Mantan Gubernur Sumsel HD, menghadapi badai besar kasus dugaan manipulasi RUPS Bank Sumsel Babel

/ 26 November 2023 / 11/26/2023 06:34:00 AM

  



SUMSEL - POLICEWATCH.NEWS - Mantan Gubernur Sumsel Herman mangkir dari panggilan penyidik Bareskrim Mabes Polri untuk dimintai keterangan selaku saksi dalam kasus 

Seperti dikutip dari RMOL Sumsel

Giri menyebut ada dugaan abuse of power dari pemegang saham mayoritas kepada pemegang saham minoritas dalam kasus ini.

Belum lagi pertanggungjawaban kepada rakyat Sumsel dan Babel yang menitipkan dana mereka pada bank yang memiliki motto 'mitra anda membangun daerah ini.

Sehingga menurutnya, pengusutan kasus ini secara tuntas dan tidak pandang bulu akan meluruskan permasalahan dan polemik yang muncul.

Bergulirnya kasus ini juga mendapat sorotan dari pengamat hukum Sumsel Sri Sulastri. Menurut dia, telah terjadi perubahan dari hal yang sudah disepakati sehingga memberi dampak yang luas serta menyeret banyak pihak.

"Namanya RUPS Luar Biasa itu kan dihadiri oleh pemegang saham, ketika sepakat semua dan sudah diputuskan dalam rapat tersebut harusnya dipatuhi," ujarnya.

Sengaja atau tidak, hal inilah yang menurut Sri sedang dibuktikan oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri. Untuk itu dirinya mendorong pihak Bareskrim Polri mengusut tuntas kasus ini.

"Untuk mengetahui dimana unsur pidananya, Bareskrim Polri harus mengusut semua pihak yang terkait dalam dugaan kasus ini. Termasuk para pemegang saham dan pihak yang terlibat dalam RUPS Luar Biasa tersebut," ungkapnya.

Di tempat terpisah, apresiasi disampaikan oleh Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (K-MAKI) Sumsel, Feri Kurniawan yang juga ikut menyoroti kasus ini.

Menurut Feri, Polri saat ini sedang berupaya maksimal untuk mengembalikan citra dan kepercayaan masyarakat. Terlebih dalam kasus-kasus korupsi di tingkat pusat maupun daerah.

"Setelah menetapkan ketua KPK sebagai tersangka gratifikasi, upaya Mabes Polri di daerah kita (Sumsel) ini patut diapresiasi. Kami dukung penuh penyidikan terhadap manipulasi RUPS Bank Sumsel (babel) ini," jelasnya.

Feri didampingi koordinator K-MAKI Sumsel Boni Belitong mengatakan, dengan banyaknya pihak terkait yang dipanggil, kasus ini semakin menjadi terang. Sehingga memudahkan penyidik untuk segera menuntaskan kasus ini.

Sementara soal pemanggilan dan pemeriksaan mantan gubernur Herman Deru, yang dijadwalkan ulang oleh Bareskrim merupakan hal yang wajar.

"Bisa jadi benar, karena sedang banyak kegiatan. Tapi bisa pula, mungkin karena tidak lagi berada dalam sistem (pemerintahan), jadi mencari informasi dulu untuk menyiapkan jawaban atas pertanyaan (penyidik) nanti, atau untuk membela diri, kita tidak tahu," selorohnya.

Namun menurut Feri, mereka yang sudah dan akan dipanggil dalam proses penyidikan kasus ini, punya tanggung jawab besar bagi kemajuan Sumsel ke depan.

"Kalau semua yang berkepentingan dan terkait sudah diperiksa dalam proses penyidikan, tentu tersangkanya sudah di depan mata. Mari kita dukung demi kemajuan Sumsel ke depan," tandasnya.

Abuse of power adalah tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan seorang pejabat untuk kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan diri sendiri, orang lain atau korporasi. Kalau tindakan itu dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai tindakan korupsi.

Ada adagium yang mengatakan bahwa, kekuasaan itu dekat dengan korupsi. Kekuasaan yang tidak terkontrol akan menjadi semakin besar, beralih menjadi sumber terjadinya berbagai penyimpangan. Makin besar kekuasaan itu, makin besar pula kemungkinan untuk melakukan korupsi.

Wewenang yang diberikan sebagai sarana untuk melaksanakan tugas, dipandang sebagai kekuasaan pribadi. Karena itu dapat dipakai untuk kepentingan pribadi. Akibatnya, pejabat yang menduduki posisi penting dalam sebuah lembaga negara merasa mempunyai hak untuk menggunakan wewenang yang diperuntukkan baginya secara bebas. Makin ting gi jabatannya, makin besar kewenangannya.

