![]() |
ilustrasi |
Majalengka, Policewatch.news
Malang nasib Al faqir
(bukan nama sebenarnya), seorang buruh tani warga desa kawunghilir,kecamatan
cigasong, awal nya diri nya berharap dana bantuan sosial tunai dari kementrian
pertanian dan kelautan sebesar Rp 1.800.000,- (satu juta delapan ratus ribu
rupiah) akan di terima utuh bantuan tersebut, karena diri nya sebagai buruh tani
sangat terdampak dengan adanya wabah pandemi virus corona, namun apalah daya ketika
bantuan datang dan uang sudah di terima, al faqir mengaku kepada
policewatch.news pada minggu,(2/8/2020),bahwa dirinya di datangi oleh (U) ketua
kelompok tani 2 yang juga sebagai anggota LPM (lembaga pemberdayaan masyarakat)
pemerintahan desa kawunghilir.
Menurut al faqir, (U)
mendatangi rumah nya dan mengatakan bahwa semua penerima BST (bantuan sosial
Tunai) dari kementrian pertanian dan kelautan di desa kawunghilir sudah sepakat akan menyumbangkan uang sebesar Rp 1.000,0000, (satu juta rupiah), namun ketika
di tanya kepada alfaqir, diri nya mengaku bahwa dia tidak atau belum pernah di
ajak musyawarah soal itu, sehingga membuat dia bingung ketika (U) mendatangi
rumah nya dan meminta uang tersebut.
“ katanya ya ketua
kelompok 2 (U) sudah kesepakatan, di potong 1 juta untuk bangun mesjid, abdi
bade nyarios teh (saya mau cerita teh ) apa saya aja ya yang gak di ajak bicara
(musyawarah), uang saya serahkan ke ketua kelompok 2 “ungkap Al faqir
Menindaklanjuti informasi
tersebut, policewatch.news mendatangi (U) di kediaman nya pada hari itu juga, (U) membantah telah
melakukan pemotongan, menurut nya itu
hal tersebut bukan pemotongan melainkan atas kesepakatan bersama, sudah
di buatkan berita acara dan juga di saksikan pihak desa
“ itu mah bukan di
potong ya, itu mah dari setiap penerima bantuan semua kesepakatan jadi kesepakatan
penerima mau menyumbangkan untuk pembangunan mesjid dan di musyawarahkan “
jelas (U)
Senin, (3/8/2020)
policewatch.news mendatangi kantor balai desa pemerintahan desa kawunghilir, di
temui di ruangan nya, kepala desa kawunghilir, H kayat memberikan penjelasan
normatif bahwa informasi yang di
sampaikan oleh awak media policewatch.news itu tidak benar, menurut H.kayat
bahwa uang Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) itu sudah hasil musyawarah
penerima bantuan BST tersebut, diri nya mengaku bahwa pihak desa hanya menerima
hasil musyawarah dan uang yang di klaim sebagai sumbangan tersebut di simpan di
bendahara desa.
“ jadi betul, itu kan
datang nya tiba-tiba semua sudah kebagian, bahkan dari provinsi di kembalikan 20
paket, tidak di distribusikan ke
masyarakat, karena sudah double, tiba-tiba datang data itu
notabene kelompok tani, ada 16 orang yang mendapat bantuan dari kementrian
pertanian, nah itu saya panggil di musyawarahkan, orang-orang itu kan sudah pernah dapat (bansos), kami kumpulkan untuk musyawarah, karena menurut informasi dari yang lain
tidak boleh di hanguskan karena azas manfaat” jawab Kepala
desa
masih menurut H. Kayat bahwa
Sekda pun mengatakan bahwa dana tersebut harus di ambil (meski double) jangan di hanguskan
“ termasuk oleh pak
SEKDA mengintruksikan harus di ambil jangan di hanguskan “ tambah nya
H. kayat menjelaskan
bahwa pemerintahan desa mempunyai program pembangunan musholla sejak 2018,
sehingga menurut diri nya menawarkan program tersebut kepada para
penerima BST (bantuan sosial Tunai)dan jumlah nominal tidak di tentukan untuk sumbangan, menurut nya dana 1 juta per orang tersebut sudah hasil rembugan penerima.
Berita acara yang di
perlihatkan oleh pemerintahan desa kawunghilir kepada awak policewatch.news
memang tertera daftar hadir dan juga redaksi dari berita acara tersebut memuat
point sumbangan sukarela dan tanpa paksaan yang di tandatangani oleh kepala
desa kawunghilir, H kayat sendiri. namun pengakuan Al faqir ( bukan nama
sebenarnya) sebagai narasumber diri nya tidak di libatkan dalam musyawarah dan yang menjadi pertanyaan policewatch.news kenapa di sinyalir ada tandatangan al faqir di
daftar hadir tersebut.
Polemik yang terjadi di
desa kawunghilir, menjadi pembicaraan hangat para warga termasuk warga yang
tidak menerima sekalipun, publik mempertanyakan kenapa bantuan dari kementrian
pertanian yang harus menjadi tumpuan pembangunan musholla sedangkan uang
tersebut di perlukan oleh penerima manfaat untuk kebutuhan di tengah pandemi
wabah corona, meskipun niat nya baik namun tentu tidak perlu menabrak regulasi,
apalagi di atas, kepala desa mengaku uang yang terkumpul di simpan di bendahara
desa, tentu ini menjadi pertanyaan besar kenapa desa terkesan di sinyalir yang
mengkondisikan, seharusnya ada panitia pembangunan musholla tersebut yang
memegang dana hasil dari penerima BST (bantuan sosial tunai) karena hierarki
nya bantuan BST ini langsung di terima kepada yang berhak.
Laporan investigasi
Tim policewatch
majalengka