ilustrasi pembebasan napi |
Jakarta, POLICEWATCH, - Sejumlah aktivis hukum yang
tergabung kelompok masyarakat sipil menggugat kebijakan pelepasan narapidana
melalui program asimilasi dan
integrasi yang dilakukan Menkumham Yasonna Laoly ke
Pengadilan Negeri Surakarta.
Gugatan didaftarkan oleh Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Perkumpulan
Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen, dan juga Lembaga Pengawasan dan
Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia.
Mereka menyebut bahwa kebijakan tersebut
telah menimbulkan keresahan bagi masyarakat saat pandemi corona (covid-19) saat
ini.
"Untuk mengembalikan rasa aman. Kami meminta menarik kembali napi
asimilasi dan dilakukan seleksi dan psikotest secara ketat jika hendak
melakukan kebijakan asimilasi lagi," kata Ketua Umum Yayasan Mega Bintang
Indonesia 1997, Boyamin Saiman melalui keterangan resmi, Minggu (26/4).
Menurutnya, meski tak semua kembali melakukan kejahatan, namun masih terdapat
segelintir pihak yang kembali melakukan aksinya (residivis) usai dibebaskan
melalui program tersebut.
Mereka menggugat Kepala Rutan Surakarta, kemudian Kakanwil Kemenkumham Jawa
Tengah, dan juga terakhir Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Menkumham Yasonna Laoly |
Menurut dia, seharusnya terdapat alasan-alasan dan juga syarat kuat untuk
melepaskan narapidana melalui program asimilasi itu. Misalnya, kata dia,
narapidana berkelakuan baik berdasar pada catatan selama di lapas.
"Tidak ada catatan pernah melanggar selama dalam lapas (register F),
kemudian bikin surat pernyataan tidak akan melakukan kejahatan lagi,"
lanjut Boyamin.
Menurut dia, para tergugat telah salah karena tidak menerapkan syarat-syarat
tersebut secara mendalam, tanpa meneliti watak narapidana dengan psikotes
sehingga narapidana kembali melakukan kejahatan lagi saat dibebaskan.
Dalam petitumnya, Boyamin mengatakan bahwa penggugat meminta
kepada Majelis Hakim agar menyatakan program asimilasi yang telah disetujui
oleh Menkumham RI itu dilakukan secara tidak memenuhi syarat sehingga merupakan
suatu perbuatan melawan hukum.
Boyamin menjelaskan bahwa gugatan itu didaftarkan secara online mengingat
keadaan pandemi covid-19 saat ini. Pihaknya pun telah melunasi pembayaran untuk
pendaftaran gugatan perkara itu.
Kendati demikian, hingga saat ini perkara tersebut belum teregister dalam nomor
perkara yang dapat dilihat langsung oleh publik melalui laman
https://sipp.pn-surakarta.go.id/.
"Belum dapat nomor perkara karena sistem online, mungkin baru Senin besok
dapat nomor perkaranya," kata dia.
Sebagai informasi, terakhir Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Kemenkumkam) telah membebaskan 38.822 Narapidana, termasuk anak binaan melalui
program asimilasi dan integrasi untuk mencegah penyebaran virus corona
(Covid-19). Data itu tercatat hingga Senin (20/4) lalu.
Kebijakan itu diatur dalam Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 yang diterbitkan pada
1 April 2020 lalu