Reporter : MRI/irfan
Bupati Bogor Ade Yasin |
Bogor (POLICEWATCH.NEWS)- Bupati Bogor Ade Yasin berang terhadap isu yang berkembang
di sosial media maupun surat kabar bahwa wilayah Kecamatan Jonggol
'dijual" ke Republik Rakyat Cina (RRC).
Politisi PPP ini menyatakan yang Ia tahu dari media massa
mainstream bahwa ada wacana pemerintah pusat, dalam hal ini Badan
Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang menyatakan akan membangun Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) dengan bekerja sama dengan RRC.
“Nggak ada tanah di Jonggol yang dijual kepada RRC karena
tidak boleh warga asing memiliki tanah. Yang ada juga wacana BPKM yang akan
membangun KEK bekerja sama dengan RRC. Tapi sampai hari ini saya tidak tahu dan
dimintai izin oleh BKPM maupun pemerintah pusat,” kata Ade Yasin kepada
wartawan, Jumat (29/3).
Wanita alumni Universitas Djuanda ini menerangkan hingga
saat ini Kecamatan Jonggol dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) masuk dalam wilayah pertanian, perumahan dan pariwisata.
“Dalam RPJMD, Kecamatan Jonggol itu masuk dalam wilayah
perkembangan pertanian, perumahan dan pariwisata. Kita harus bersikap waspada
dan cerdas terhadap kabar hoaks agar Kabupaten Bogor tetap kondusif,”
terangnya.
Isu Jonggol merupakan satu di antara 28 proyek senilai USD 91,1
miliar atau setara Rp1.295,8 triliu yang akan ditawarkan pemerintah Indonesia
kepada pemerintah Tiongkok saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) kedua The Belt
and Road Initiative atau Jalur Sutra pada April mendatang.
Kecamatan Jonggol ‘dijual’ sebagai kawasan ekonomi khusus
(KEK) Indonesia-China. Rencana tersebut menuai kontroversi dan menjadi sorotan
sejumlah kalangan.
Bupati Bogor Ade Yasin mengaku baru mengetahui informasi
kawasan Jonggl bakal dijual ke Tiongkok dari pemberitaan media.
Menurut Ade, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Kabupaten Bogor juga tak ada rencana pembangunan kawasan ekonomi
khusus di Jonggol.
“Justru saya belum tahu (KEK Indonesia-China di Jonggol).
Makanya untuk detilnya seperti luasan dan lain-lain saya tak tahu,” beber Ade.
Senada juga diutarakan Kabid Perencanaan Infrastruktur dan
Pembangunan Wilayah, Badan Pembangunan Daerah dan Penelitian Pembangunan
(Bappeda Litbang) Kabupaten Bogor, Ajat Rohmat Jatnika.
Dia mengaku belum mengetahui secara teknis proyek KEK
Indonesia-China di Jonggol. Dia menilai program tersebut langsung dari
pemerintah pusat. Sehingga, tidak melibatkan satuan kerja perangkat daerah
(SKPD) di Bumi Tegar Beriman. “Itu programnya pemerintah pusat,” bebernya.
Perlu diketahui, kawasan ekonomi khusus (KEK) atau Special
Economic Zone (SEZ) adalah wilayah geografis yang memiliki peraturan ekonomi
khusus yang lebih liberal dari peraturan ekonomi yang berlaku di suatu negara.
KEK secara geografis dan jurisdiktif merupakan kawasan
perdagangan bebas, termasuk kemudahan dan fasilitas duty free atas impor
barang-barang modal untuk bahan baku komoditas sebagaian ekspor, dan dibuka
seluas-luasnya.
Hingga tahun ini, berdasarkan data Dewan Nasional Kawasan
Ekonomi Khusus terdapat 12 KEK di Indonesia. Dimana baru tujuh kawasan ekonomi
khusus yang beroperasi. Sementara lima kawasan lagi masih dalam tahap pembangunan.
4 Wilayah yang ‘Dijual’ ke Tiongkok
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas
Lembong mengatakan ada empat wilayah strategis yang akan diprioritaskan dalam
program The Belt and Road Initiative, yakni Kalimantan Utara, Sumatera Utara,
Sulawesi Utara, dan Bali.
Keempat wilayah itu dipilih berdasarkan pertimbangan
geografis yang dinilai memiliki keunggulan dan keunikan masing-masing yang
diyakini dapat menjadi daya tarik para investor Tiongkok.
“Pemilihan wilayah ini sejalan dengan misi pemerintah
membangun dari pinggiran,” kata Lembong.
Dari ke-28 proyek yang ditawarkan ke Tiongkok tidak semuanya
berada di empat wilayah tersebut. Pemerintah juga menyiapkan delapan proyek
yang berada di wilayah lain.
Antara lain, kawasan ekonomi khusus Indonesia-China di
Jonggol, Jawa Barat, Coal Fired Power Plant (CFPP) berkapasitas 2×350 Mw di
Celukan Bawang, Bali.
