Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa Terpapar Covid 19
Jawara Indonesia Bersatu (JIB)Berikan Santunan Kepada Keluarga Ananda Alika Intan khumairoh
.
![]() |
| Alika |
Fahami Karakter Ulama Su’ dan Fitnah Akhir Zaman
Penulis : M Rodhi irfanto SH
Red, POLICEWATCH,- KATA ulama adalah bentuk jama’ dari ‘alim yang artinya ahli ilmu atau ilmuwan. Sementara kata su’ adalah masdar dari sa’a-yasu’u-saw’an yang artinya jelek, buruk dan jahat. Secara bahasa arti ulama su’ adalah ahli ilmu atau ilmuwan yang buruk dan jahat.
Rasulullah bersabda,”Ingatlah, sejelek-jelek keburukan adalah keburukan ulama dan sebaik-baik kebaikan adalah kebaikan ulama”. [HR Ad Darimi].
Ulama hakekatnya berhubungan dengan ilmu dan kebaikannya. Harta dan tahta adalah godaan bagi ulama yang bisa menjerumuskan ke dalam kehinaan. Sayyidina Anas ra meriwayatkan :
“Ulama adalah kepercayaan Rasul selama mereka tidak bergaul dengan penguasa dan tidak asyik dengan dunia. Jika mereka bergaul dengan penguasa dan asyik terhadap dunia, maka mereka telah mengkhianati para Rasul, karena itu jauhilah mereka.” [HR al Hakim]
Dari Abu Dzar berkata, ”Dahulu saya pernah berjalan bersama Rasulullah , lalu beliau bersabda, “Sungguh bukan dajjal yang aku takutkan atas umatku.”. Beliau mengatakan tiga kali, maka saya bertanya,” Wahai Rasulullah, apakah selain dajjal yang paling Engkau takutkan atas umatmu ?”. Beliau menjawab, para tokoh yang menyesatkan”. [Musnad Ahmad (35/222)]
Dalam sebuah Hadits Rasulullah mengatakan: “ Apabila seseorang di antara kamu bertasyahud, hendaklah ia memohon perlindungan kepada Allah dari 4 hal seraya mengucapkan. “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari siksa Neraka Jahannam, Siksa Kubur, Cobaan Hidup dan Mati, dari perlindungan dari Fitnah Dajjal” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Dari berbagai sumber, ada beberapa karakteristik ulama su’ sebagai bagian dari fitnah akhir zaman. Semoga karekter ini tidak ada dalam diri kita dan kita bisa terhindar dari bahaya yang mereka timbulkan. Beberapa karakter itu adalah :
KontraS, LBH Pers,YLBHI, hingga lembaga advokasi ELSAM : Maklumat Kapolri Langgar KONSTITUSI
Red, POLICEWATCH, Aliansi organisasi masyarakat sipil menilai Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan Terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI telah melanggar konstitusi dan membatasi hak asasi manusia.
"Meski maklumat tersebut pada dasarnya semata-mata sebagai perangkat teknis implementasi kebijakan, namun beberapa materinya justru telah memicu kontroversi dan perdebatan, terutama dari aspek pembatasan hak asasi manusia," kata Ketua YLBHI Bidang Advokasi, Muhamad Isnur dalam keterangan resminya, Sabtu (2/1).
Beberapa organisasi yang ikut menandatangani keterangan resmi ini meliputi YLBHI, KontraS, LBH Pers, hingga lembaga advokasi ELSAM
Beberapa substansi maklumat yang disoroti meliputi larangan mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI.
Menurut Isnur, akses terhadap konten internet merupakan hak atas informasi yang dilindungi oleh UUD 1945 dan sejumlah peraturan perundang-undangan, seperti Pasal 14 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.
"Oleh karenanya dalam melakukan setiap tindakan pembatasan terhadap hak-hak tersebut, harus sepenuhnya tunduk pada prinsip dan kaidah pembatasan, sebagaimana diatur Pasal 28J ayat (2) UUD 1945," kata Isnur.
