HIP juga masih disebut sebut usulan Pancasila dari Soekarno yang sebenarnya harus dipandang sebagai realita sejarah yang cukup disimpan saja. Namun ternyata tetap dimasukkan kedalam RUU Haluan Ideologi Pancasila.

Usulan itu diantaranya dengan menyebut Trisila yang menunjuk pada sosio-nasionalisme, socio-democratie dan Ketuhanan yang menghormati satu sama lainnya.

Adapun Ekasila berisi gotong royong, dimana gotong royong, yang dianggap merupakan tradisi kebudayaan bangsa Indonesia sejak dahulu kala. Tujuan dibentuknya ekasila adalah agar mudah dimengerti dan tidak ambigu maknanya oleh berbagai bangsa dan suku di Indonesia. 

RUU HIP pasal 6 ayat (1) memasukkan Trisila dan ayat (2) memasukan Ekasila yang tentunya akan mendegradasi kemurnian Pancasila.

Dalam sejarah, pada saat pembahasan dasar negara, Trisila dan Ekasila tersebut memang pernah ditawarkan. Akan tetapi, yang dipilih dan disepakati pada saat itu adalah Pancasila. Semestinya RUU HIP jika ingin membahas Pancasila tentunya jangan sampai mencampuradukkan dengan Trisila maupun Ekasila.

Pasalnya, hal tersebut akan merusak kemurnian Pancasila yang memiliki spirit agama dan lebih jauh bisa terseret kepada aliran komunisme yang sudah dinyatakan sebagai idiologis terlarang di Indonesia. 

Pada Pasal 6 ayat 1 RUU HIP, disebutkan “Sendi pokok Pancasila adalah keadilan sosial”, padahal sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” menjiwai sila-sila berikutnya. Negara Indonesia berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, tersebut dalam Pasal 29 ayat 1 UUD 1945.

Sekularisme
Selain itu Paham Ketuhanan yang berkebudayaan, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat 2 RUU HIP, sangat merisaukan. Paham ini mengambil pendapat Bung Karno saat sidang BPUPKI, “segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada egoisme agama”. Paham Ketuhanan yang berkebudayaan melekat erat dengan sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi yang kemudian terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.

Paham sekularime ini terkait dengan pemikiran liberal yang berkembang yang keberadaannya tidak lepas dari pemikiran Christian Snouck Hurgronje dengan teori “receptie.” Teori receptie menyatakan bahwa hukum Islam baru diakui dan dilaksanakan sebagai hukum ketika hukum adat telah menerimanya. Dapat dipahami bahwa hukum Islam berada di bawah hukum adat, karena hukum adat sebagai variabel penentunya.

Padahal Agama dan budaya adalah dua hal yang berbeda. Agama Islam mengakui budaya sepanjang budaya dimaksud tidak bertentangan dengan ajaran agama.

Dalam rumusan RUU HIP peranan agama tidak lagi menjadi dominan dalam pembangunan nasional, lebih diarahkan kepada mental dan spiritual belaka. Pembangunan Agama hanya menjadi sub-bidang, ini dapat terlihat dalam Pasal 22 huruf a jo Pasal 23 huruf a. Di sebutkan bahwa agama yang disandingkan dengan rohani dan kebudayaan sebagai bidang-bidang Pembangunan Nasional, namun peruntukannya sebagai “pembentuk mental dan karakter bangsa”. Dimasukannya bidang mental, tentu terhubung dengan “revolusi mental” yang digagas oleh Presiden Jokowi. Revolusi mental itu sendiri mirip dengan “revolusi kebudayaan” ala Mao Zedong pemimpin China. Pada hal dalam Islam yang dikenal adalah akhlak, bukan mental.

Lebih lanjut, Pasal Pasal 23 huruf e, disebutkan adanya pembinaan atas rumah-rumah ibadah dan lembaga-lembaga keagamaan. Dimaksudkan untuk membangun kesadaran toleransi dan kerja sama antara umat beragama dalam semangat gotongroyong. Frasa “semangat gotong royong” adalah menunjuk pada konsep Eka sila yang terkait dengan paham Ketuhanan yang berkebudayaan.

