POLICE WATCH.NEWS – JAKARTA Indonesia Police Watch (IPW) melaporkan dugaan kasus korupsi pemotongan honor penanganan perkara (HPP) hakim agung ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menyebut, sebanyak 25,95 persen honor yang seharusnya diterima hakim agung justru tidak diterima.
“Ini yang mau kami laporkan setelah tindak lanjut diskusi kami. Apakah ini ada dugaan tindak pidana korupsi atau seperti apa. Kami laporkan biar ditangani oleh KPK,” katanya kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 2/10/2024.
Sugeng membawa bukti ke KPK, di mana dari 100 persen honor yang harusnya diterima, hanya 60 persen yang diperoleh hakim agung. Sementara 14,05 persen dibagikan ke tim pendukung seperti asisten dan panitera yang mendukung proses penanganan perkara.
“Yang 25,95 persen enggak jelas menguap ke mana, digunakan oleh siapa. Ini ada potensi dugaan kami pemotongan ini dilakukan atas dasar kewenangan dari pimpinan (Mahkamah Agung atau MA) makannya kami minta (KPK) dalami,” katanya.
Dalam pelaporan tersebut, Sugeng membawa bukti Peraturan Pemerintah Nomor 82 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2014 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Agung dan Hakim Konstitusi.
Sugeng juga membawa bukti surat internal dari Sekretariat Jenderal MA terkait jumlah honor yang diterima hakim agung dan staf pendukung.
Selain itu, Sugeng juga menyebutkan pihak siapa yang bisa dimintai keterangan. Namun, ketika ditanyai, ia tidak merinci siapa orang yang harus didalami.
“Kita serahkan kepada KPK siapa yang akan didalami dan akan diminta pertanggung jawaban, kami serahkan kepada KPK,” katanya.
Sebelumnya, IPW menduga terdapat Honorarium Penanganan Perkara (HPP) yang hanya didistribusikan sebesar 74,05 persen, sedangkan sebanyak 25,95 persen atau Rp97 miliar digunakan oleh Pimpinan Hakim Agung untuk kepentingan pribadi.
Selain itu, IPW juga mengklaim telah mendapat informasi Pemotongan Dana HPP pernah mendapat penolakan dari sejumlah hakim agung. Hal tersebut diduga atas intervensi pimpinan Mahkamah Agung RI, di mana para hakim agung diminta untuk membuat surat pernyataan yang ditandatangani diatas materai, yang pada pokoknya menyatakan bersedia dilakukan pemotongan honorarium dana HPP.
Sementara itu, Juru Bicara MA sekaligus Wakil Ketua Bidang Non Yudisial Suharto membantah tudingan dugaan pemotongan honorarium penanganan perkara hakim agung yang dilaporkan oleh Indonesia Police Watch (IPW).
Wakil Ketua Bidang Non Yudisial itu juga mengatakan bahwa fakta yang terjadi adalah para hakim agung bersepakat untuk menyerahkan secara sukarela sebesar 40 persen dari hak HPP yang diterima.
“Tidak ada praktik pemotongan honorarium penanganan perkara Hakim Agung yang dilakukan secara paksa dengan intervensi pimpinan MA,” kata Suharto dalam keterangan tertulis, Selasa, (Bang)