Selain itu, ada pula proyek pembangkit listrik skala
menengah di berbagai lokasi di Pulau Jawa, Mine mouth Coal Fired Power Plant
(CFPP) Kalselteng 3 berkapasitas 2×100 Mw dan Kalselteng 4 berkapasitas 2×100
Mw, Kalimantan Tengah, dan kolaborasi internasional Meikarta Indonesia-China.
Meski masuk proyek strategis, BKPM belum menjelaskan detil
mengenai puluhan proyek tersebut. Begitu juga dengan rencana KEK
Indonesia-China di Jonggol.
Luhut Panjaitan Klaim Tak Istimewakan Tiongkok
Sementara, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut
Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah tidak akan mengistimewakan Tiongkok
kalau pun investasinya masuk ke Indonesia. Mereka kata dia, harus tetap
memenuhi syarat selayaknya investor asing dari negara lain.
“Pertama, setiap investor yang hendak menanamkan modalnya
harus membawa teknologi terbaik dari negara asal. Kami tidak mau menerima
second class technology (teknologi kelas dua), kami mau investor membawa
teknologi ramah lingkungan,” kata Luhut.
Syarat kedua sambungnya, ketika investor membawa teknologi
terbaru ke Indonesia maka secara perlahan investor tersebut harus melakukan
transfer knowledge atau berbagi pengetahuan serta teknologi kepada pekerja
Indonesia.
“Ketiga, investasi tersebut harus mempekerjakan pegawai asal
Indonesia sebanyak mungkin,” ujarnya.
Keempat, calon investor harus membangun industri yang bisa
memberikan nilai tambah kepada produk Indonesia. Dia menegaskan karena skema
kerja samanya adalah B2B maka kedua belah pihak harus saling menguntungkan.
“B2B dan harus saling menguntungkan dan jangan itu ada
pemerintah, pemerintah sama sekali tidak terlibat. Tadi misalnya ada yang mau
investasi bahan bangunan, sehingga rumah murah, kita harganya lebih rendah dan
kualitas lebih bagus dan cepat, kenapa tidak,” tutupnya.
Selama ini, Tiongkok merupakan salah satu negara yang
menjadi investor dan kreditur terbesar bagi Indonesia.
Tahun lalu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat
investasi asal Tiongkok mencapai US$2,4 miliar dan menduduki peringkat ketiga
terbesar dari total investasi asing.
Jenis investasinya beragam mulai dari pembangunan pembangkit
listrik hingga fasilitas pemurnian dan pengolahan hasil tambang. Selama masa
pemerintahan Joko Widodo, trennya memang relatif meningkat. Pada 2014,
realisasi investasi Tiongkok di Indonesia mencapai US$800 miliar.
Kemudian, pada 2015, melambat menjadi US$628 juta. Pada
2016, investasi Tiongkok kembali melesat menjadi US$2,7 miliar, dan 2017
mencapai US$3,36 miliar.
Dari sisi utang, berdasarkan data Bank Indonesia (BI), utang
Indonesia ke Tiongkok juga terus meningkat. Pada 2014, total utang Indonesia ke
negeri tirai bambu itu mencapai US$7,87 miliar.
Kemudian, pada 2015, melesat 73,5 persen menjadi US$ 13,6
miliar. Pada 2016, kembali merangkak menjadi US$15,16 miliar dan naik menjadi
US$16,15 miliar pada 2017. Akhir tahun lalu, utang Indonesia ke Tiongkok telah
mencapai US$17,31 miliar.
Kepala Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih
menilai Tiongkok dilirik menjadi mitra potensial pembangunan proyek
infrastruktur karena memiliki pendanaan yang besar.
Selain itu, Tiongkok ingin melakukan ekspansi untuk
mendukung program Jalan Sutera Modern yang akan memperlancar arus
perdagangannya.
Kendati demikian, Lana menilai keterlibatan Tiongkok dalam
proyek infrastruktur di Indonesia harus dipikirkan matang-matang dan dilakukan
dengan hati-hati.
Sebab, Tiongkok biasanya turut membawa sumber dayanya yang
akan menjadi isu sosial yang sensitif. Kemudian, itu pun sebenarnya tak lepas
dari keterbatasan kemampuan bahasa.
“Tiongkok kalau investasi biasanya membawa satu gerbong,
termasuk tenaga kerja dan segala macam. Memang pilihannya sulit karena,
sekarang, yang punya uang mereka,” ujarnya
Lana mengingatkan, pada periode kepemimpinan mantan Presiden
Soeharto, model penerimaan utang adalah dalam bentuk proyek atau barang yang
akan dilunasi pemerintah dengan uang. Akibatnya, Indonesia tidak memiliki
keleluasaan.
“Ketika kita utang in-kind, kita tidak akan memiliki
keleluasaan karena kita sudah diberikan barang apa adanya dan belum tentu
barang tersebut teknologi baru, bisa jadi teknologi usang di negara asal yang
di bawa ke sini,” jelasnya.