Adanya pembinaan pembinaan negara ini dinilai sangat berbahaya karena berpotensi memunculkan terjadinya penyelewengan berupa tindakan persekusi dan kriminalisasi jika tidak sejalan dengan maunya penguasa. Dalam RUU HIP juga dinyatakan bahwa yang menjadi landasannya adalah ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Haluan Ideologi Pancasila adalah pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap kebijakan pembangunan nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pertahanan dan keamanan yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi, serta arah bagi seluruh warga negara dan penduduk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila.” (Draf RUU HIP pasal 4 huruf b).

Penyebutan “ilmu pengetahuan dan teknologi” sebagai landasan Haluan Ideologi Pancasila jelas menegasikan peranan agama. Frasa ”berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi” merupakan paradigma sekularistik. Suatu paham/ajaran yang memisahkan kepentingan negara dan agama.


Penolakan
Padahal, Indonesia didirikan berdasarkan pada nilai-nilai tauhid, ”Ketuhanan Yang Maha Esa”, sebagaimana dimaksudkan Pasal 29 (1) UUD 1945. Kalau mau dibutiri substansinya, cukup banyak muatan RUU yang kontroversial sehingga sudah sewajarnya kalau marak penolakan dimana mana.

Oleh karena itu apabila RUU HIP ini disahkan menjadi undang-undang, maka keberadaan Pancasila akan tereduksi dengan tafsir sepihak pemerintah, sebagaimana berlaku pada masa-masa sebelumnya. Dengan sendirinya Pancasila secara hakikat sudah tidak ada dan akan berakhir pada kembalinya ideologi Sosialisme-Komunisme” sebagaimana dinyatakan oleh Profesor Suteki dari Universitas Diponegoro seorang pakar Sosiologi Hukum dan Filsafat Pancasila. Menggali Liang Kuburnya Setiap rejim yang berkuasa akan selalu mencatat kinerja pemerintahannya. 

Catatan itu bisa positif bisa juga negative tergantung dari sudut mana memandangnya.

Ketika rejim sedang berkuasa bisa saja kinerja pemerintah dianggap bagus semuanya dalam melaksanakan Pancasila tapi pemerintah yang akan berkuasa kemudian akan mengoreksinya. Saat ini begitu terasa aura keinginan pemerintah yang sedang berkuasa untuk bernosltagia ke masa lalu mengenai Pancasila. Seolah olah sedang silau dengan sosok Bung Karno sebagai pencetus lahirnya Pancasila, lalu berusaha menampilkan kembali gagasan gagasan Bung Karno tentang Pancasila. Padahal gagasan gagasan Bung Karno sifatnya baru usulan dan belum menjadi kesepakatan bersama tokoh tokoh bangsa.

Bahkan pemikiran Bung Karno tentang Nasakom yang dianggap menyimpang dari Pancasila berusaha untuk ditampilkan kembali dalam RUU haluan idiologi pancasila. Langkah ini tentu saja akan mendegradasi Pancasila yang telah menjadi kesepakatan bersama. Mereka yang mengangkat kembali pemikiran pemikiran lama tentang Pancasila itu apakah tidak pernah berpikir bahwa mereka tidak akan berkuasa selamanya?

Sehingga upayanya untuk mendesakkan konsep Pancasila yang menyimpang dari kesepakatan bersama itu bisa dimaknai sebagai langkah menggali kuburnya sendiri ditengah pandemi corona? Bisa jadi upayanya itu berjalan mulus karena didukung oleh perangkat kekuasaan yang mendukungnya, tetapi harus diingat bahwa kekuasaan itu tidak selamanya langgeng alias selamanya. Suatu saat nanti upaya untuk mendegradasi Pancasila ini bisa “diadili” oleh rejim yang berkuasa sesudahnya.

