Reporter : Rifai
Semarang ( policewatch.news) ,- Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menganggap
keputusan Bawaslu Jawa Tengah yang memvonisnya melanggar netralitas dalam UU
Pemerintah Daerah kebablasan. Ganjar menilai Bawaslu tidak punya wewenang untuk
memutus pelanggaran etika sesuai undang-undang Pemerintahan Daerah. Bawaslu
cukup menangani apakah deklarasi mendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin yang digelar
di Solo melanggar ketentuan UU Pemilu atau tidak.
"Kalau saya
melanggar etika, siapa yang berhak menentukan saya itu melanggar? apakah Bawaslu?
wong itu bukan kewenangannya," kata Ganjar kepada wartawan seusai menerima
kunjungan Duta Besar Indonesia untuk Rusia di Rumah Dinas Puri Gedeh, Semarang,
Minggu (24/2/2019) malam. Menurut politisi 50 tahun ini, yang berhak menentukan
pelanggaran etika sesuai aturan terkait ialah Menteri Dalam Negeri.
Ganjar keberatan jika dia divonis melanggar pasal 1 angka
(3) dan Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. "Lha yang berhak menentukan itu Mendagri. Lho kok
(Bawaslu) sudah menghukum saya, saya belum disidang," katanya. "Semua
orang bertanya, seolah-olah hari ini saya melanggar. Hari ini, Bawaslu offside,"
tambahnya
Ganjar menyatakan jika indikasi pelanggaran pemilu tidak
ditemukan, maka Bawaslu memberikan keterangan sesuai dengan kewenangannya.
"Karena ini sudah menjadi diskursus di publik dan merugikan saya. (Saya
minta) Bawaslu profesional sedikit dong," pungkasnya.
Dalam deklarasi pemenangan pasangan calon Presiden dan calon
wakil Presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin yang dilakukan Gubernur
Jateng Ganjar Pranowo dan 31 kepala daerah di Solo pada Januari 2019 lalu,
Bawaslu menyatakan kegiatan itu tidak melanggar ketentuan kampanye. Namun,
Bawaslu Jawa Tengah memberi catatan bahwa deklarasi itu tetap melanggar aturan.
FX Rudi Siap Dipecat Koordinator Divisi Humas dan Hubungan
Antar Lembaga Bawaslu Rofiuddin, menyatakan, aturan yang dilanggar bukan aturan
kampanye, melainkan netralitas sebagai kepala daerah sebagaimana Pasal 1 angka
(3) dan Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. "Masuk pelanggaran hukum lainnya, dalam hal ini UU
Pemda," kata Rofiudin.
Menurut Bawaslu, sebagai kepala daerah, Ganjar dan 31
kepala daerah lain haruslah menunjukkan sikap netral di tengah masyarakat.
Jabatan kepala daerah adalah unsur penyelenggara pemerintahan di
daerah. Oleh karena itu, sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan
daerah, nama jabatan kepala daerah semestinya digunakan untuk kepentingan
penyelenggaraan pemerintahan daerah semata. "Nama jabatan kepala daerah
tidak untuk kepentingan politik salah satu golongan atau kelompok,"
tambahnya.