Isnur menjelaskan setidaknya ada tiga syarat untuk memastikan legitimasi kebijakan pembatasan, yang dikenal sebagai three part test (tiga uji elemen).
Pertama, diatur oleh hukum (prescribed by law) harus melalui undang-undang atau putusan pengadilan. Kedua, untuk mencapai tujuan yang sah (legitimate aim), dan terakhir, pembatasan benar-benar diperlukan (necessity) dan dilakukan secara proporsional (proportionality).
Isnur menilai tiga prinsip itu untuk memastikan tidak ada pelanggaran asasi warga negara dalam setiap pembatasan.
"Mengacu pada Komentar Umum No. 34/2011 tentang Kebebasan Berekspresi, keseluruhan perlindungan hak yang dijamin oleh ketentuan Pasal 19 KIHSP, juga sepenuhnya menjangkau konten-konten yang menggunakan medium internet, termasuk dalam hal pembatasannya," kata dia.
Lebih lanjut, Isnur mengatakan Resolusi Dewan HAM 20/8 tahun 2012 menegaskan bahwa perlindungan hak yang dimiliki setiap orang turut melekat saat mereka sedang online. Perlindungan ini, kata dia, khususnya terkait dengan kebebasan berekspresi, yang berlaku tanpa melihat batasan atau sarana media yang dipilih.
"Resolusi itu kemudian diperkuat dengan keluarnya Resolusi 73/27 Majelis Umum PBB, pada 2018, yang mengingatkan pentingnya penghormatan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi," kata dia.
Tak hanya itu, Isnur turut mengkritik dasar hukum Maklumat Kapolri yang hanya disandarkan pada SKB 8 Menteri/Kepala Lembaga Pemerintahan Saja, jauh dari persyaratan yang diatur hukum.
SKB, kata dia, pada dasarnya merupakan suatu penetapan yang berbentuk keputusan, sehingga muatan normanya bersifat individual, konkrit, dan sekali selesai.
"Tidak semestinya dia bersifat mengatur keluar, luas, dan terus-menerus (dauerhaftig). Artinya, maklumat ini semestinya hanya ditujukan kepada anggota Polri, yang berisi perintah dari Kepala Polri. Wadah hukumnya tidak memungkinkan untuk mengatur materi yang berisi larangan atau pembatasan hak-hak publik," kata Isnur.
Isnur lantas mendesak agar Kepolisian memperbarui Maklumat atau mencabut ketentuan poin 2d. Hal itu untuk memastikan agar setiap tindakan hukum yang dilakukan sejalan dengan keseluruhan prinsip negara hukum dan hak asasi manusia.
Termasuk harus konsisten dengan Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian itu sendiri.
"Bangsa ini tentunya tidak ingin kembali menjadi bangsa tertutup, yang secara ketat dan sewenang-wenang mengatur informasi yang dapat diakses oleh warganya," kata Isnur.
Pewarta : Aji SR
Begitu Istimewanya Kedudukan Perempuan Dalam Islam
Penulis : M Rodhi irfanto SH
Untuk tingkat keluarga, hal serupa juga terjadi. Misalnya, ketika sebuah keluarga mengalami keterbatasan ekonomi yang akan didahulukan untuk mendapatkan akses pendidikan adalah anak laki-laki, atas nama laki-laki. Itu membuat perempuan tidak bisa mendapatkan akses apapun.
Sungguh perlakuan kafir Quraisy dapat membuat mental para perempuan menjadi sangat takut dan membuat sangat tidaklah berharga, hingga akhirnya banyak di antara mereka merasa dapat menyampaikan aspirasi dan kekesalannya yang mengakibatkan adanya pemikiran agama tidak ada peranan penting dan agama sering mendudukan perempuan di dalam posisi yang tidak jelas.