Upaya Makar Konstitusional
RUU HIP ini boleh dikatakan sebagai upaya makar konstitusional oleh pihak pihak tertentu untuk mengaburkan Pancasila. Hal ini sangat ironis sekali di tengah upaya untuk melaksankaan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau begitu caranya tidak berkelebihan kiranya kalau Pancasila sejauh ini hanya dijadikan alat untuk rejim yang berkuasa untuk memuluskan agenda agendanya.

Sebuah agenda parsial kelompok/ golongan dan bukan untuk kepentingan untuk mencapai tujuan negara. Indikatornya sudah terbaca sejak awal mula ketika draft konsep RUU HIP bersemangat memunculkan Pancasila model lama yang kental nuansa sekulernya. Pada hal kalau mereka mempelajari sejarah lahirnya Pancasila, seharusnya sadar bahwa Pancasila lahir karena pengorbanan dan hadiah dari umat islam yang merupakan umat mayoritas di Indonesia.

Dengan menggiring konsep RUU HIP menjadi sekuler, apakah mereka tidak berpikir umat Islam bisa marah dalam menyikapinya? Hal tersebut seyogyanya menjadi dasar pertimbangan dalam rangka menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Tidak boleh ada sebuah RUU yang memicu terjadinya proses disintegrasi bangsa kecuali kalau itu yang menjadi tujuannya. Apakah perjuangan keras untuk meloloskan RUU HIP ini menjadi Undang Undang menjadi spirit mereka untuk mengejar target target legislasi yang telah dicanangkannya ?

Sejauh ini mereka memang telah berhasil meloloskan serangkaian RUU kontroversial seperti Revisi RUU KPK yang telah berhasil membuat KPK tidak berdaya. Telah berhasil juga meloloskan RUU Minerba yang menguntungkan pengusaha besar dan pemerintah Pusat dalam pengelolaan Minerba. RUU Corona juga berhasil disahkan sehingga sukses mempreteli kewenangan DPR sebagai lembaga legislatif di Indonesia.

Berikutnya yang sedang di incar selain RUU HIP adalah revisi UU MK dan juga Omnibus Law Cipta kerja yang sedang di pending pembahasannya. Serangkaian RUU yang berhasil di undangkan tersebut banyak mendapatkan masukan, kritik dan saran dari masyarakat tetapi show must go on semua seolah olah dipandang sebagai dinamika pembahasan saja.

Yang paling menentukan pada akhirnya adalah kekuatan wakil rakyat di DPR yang saat ini memang di dominasi partai pendukug penguasa. Alhasil ketika kritik dan masukan diabaikan dianggap sebagai angin lalu saja pada akhirnya rakyat akan pasrah menyerahkan sepenuhnya kepada penguasa.

Silahkan penguasa melukis sejarah mengenai perlakuannya terhadap Pancasila sesuai dengan seleranya. Silahkan menggali kubur untuk dirinya mumpung diberi kekuatan untuk melakukannya. Segala sesuatu ada konsekuensinya baik secara politik, hukum maupun sosialnya. 

Apakah mereka memang sudah siap menanggung seluruh konsekuensinya?
Sudah siapkah mereka dilabeli sebagai rejim pengkhianat Pancasila seperti halnya rejim Orla dan Orba? (*)

Penulis :  M Rodhi irfanto SH

Perlawanan Hukum Ruslan Buton, Gugat Presiden RI, Kapolri dan Bareskrim

ILUSTRASI GAMBAR


“Sebagaimana jelas berdasarkan Putusan MK nomor 21/PUU-XII/2014 harus terpenuhinya pemeriksaan calon tersangka dan adanya minimal 2 (dua) alat bukti,”

Jakarta, POLICEWATCH.NEWS,-  Tim Penasehat Hukum Ruslan Buton dari Andita’s Law yang terdiri dari, Ketua: Ir. Tonin Tachta Singarimbun SH, dengan 8 anggota yakni Henry Badiri Siahan SH, H. Elvan Games SH, Ananta Rangkugo S.SH, Julianta Sembiring SH, Nikson Aron Siahaan SH, Suta Widhya SH, Husen Pelu SH, dan Agustian Effendi SH, menyatakan praperadilan akan menjadi alternatif jika Surat Permohonan Penangguhan dan atau Pengalihan Penahanan ditolak.

