Ekonomi Tanpa Transparansi : Panggung Serakahnomics dan Tipuan Kebohongan ,Oleh Dr.H.Syahlarriyadi,M.M Dosen Institut Nida El Adabi

/ 18 Agustus 2025 / 8/18/2025 10:12:00 AM
Tangerang,18/08/2025 policeatch.news
Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Sarasehan Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah beberapa waktu lalu sesungguhnya lebih dari sekadar pengingat teknis. 
Pernyataan lugas, tegas dan berapi-api beliau mengatakan “Mengelola ekonomi tanpa transparansi, pasti di situ banyak syaiton nirojim”.
 menyimpan diagnosis tajam terhadap penyakit lama yang belum nampak sembuh: hilangnya keterbukaan dalam tata kelola, yang membuka jalan bagi kerakusan dan kebohongan merajalela.

Fenomena ini dalam kajian kritis dapat disebut serakahnomics sebuah sistem yang digerakkan oleh nafsu akumulasi harta dan kekuasaan, tanpa kendali moral. Serakahnomics tidak lahir di ruang hampa; ia tumbuh subur ketika ada ruang gelap yang tak tersentuh transparansi. Di ruang inilah, kebohongan menjadi mitra setia keserakahan. 
Jika serakah adalah motif, maka bohong adalah instrumen. Laporan keuangan dimanipulasi, data dipoles, dan narasi keberhasilan direkayasa agar publik terus percaya bahwa kapal berlayar mulus, padahal lambungnya sudah retak.
Melirik kajian perspektif ekonomi syariah, dua penyakit ini adalah antitesis total dari empat sifat utama Rasulullah SAW: Siddiq (jujur), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (terbuka dan transparan), dan Fathonah (cerdas). Rasulullah membangun reputasi publik sebagai Al-Amin jauh sebelum diangkat menjadi Nabi, membuktikan bahwa integritas adalah modal sosial yang tak ternilai. 
Nilai ini seharusnya menjadi DNA ekonomi syariah modern sebuah ekosistem yang bukan hanya bebas riba, tetapi juga bebas dari intrik serakah dan dusta.

Sayangnya, realitas menunjukkan, ketika transparansi hilang, mekanisme kontrol sosial lumpuh. Keserakahan berkembang biak seperti bakteri di ruang lembap, kebohongan berubah menjadi bahasa resmi, dan legitimasi moral pemerintahan terkikis. Dalam kondisi ini, istilah syariah kerap hanya menjadi ornament indah di permukaan, namun menutupi borok moral di dalamnya.

Transparansi, sesungguhnya, adalah pilar peradaban ekonomi yang sehat, mencegah serakahnomics merajalela dan memutus mata rantai kebohongan.
 Mengabaikannya sama saja membuka pintu bagi syaiton nirojim untuk mengubah sistem ekonomi menjadi ladang perburuan pribadi. Sebagaimana Rasulullah SAW menegakkan integritas sebagai dasar muamalah, demikian pula seharusnya bangsa ini menempatkan kejujuran dan keterbukaan bukan sekadar jargon, tetapi sebagai benteng terakhir menjaga kehormatan ekonomi.


Team redaksi,AWD
Komentar Anda

Berita Terkini