Pertama, perempuan adalah pendamping laki-laki. Posisi perempuan dalam Islam sebagai pendamping atau pasangan dari seorang laki-laki. Kodrat wanita dalam Islam bukan bawahan atau pun atasan yang bisa diperlakukan seenaknya.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
“Siapakah yang harus dicintainya lebih dulu? Rasulullah SAW pun menjawab “Ibumu.” Pertanyaan itu diulang sampai tiga kali dengan jawaban yang sama dan setelah ditanya keempat kalinya baru kemudian Rasul menjawab, “Ayahmu.”
“Apabila seorang wanita telah melaksanakan shalat lima waktunya, menjalankan puasa, menjaga kemaluannya dan taat pada suaminya, maka dia akan masuk surga dari pintu manapun yang disukainya.”
Hal ini dijelaskan dalam firman Allah pada Al-Qur’an Surah al-Ahqaf ayat 15 yang artinya, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”
”Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”
”Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.
Ketum GPI SBT Dahlan Rumesy, SH : Tawarkan Konsep Rekonsiliasi Pemuda Pasca Pilkada 09 - Desember 2020
Kapolres Lahat Pimpin Apel Kenaikan Pangkat 80 Personil Polres Lahat
Dugaan Pungli Berkedok “Infaq” SMAN 1 Bangil Kian Mencuat
POLICEWATCH, Pasuruan,- Dugaan pungli yang dilakukan oleh SMAN 1 Bangil kian mencuat dipermukaan publik dengan adanya bukti pembayaran oleh wali murid ke Sekolahan dengan nominal uang “Infaq” yang tetap di setiap bulannya.
Meski telah dimusyawarahkan bersama antara Wali murid dan Komite Sekolah, kenyataannya tidak sedikit Wali murid yang mengeluhkan sumbangan berdalih “Infaq” tersebut, memang dalam ajaran agama islam diperbolehkan namun tidak bisa ditekankan dan dipaksakan berapa nilainya.
Sumbangan infaq SMAN 1 Bangil sendiri diketahui variatif, untuk kelas 1 sebesar 50rb dan 150rb untuk kelas 2, 3 setiap bulannya, serta diduga ada unsur pemaksaan ataupun tekanan dari pihak sekolah maupun komite sekolah kepada wali murid.
Perlu diketahui bahwa Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa telah mengeluarkan Pergub no 33 tahun 2019, terkait SPP Sekolah Negri yang diganti dengan Biaya Penunjang Operasional Penyelenggara Pendidikan (BPOPP).
Kebijakan BPOPP untuk Sekolah Negeri sendiri adalah bagian dari realisasi Nawa Bhakti Satya yang ketiga, dicanangkan Gubernur Khofifah untuk menuju Jatim sehat dan cerdas yang sumber pendanaannya berasal dari APBD Provinsi.
“Dalam hukum Islam sudah jelas diterangkan bahwa ” Infaq” itu seikhlasnya dengan kemampuan masing-masing, namun ini sudah ditentukan nominalnya dan apabila keberatan bayar cash bisa dicicil,” ujar salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya.
“Memang ada musyawarah dengan pihak sekolah maupun komite tapi kita bisa berbuat apa, sebetulnya kami keberatan dengan adanya “
Infaq ini,” lanjut wali murid tersebut.
Kepala Sekolah SMAN 1 Bangil Dwi Cahyo saat dikonfirmasi melalui aplikasi WA pada Hari Sabtu (21/11/20) menyampaikan “Infaq adalah bahasa Arab yang arti bahasa Indonesia sendiri artinya sumbangan, dan sumbangan itu dalam hukum Islam tidak wajib serta sesuai kemampuan yang memberi sumbangan,” ujar Cahyo.
“Dana yang terkumpul dari Infaq sendiri akan di pergunakan untuk kebutuhan sekolah yang sudah diatur oleh RKAS yang sudah disusun komite serta kegiatan yang tidak didanai oleh BOS dan BPOPP,” lanjut Cahyo.
Dengan adanya fenomena pungli berkedok “infaq” ini sendiri membuat aktifis Anjar Supriyanto yang juga ketua LSM GP3H angkat bicara, karena merasa bahwa dunia pendidikan sekarang tak ubahnya “lumbung” pungli yang dilakukan oleh pihak sekolah bersama komite.