Memenuhi keinginan kliennya, atas nama Panglima Serdadu Mantan Trimata Nusantara Ruslan Buton, Tonin Cs secara resmi mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Surat gugatan Praperadilan diajukan pada Selasa (2/6/2020) kemarin.

Gugat Praperadilan Presiden RI
Tidak main-main, dalam salinan surat permohonan praperadilan yang diajukan, diketahui, Ruslan menggugat Presiden RI (Joko Widodo) casu quo (c/q) Kapolri c/q Kepala Bareskrim c/q Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri.

Tonin membeberkan, Ruslan menggugat Praperadilan karena penetapan tersangka kepada Ruslan dianggap cacat hukum. Dan gugatan Praperadilan akan digunakan oleh pencari keadilan untuk melakukan perlawanan kepada termohon yang dinilai salah menerapkan hukum dan melanggar Hukum Acara Pidana.

Dasar Diajukannya Praperadilan
Sebelumnya Tonin menerangkan, ada beberapa alasan kuat diajukannya praperadilan., diantaranya, terlalu terburu-burunya dilakukan penahanan sementara mengenai materil yang disangkakan kepada Ruslan belum tentu pidana jika dihadirkan “Ahli” karena jelas dalam isi surat terbuka menyebutkan rangkaian kata seni seperti “harimau, singa, srigala lapor” dan beberapa kata lainnya yang tentu saja akan memerlukan Ahli Bahasa guna menafsirkan keahliannya.

Demikian juga Tersangka Ruslan adalah Panglima Yayasan Serdadu EKS Trimatra Nusantara yang disebutkan dalam surat terbuka tersebut sehingga penetapan tersangka dan penahanan akan berakibat adanya hukum acara dan atau hukum materil yang dilanggar.

Selain itu, pelaksanaan BAP Projustitia sejumlah 18 pertanyaan terhadap Tersangka Ruslan yang tidak didampingi Penasihat Hukum, sementara Ruslan tidak pernah diberikan surat panggilan sebagai saksi terlapor berdasarkan laporan Aulia Fahmi SH tersebut, maka menurut Tonin, menjadi kewenangan Hakim Tunggal Praperadilan yang akan memeriksa sah atau tidak sah penetapan Tersangka.

“Sebagaimana jelas berdasarkan Putusan MK nomor 21/PUU-XII/2014 harus terpenuhinya pemeriksaan calon tersangka dan adanya minimal 2 (dua) alat bukti,” tandas Tonin pada 30 Mei 2020 kemarin.

Penahanan Diduga Tidak Sah
Sesuai mengajukan gugatan praperadilan, Tonin menyoroti pehanahan yang menurutnya tidak sah. Alasan tidak sahnya penetapan ini, kata Tonin, karena Ruslan dan pelapor kasusnya Aulia Fahmi tidak saling mengenal satu sama lain. Dan tidak memiliki hubungan keperdataan.

Selain itu, Ruslan tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka atau saksi oleh penyidik Bareskrim Polri. Namun, penyidik langsung menerbitkan surat penetapan tersangka, dan langsung dilakukan penangkapan.

“Dengan demikian tanpa adanya keterangan saksi, keterangan ahli dan surat guna memenuhi ketentuan syarat minimum dua alat bukti sebelum tanggal 26 Mei 2020 maka penetapan tersangka tidak sah,” jelas Tonin dalam keterangan resminya Rabu (3/6/2020).

