BREKING NEWS
Laporan : BMD
Ilustrasi |
POLICEWATCH.NEWS - LAHAT - "Tersangka Suldan Helmi (60) diduga telah menyelewengkan dana desa senilai Rp573.383.785 tahun anggaran 2017-2018. Atas dugaan tersebut penyidik Kejari Lahat telah melakukan pemanggilan dan pemeriksaan sebanyak tiga kali dengan surat perintah penyidikan (Sprindik) Nomor 1535/1.6114/.109/2020 tanggal 11 September 2020, namun tersangka tidak mengindahkan panggilan penyidik hingga ditetapkan sebagai DPO."
Mantan Kepala Desa Banjar Negara, Kikim Selatan, Kabupaten Lahat, Suldan Helmi (60) ditetapkan dalam daftar pencarian orang (DPO) kasus dugaan korupsi dana desa senilai Rp573 juta. Kejaksaan Negeri (Kejari) Lahat meminta tersangka segera menyerahkan diri karena pasti akan ditemukan.
Kepala Kejari Lahat Fithrah mengatakan pihaknya saat ini mendapat dukungan dari Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan melalui tim tangkap buronan untuk menangkap tersangka. “Tidak ada tempat yang nyaman untuk bersembunyi dari buruan penyidik yang bekerja sama dengan tim tangkap buronan. Jadi lebih baik menyerahkan diri,” katanya, Jumat (5/11/2021)."
Namun saat ini, lanjunya, ruang gerak pelarian tersangka semakin sempit sekalipun kabur keluar Sumatera Selatan. Sebab tim tangkap buronan pada Rabu (3/10/2021) telah menangkap Jaka Batara selaku Bendahara Desa Banjar Negara dari tempat persembunyiannya di Cibinong, Kabupaten Bogor Jawa Barat.
“Tersangka SH ditetapkan DPO bersama dengan tersangka JB yang merupakan Bendahara Desa Banjar Negara. Mereka ini adalah bapak dan anak kandung. Penangkapan JB menjadi modal untuk menangkap SH,” ujarnya.
Sementara itu Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Khaidirman mengatakan kasus tersangka Jaka Batara tersebut saat ini sudah dilimpahkan dari Kejari Bogor ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan lalu diserahkan kembali ke Kejari Lahat.
Tersangka tiba di gedung Kejati Sumsel sekitar pukul 17.45 WIB diantar langsung oleh tim tangkap buronan. “Tersangka sudah diserahkan kembali ke Kejari Lahat untuk melanjutkan proses penyidikan atas kasusnya tersebut,” kata dia.
Menurutnya, modus yang dilakukan keduanya terhadap dana desa tersebut di antaranya mengurangi volume pekerjaan, tidak menyelesaikan gedung serba guna, pembangunan jalan juga tidak sesuai dengan spesifikasi, pengadaan kursi fiktif dari bantuan Gubernur Sumatera Selatan. “Berdasarkan perhitungan inspektorat total kerugian negara senilai Rp573.383.785,” ujarnya.
Atas perbuatan tersangka telah melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto UU Nomor 20 tahun 2021 junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Dengan begitu keduanya diancam pidana penjara paling lama 20 tahun