TUGAS (KAN) DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA HARTA PUSAKA TiNGGI di MINANGKABAU..?? INI PENDAPAT PRAKTISI HUKUM

/ 9 Februari 2022 / 2/09/2022 11:53:00 AM

 

Minangkabau.Policewatch.News:

Pendapat Praktisi hukum adv.fandra Arisandi Andika P SH.,SHEL yang juga selaku pengacara Indonesia, Sengketa Harta pusaka  tinggi dalam kaum sebelum diajukan kepada kerapatan adat nagari terlebih dahulu

diselesaikan oleh para ninik mamak yang ada di dalam kaum tersebut. Mamak kepala waris sebagai laki-laki tertua di dalam kaum atau anggota kaum laki-laki lain yang dituakan di dalam kaumnya serta mamak kepala kaum (dikenal juga dengan penghulu kaum) berperan penting dalam menyelesaikan sengketa tersebut. Orang minang tidak mau secara langsung melibatkan pihak lain dalam menyelesaikan sengketa dalam kaumnya, karena hal ini akan dapat memberikan rasa malu kepada mereka. Ketika persengketaan ini tidak terselesaiakan di dalam kaum, maka berikutnya permasalahan diminta penyelesaiannya kepada ninik mamak ampek jinih dalam suku, apabila juga tidak terselesaikan maka akan dibawa kepada Kerapatan Adat Nagari untuk membantu menyelesaikan. Begitu juga halnya dengan permasalahan antara suatu kaum dengan kaum lainnya atau orang perseorangan lainnya. Untuk pertama kali dimintakan bantuan kepada ninik mamak ampek jinih dalam suku dan barulah kemudian diajukan kepada Kerapatan Adat Nagari apabila tidak dapat terselesaikan oleh ninik mamak ampek jinih tersebut.   

Di dalam Pasal 1 angka 15 Perda Sumbar tentang Tanah Ulayat / Harta pusaka Tinggi dan Pemanfaatannya, Kerapatan Adat Nagari merupakan Lembaga Perwakilan Permusyawaratan dan Permufakatan Adat tertinggi nagari yang telah ada dan diwarisi secara turun­-temurun sepanjang adat di tengah-tengah masyarakat nagari di Sumatera Barat. Lembaga Kerapatan Adat Nagari merupakan himpunan dari para ninik mamak atau penghulu yang mewakili suku atau kaumnya yang dibentuk berdasarkan atas hukum adat nagari setempat. Ninik mamak atau penghulu yang terhimpun dalam lembaga ini mempunyai kedudukan dan wewenang serta mempunyai hak yang sama untuk menentukan hidup perkembangan hukum adat. Semua hasil mufakat yang didapat melalui Kerapatan Adat Nagari ini disampaikan kepada anggota sukunya.


Salah satu tugas Kerapatan Adat Nagari adalah menyelesaikan perkara-perkara perdata adat dan istiadat, termasuk salah satunya menyelesaikan sengketa tanah ulayat. Dalam Pasal 12 ayat (1) Perda Sumbar tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya diuraikan bahwa sengketa tanah ulayat di nagari diselesaikan oleh KAN menurut ketentuan sepanjang adat yang berlaku, bajanjang naiak batanggo turun dan diusahakan dengan jalan perdamaian melalui musyawarah dan mufakat dalam bentuk keputusan perdamaian. Ketentuan pasal ini mengisyaratkan penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan proses non litigasi. Kedudukan Kerapatan Adat Nagari tidak bersifat sebagai pihak yang memutus perkara tetapi untuk meluruskan persoalan-persoalan adat yang terjadi dari sengketa tersebut. Peradilan adat yang dimiliki oleh Kerapatan Adat Nagari dimaknai sebagai proses, yaitu cara untuk menyelesaikan suatu sengketa adat oleh suatu lembaga adat

Apabila ditelaah ketentuan Pasal 12 ayat (1) Perda Sumbar tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya di atas, sebenarnya keberadaan Kerapatan Adat Nagari dalam menyelesaikan sengketa adat dan istiadat adalah untuk melakukan mediasi adat, yang dituju dari proses tersebut adalah mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa. Kerapatan Adat Nagari hanya memfasilitasi, sedangkan penyelesaian tetap diserahkan kepada kedua belah pihak, sehingga keputusan yang diterbitkan oleh Kerapatan Adat Nagari adalah menyatakan tercapai atau tidaknya perdamaian bagi kedua belah pihak.   


Kemudian pada Pasal 12 ayat (2) Perda Sumbar tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya menguraikan bahwa apabila keputusan perdamaian tidak diterima oleh pihak yang bersengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka pihak-­pihak yang bersengketa dapat mengajukan perkaranya ke pengadilan negeri.kemudian bagaimana

Kedudukan Mamak Kepala Waris dalam kaum?

Kedudukan penghulu atau mkw sangat penting dalam kaum karena yang bersangkutan dapat mewakili kaum kedalam maupun keluar. Dalam hal terjadi suatu sengketa yang berkaitan dengan harta pusaka tinggi yang berujung ke Pengadilan, maka yang berhak mewakili kaum adalah Mamak Kepala Waris tadi. Hal ini sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 217 K/Sip/1970 tanggal 12 Desember 1970 yang menyatakan : “Yang harus bertindak sebagai Penggugat Harta Pusaka Tinggi adalah Mamak Kepala Waris dalam kaum tersebut”. 


Apabila Mamak Kepala Waris tidak dapat mengajukan gugatan atau mewakili kaumnya maka dapat dikuasakan ke Advokat atau Pengacara dimana kuasa itu diberikan untuk dan atas nama Mamak Kepala Waris dalam kaum. Sebab, jika tidak maka gugatan tidak dapat diterima. Hal itu sesuai Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1720 K/Sip/1975 tanggal 22 Juni 1977 yang berbunyi : “Gugatan terhadap Harta Pusaka Tinggi yang tidak diajukan oleh Mamak Kepala Waris maka gugatan tersebut tidak dapat diterima”


Secara yuridis, peradilan adat tidak diakui oleh undang-undang. Tetapi diakui keberadaannya dalam dan sepanjang masyarakat hukum adat.

 Dalam Pasal 18 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Terhadap Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman) menguraikan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.demikian pendapat Mahasiswa pascasarjana  Hukum Pidana ini yang juga menjabat sebagai ketua lembaga bantuan hukum peduli hukum dan ham sumatera barat sesuai adat istiadat adat basandi sarak, sarak basandi Kitabullah.pewarta (jon)

Komentar Anda

Berita Terkini