Praperadilan Hak Tersangka
Terpisah, Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan, “Praperadilan itu hak daripada tersangka apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian proses penyidikan,” kata Irjen Argo Yuwono dalam keterangan, dikutip situs nasional, Selasa (2/6/2020).

Argo mengatakan proses penyidikan polisi terhadap Ruslan Buton akan diuji dalam praperadilan itu. “Nanti hakim (praperadilan) yang akan memutus,” tandas Argo.

Ditahan Selama 20 Hari ke Depan
Sebelumnya, diketahui, sekitar 7 jam setelah tiba di ruang periksa Dittipidsiber lantai 15 Gedung Bareskrim pada tanggal 29 Mei 2020, maka sekitar pukul 08.00 WIB, dengan diantar Tonin bersama 3 orang Penyidik Ruslan Buton resmi ditahan selama 20 hari ke depan.

Penahanan dimulai dari tanggal 29 Mei 2020 sampai dengan tanggal 17 Juni 2020. Meski Panglima Serdadu Eks Trimatra Nusantara itu telah menandatangani dokumen berita acara penolakan tanda tangan berita acara Penahanan (BA Penolakan-TT-BA Penahanan), namun Ruslan tetap dijebloskan ke tahanan.

Reporter ; MRI

Lewat LBH RUDAL " Noveldi Laporkan Abu Janda" ke Polda Metro Jaya


Ketua Umum LBH RUDAL Noveldi Putra Pratama SH


Kepolisian diminta mengusut dugaan kasus hukum yang melibatkan Abu Janda dan penegakan hukum setegak-tegaknya terkait kasus tersebut

Jakarta,POLICEWATCH,-   LBH RUDAL (Reformasi Untuk Keadilan) mendesak Kepolisian agar lekas mengusut laporan dugaan pidana yang dilakukan pegiat media sosial Permadi Arya alias Abu Janda. Menurut mereka, Abu Janda harus dibuat jera dan berhenti melakukan kontroversi melalui media sosial.

"Sangat berharap agar laporan kasus Abu Janda kali ini, pihak kepolisian segera bertindak untuk memeriksa dan menangkap Abu Janda sehingga memberikan efek jera, dan keresahan masyarakat selama ini atas penistaannya terhadap agama dan umat muslim tidak terus berlangsung," ucap Ketua Umum LBH RUDAL Noveldi Putra Pratama di temui beberapa hari lalu. 

LBH RUDAL sendiri telah melaporkan Abu Janda terkait dugaan penodaan agama Islam ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada Selasa (02/06). Laporan diterima dengan nomor STTL/649/VI/2020/BARESKRIM.


LBH RUDAL melaporkan Abu Janda terkait pernyataannya yang menyebut teroris memiliki agama, yakni Islam. Abu Janda mengucapkan itu melalui akun media sosialnya beberapa waktu lalu.

Noveldi mengatakan bahwa laporan terhadap Abu Janda merupakan yang kesekian kalinya. Namun, tidak ada tindakan tegas dari kepolisian sehingga Abu Janda tidak berhenti membuat kontroversi di media sosial.

"Abu Janda sudah berulang kali berulah melakukan ujaran-ujaran yang terindikasi pelanggaran pidana," ucap Noveldi.

Noveldi juga menganggap lelucon abu janda sangat tidak lucu dan basi. Tidak mencerminkan seorang public pigur. Ketika di tanya wartawan noveldi juga mengatakan tidak ada unsur politik di sini. Ini murni pidana jadi seharusnya di tangkap. Hukum tidak boleh pandang buluh.

Permadi Arya atau Abu Janda memang kerap dilaporkan ke kepolisian akibat unggahannya di media sosial. Banyak pihak yang merasa keberatan dengan gelagat Abu Janda selama ini.

Pada November 2018 lalu, misalnya, Abu Janda dilaporkan ke polisi usai membuat konten video kontroversial tentang bendera berkalimat tauhid di rumah Imam Besar FPI Rizieq Shihab di Arab Saudi.

