"Geger! Tembok Serobot Jalan di Lombok Tengah, Lalat Hitam Tantang PUPR-BPN Bongkar Mafia Sertifikat!"

/ 25 Agustus 2025 / 8/25/2025 08:53:00 AM


Policewatch-Lombok Tengah

 Pembangunan tembok yang diduga kuat menyerobot badan jalan di Desa Persiapan Awang, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, memicu kemarahan warga dan aktivis. Ketua Lembaga Pejuang Keadilan Lalat Hitam, Mardiansyah SH., dengan lantang menantang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Lombok Tengah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk segera bertindak tegas membongkar bangunan ilegal tersebut dan mengusut tuntas dugaan penerbitan sertifikat bermasalah.

Mardiansyah mengungkapkan bahwa tembok sepanjang lebih dari 500 meter itu jelas-jelas melanggar aturan tata ruang dan merugikan kepentingan masyarakat. "Setengah meter dari bahu jalan sudah dibangun tembok, padahal seharusnya ada jarak minimal dua meter untuk saluran irigasi. Ini jelas pelanggaran berat!" serunya dengan nada geram, Rabu (20/8/2025).

Menurutnya, proses pembangunan tembok tersebut dilakukan secara diam-diam tanpa melibatkan tokoh masyarakat setempat. Bahkan, talud jalan yang sebelumnya dibangun oleh pemerintah justru ikut "ditelan" masuk ke dalam klaim lahan oknum pengusaha tersebut. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa sertifikat hak milik (SHM) yang dijadikan dasar klaim lahan tersebut bermasalah dan diterbitkan tanpa verifikasi lapangan yang memadai.

"Kami menduga ada praktik mafia tanah di balik kasus ini. Oknum pengusaha dengan sengaja memanfaatkan celah hukum dan lemahnya pengawasan dari instansi terkait untuk meraup keuntungan pribadi dengan mengorbankan kepentingan publik," tuding Mardiansyah.

Lalat Hitam mendesak PUPR, BPN, dan semua instansi terkait untuk bertanggung jawab atas terjadinya pelanggaran ini. Mardiansyah mengancam akan melaporkan kasus ini ke BPN Lombok Tengah, Pemerintah Provinsi NTB, Polda NTB, bahkan sampai Mahkamah Agung jika tidak ada tindakan tegas dari pemerintah daerah.

"Kami tidak akan tinggal diam. Jika masalah ini dibiarkan berlarut-larut, kami khawatir akan memicu konflik horizontal di tengah masyarakat. Kami tidak ingin hal itu terjadi," tegasnya.

Mardiansyah juga menyoroti UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Bupati Lombok Tengah Nomor 45 Tahun 2021 tentang Pembentukan Desa Persiapan Awang, yang mewajibkan setiap pembangunan di wilayah desa harus sesuai dengan aturan tata ruang dan melibatkan partisipasi masyarakat. Namun, dalam kasus ini, keterlibatan masyarakat sama sekali diabaikan.

Dikutif dari media Siar Post,  Kepala Dinas PUPR Lombok Tengah, Rahadian, saat dikonfirmasi terkait status lahan tersebut, mengaku masih akan berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi NTB. Ia beralasan bahwa dalam SHM yang dipersoalkan, terdapat bangunan talud jalan yang dibangun oleh pemerintah provinsi.

"Kami akan berkoordinasi dengan Provinsi karena kewenangan data jalan ini ada di mereka. Nantinya, mereka yang akan memastikan keabsahan klaim lahan tersebut," kilah Rahadian.

Pernyataan Rahadian ini dinilai oleh Lalat Hitam sebagai upaya cuci tangan dan lepas tanggung jawab. Mardiansyah menegaskan bahwa PUPR Lombok Tengah seharusnya memiliki data dan informasi yang akurat mengenai status jalan dan batas-batas lahan di wilayahnya.

Masyarakat Desa Persiapan Awang berharap pemerintah segera turun tangan menyelesaikan masalah ini secara adil dan transparan. Mereka khawatir jika tidak segera ditindak, pembangunan liar di atas sempadan jalan akan menjadi preseden buruk dan merugikan kepentingan publik.

"Kami minta pemerintah jangan hanya diam saja. Kami butuh tindakan nyata untuk melindungi hak-hak kami sebagai warga negara," ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.

Kasus ini menjadi ujian bagi pemerintah daerah dalam menegakkan aturan tata ruang dan memberantas praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat. Publik menanti langkah konkret dari PUPR dan BPN untuk membuktikan komitmen mereka dalam melindungi kepentingan umum.

Mamen

Komentar Anda

Berita Terkini