“Sumber pembiayaan sekolah sudah di biayai oleh pemerintah melalui BOS, BPOPP (DAERAH) dan ada juga BOP, serta bantuan pemerintah dalam bentuk lain, sehingga komite harus mempunyai alasan kuat menarik sumbangan yang kemudian sumbangan itu harus memperoleh ijin dari Kepala Daerah,” papar Anjar
“Komite ketika menarik jenis sumbangan yang dimaksud infaq/sumbangan dan sejenisnya tentunya mempunyai alasan yakni kekurangan biaya itu garis besarnya, namun rencana kegiatan anggaran sekolah (RKAS) sering tidak terbuka, RKAS adalah penjabaran dari kebutuhan sekolah dalam 1 tahun sehingga dapat diketahui kebutuhan sekolah,” lanjut Anjar.
Sementara itu, Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Dispendik) Provinsi Jawa Timur wilayah Pasuruan Kota dan Kabupaten Pasuruan Indah Yudiani saat awak media konfirmasi melalui aplikasi WA pada Hari Rabu (25/11/20) hingga saat ini belum memberikan statemen apapun sampai berita ini ditayangkan***
Pewarta : Tim investigasi Jatim
Komunitas Pers Minta Kapolri Cabut Pasal 2d dalam Maklumatnya, Yang Bertentangan Dengan UU Pers
Red, POLICEWATCH,- Kapolri Jenderal Idham Azis mengeluarkan
maklumat nomor: Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan,
Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam yang
ditandatangani 1 Januari 2021.
Polri beralasan, maklumat untuk memberikan perlindungan dan
menjamin keamanan serta keselamatan masyarakat pasca dikeluarkan keputusan
bersama tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta
penghentian kegiatan FPI.
Kegiatan FPI dilarang berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Nomor: 220- 4780 Tahun 2020; M.HH 14.HH.05.05 Tahun 2020; 690 Tahun 2020; 264 Tahun 2020; KB/3/XII/2020; 320 Tahun 2020 tanggal 30 Desember 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.
Ada empat hal yang disampaikan dalam maklumat kapolri, salah
satunya dinilai komunitas
pers Indonesia tak sejalan dengan semangat demokrasi yang menghormati
kebebasan memperoleh informasi. Selain itu dinilai bisa mengancam jurnalis dan
media yang tugas utamanya adalah mencari informasi dan menyebarluaskannya
kepada publik
Maklumat yang dimaksud yaitu pada Pasal 2d yang isinya
menyatakan: "Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan
konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial."
Menyikapi maklumat di Pasal 2d, komunitas pers yang terdiri
dari Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, Persatuan Wartawan Indonesia,
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, Pewarta Foto Indonesia, Forum Pemimpin
Redaksi, Asosiasi Media Siber Indonesia, menyatakan:
Pertama, maklumat kapolri dalam Pasal 2d berlebihan dan
tidak sejalan dengan semangat sebagai negara demokrasi yang menghargai hak
masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi. Soal ini tertuang jelas
dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.”
Kedua, Pasal 2d dinilai mengancam tugas jurnalis dan media,
yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi
kepada publik, termasuk soal FPI. Hak wartawan untuk mencari informasi itu
diatur dalam Pasal 4 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang isinya
menyatakan, "(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai
hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi."
"Isi maklumat itu, yang akan memproses siapa saja yang
menyebarkan informasi tentang FPI, juga bisa dikategorikan sebagai
"pelarangan penyiaran," yang itu bertentangan dengan pasal 4 ayat 2
UU Pers," kata Ketua AJI Indonesia Abdul Manan.
Ketiga, mendesak Idham Azis mencabut Pasal 2d karena
mengandung ketentuan yang tak sejalan dengan prinsip negara demokrasi, tak
senafas dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan UU Pers.
Keempat, mengimbau pers nasional untuk terus memberitakan
pelbagai hal yang menyangkut kepentingan publik seperti yang sudah diamanatkan
oleh UU Pers.***