Tindakan hukum terhadap orang-orang tersebut dipandang sebagai tindakan yang tidak wajar. Kondisi demikian merupakan sebuah kesesatan publik yang dapat merugikan organisasi secara menyeluruh. Dalam keadaan di mana masyarakat lemah karena miskin, buta hukum, buta administrasi, korupsi berjalan seperti angin lewat.

Pemerintah pada suatu negara merupakan salah satu unsur atau komponen dalam pembentukan negara yang baik.Terwujudnya pemerintahan yang baik adalah manakala terdapat sebuah sinergi antara swasta, rakyat dan pemerintah sebagai fasilitator, yang dilaksanakan secara transparan, partisipatif, akuntabel dan demokratis.

Proses pencapaian negara dengan pemerintahan yang baik memerlukan alat dalam membawa komponen kebijakan-kebijakan atau peraturan-peraturan pemerintah guna terealisasinya tujuan nasional. Alat pemerintahan tersebut adalah aparatur pemerintah yang dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan sekarang disebut dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 5 Tahun 2014.

Pembentukan disiplin, etika dan moral ditingkat pejabat pengambil keputusan, sangat diperlukan untuk menangkal kebijakan yang diambil penuh dengan nuansa kepentingan pribadi dan golongan/kelompok. Kalau itu yang terjadi, tanpa disadari bahwa itu merupakan penyalahgunaan wewenang jabatan, yang disebut abuse of power. Perwujudan tindakan  penyalahgunaan wewenang jabatan tersebut sebagian besar berdampak pada terjadinya Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN).

Adakalanya tindakan  penyalahgunaan wewenang jabatan tersebut disebabkan karena kebijakan publik yang hanya dipandang sebagai kesalahan prosedur dan administratif, akan tetapi apabila dilakukan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang berakibat pada kerugian perekonomian dan keuangan negara, maka sesungguhnya itu adalah tindak pidana.

Persolan korupsi yang terjadi dari penyalahgunaan jabatan, terkait dengan kompleksitas masalah moral atau sikap mental, masalah pola hidup, kebutuhan serta kebudayaan dan lingkungan sosial. Masalah kebutuhan atau tuntutan ekonomi dan kesejahteraan sosial ekonomi, masalah struktur atau sistem ekonomi, masalah sistem atau budaya politik, masalah mekanisme pembangunan dan lemahnya birokrasi atau prosedur administrasi (termasuk sistem pengawasan) di bidang keuangan dan pelayanan publik.

Dengan demikian, kasus tindak pidana korupsi dengan modus penyalahgunaan wewenang jabatan bersifat multidimensi dan kompleks. Sekalipun tindak pidana korupsi bersifat multidimensi dan kompleks, akan tetapi ada satu hal yang merupakan penyebab utama terjadinya tindak pidana korupsi khususnya dalam birokrasi, yaitu kesempatan dan jabatan  atau kekuasaan. Seseorang akan cenderung menyalahgunakan jabatan atau kekuasaannya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, apabila mempunyai kesempatan.

Penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan ini merupakan sebagai salah satu unsur penting dari tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Unsur penting yang dimaksudkan adalah “penyalahgunaan wewenang, yang dapat menyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian negara”. Penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan khususnya dalam pengelolaan dan peruntukkan keuangan negara oleh aparatur negara, sesungguhnya itu merupakan tindak pidana korupsi oleh karena sifatnya merugikan perekonomian negara dan keuangan negara.

Artinya bahwa sekalipun itu dipandang hanya sebagai kebijakan publik yang sifatnya administratif, akan tetapi apabila sudah berakibat pada merugikan perekonomian negara dan keuangan negara, maka sesusngguhnya itu adalah merupakan tindak pidana.

Mencermati apa yang dikemukakan di atas, maka penyalahgunaan kewenangan dalam kekuasaan atau jabatan dapat dipandang sebagai perbuatan melawan hukum. Hal ini dimaksudkan karena perbuatan penyalahgunaan wewenang merupakan perbuatan yang tercela, oleh karena orang cenderung melaksanakan sesuatu tidak sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi yang seharusnya dilaksanakan.

Akan tetapi malahan sebaliknya, yaitu memanfaatkan kesempatan yang ada dengan kewenangan atau kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan tindak pidana korupsi. Dalam ketentuan perundang-undangan mengatur tentang bagaimana perbuatan atau tindakan penyalahgunaan kewenangan itu harus bersifat merugikan keuangan negara, maka tindakan ini rentan dan seringkali ditemui di kalangan aparatur negara atau pegawai negeri sipil.

Mengingat peranan dan kedudukan pegawai negeri adalah aparatur negara yang juga memegang kekuasaan, maka tidaklah berlebihan bahwa dalam diri pegawai negeri terdapat potensi untuk menyalahgunakan kedudukan, kewenangan atau kekuasaannya."

(Red)

Komentar Anda

Berita Terkini