BPN Sumbawa Didesak Usut Tuntas Kasus SHM 507: Dugaan Mafia Tanah dan Ancaman Pembunuhan

/ 7 Desember 2024 / 12/07/2024 05:06:00 AM


 Policewatch-Sumbawa Besar

Kasus sengketa lahan di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), kembali memanas.  Front Pemuda Peduli Keadilan Pulau Sumbawa (FPPK-PS) mendesak Kantor Wilayah (Kanwil) ATR/BPN NTB dan aparat penegak hukum (APH) untuk mengusut tuntas dugaan praktik mafia tanah yang melibatkan oknum pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumbawa.  Pusat perhatian kasus ini adalah Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 507 yang keberadaannya dipertanyakan dan diduga ditempatkan secara tidak sah di atas lahan yang sudah dikuasai oleh Sri Marjuni Gaeta dan beberapa pihak lainnya.

Abdul Hatab, Ketua LSM FPPK-PS, dalam audiensi di Kanwil BPN NTB,  mengungkapkan kecurigaan terhadap BPN Sumbawa yang diduga melakukan konspirasi jahat.  BPN Sumbawa memaksakan SHM 507 milik Ali BD ke atas lahan yang sudah puluhan tahun dikuasai Sri Marjuni Gaeta.  Perbedaan letak dan batas lahan menjadi poin krusial.  SHM 507 menunjukkan batas utara laut dan batas barat tanah negara, sementara tujuh sertifikat milik Sri Marjuni Gaeta menunjukkan batas barat laut dan batas utara berbatasan dengan tanah negara, lengkap dengan warkah yang mendukung.

Dalam audiensi tersebut, Hatab menuntut BPN Sumbawa menunjukkan berita acara rekonstruksi batas SHM 507 yang mereka klaim dilakukan pada tahun 2012.  Namun, para pejabat BPN Sumbawa yang hadir, termasuk Kepala Kantor BPN Sumbawa Denely H,  gagal memberikan bukti tersebut.  Penjelasan yang diberikan oleh beberapa pejabat BPN Sumbawa, seperti Lalu Samsidar dan Saovana Hadi, dinilai normatif dan tidak menjawab pertanyaan inti mengenai letak SHM 507.  Sahrul, Koordinator Pengukuran BPN Sumbawa, hanya menjelaskan tentang ditemukannya satu hamparan yang kemudian dikaitkan dengan SHM 507, tanpa menjelaskan letak pasti SHM tersebut.

Hatab juga menuding adanya praktik korupsi dan mafia tanah yang melibatkan oknum pejabat BPN Sumbawa.  Perbedaan luas lahan yang signifikan antara SHM 507 (10 hektar termasuk jalan) dan tujuh sertifikat milik Sri Marjuni Gaeta (14 hektar di luar jalan) semakin memperkuat kecurigaan tersebut.  Lebih mengejutkan lagi, Hatab mengaku menerima ancaman pembunuhan melalui telepon dari seseorang yang mengaku berasal dari BPN Sumbawa

 

FPPK-PS mendesak Kanwil BPN NTB dan Satgas Mafia Tanah untuk segera melakukan rekonstruksi batas SHM 507.  Mereka khawatir jika konflik ini berlarut, akan berpotensi menimbulkan pertumpahan darah.  Laporan terkait dugaan praktik mafia tanah di BPN Sumbawa juga telah disampaikan ke Polda NTB dan Kejati NTB.

 

MN &Team

Komentar Anda

Berita Terkini