Dalam video berdurasi 5 menit 9 detik yang diunggah akun Facebook Ustad Abu Janda al-Boliwudi, Permadi Arya menyatakan bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid yang juga terpampang di kediaman Rizieq di Mekkah bukan panji Rasulullah, melainkan bendera teroris.

"Ini bukan panji Nabi, ini adalah bendera teroris, kata pemerintah Arab Saudi," kata Abu Janda di video itu sambil memamerkan bendera teroris yang dimaksud.

Pelapor bernama Alwi Muhammad Alatas. Menurut Alwi, apa yang diucapkan Abu Janda telah melukai umat muslim, sehingga harus diusut oleh kepolisian. 

Laporan Alwi diterima Polda Metro Jaya dengan nomor TBL/6215/XI/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus atas dugaan ujaran kebencian dan penodaan agama berdasarkan Pasal 28 Ayat (2) Juncto Pasal 45 Ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 

Hingga kini, tidak diketahui sejauh mana proses hukum yang berjalan.

Noveldi juga mengungkap kan sangat di sayangkan orang seperti abu janda yang banyak di kenal publik memberikan pernyataan yang kurang baik dan melukai umat islam.

Belum lama, Abu Janda juga dilaporkan ke kepolisian oleh Ustaz Maaher At-Thuwailibi atau Soni Eranata. Maaher merasa difitnah Abu Janda melalui media sosial Twitter.

Laporan diterima Bareskrim Polri dengan nomor STTL/555/XI/2019/BARESKRIM atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 45 ayat (3) Jo 27 ayat (3), Pencemaran Nama Baik UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 310 KUHP, Fitnah UU Nomor 1 Tahun 1946 Pasal 311 KUHP.

Bila tidak ada tindak lanjut dalam beberapa hari kedepan noveldi akan mengambil tindakan tegas, noveldi berjanji akan mengusut kasus abu janda ini sampai tuntas. Karena ini murni telah menodai agama islam dan tidak lucu.pungkasnya

Pewarta : MRI

KADES TANJUNG Medang kec kelekar Bagikan Dana BLT Secara Transparan

dok : mpw


Muara Enim , POLICEWATCH,-  Kades Tanjung Medang kec kelekar kab muara Enim , telah memberikan dana BLT  dengan Tepat Sasaran Kepada masyarakat yg wajib menerima dana BLT tersebut  .

Hasil pantaun tim wartawan kami di lapangan saat Mewancarai kades Tanjung Medang BPK Sadikin  .bliau dgn lapang dada dan santai saat Tim kami Mewancarai bliau di kantor kades   . 

Bliau menjawab satu persatu pertanyaan kami dengan jelas .03/05 .2020

Bliau menjawab masalah dana BLT yang akan tahap dua segera akan dibagikan kembali kepada masyarakat yg layak menerima nya sebanyak 106 (KK) yg akan segera menerima mungkin bulan Juni ini segera terlaksana .jumlah (KK) seluruh penduduk desa Tanjung Medang lebih kurang 370 KK 

Dan sebelum bliau membagikan dana desa BLT  bliau mengumpulkan semua perangkat desa dan pemuka agama juga tokoh masyarakat.di kantor kades

 Beliau memberikan  penjelasan dgn masyarakat yang secara transpran  ke masyarakat .dana desa yang 30  persen dari dana yang desa .dan  harus di bagikan ke masyarakat yang benar benar belum tersentuh dari dana seperti dana PKH dan sembako  

Sebagai kades harus mengayomi masyarakat apalagi selama wabah Corona covid 19  yang sedang melanda bangsa kita ini . 

 Selagi apapun program dari Kadinas PMD  kab muara Enim kami kades akan melaksanakannya dengan masyarakat secara transpran agar jangan  sampai terjadi kecemburuan sosial .dan jangan sampai terjadi hal hal yang tidak di inginkan . 

 Reporter Salahudin Ak