PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KESEHATAN

/ 1 Desember 2022 / 12/01/2022 11:17:00 AM

 .


SUMUT.POLICEWATCH.NEWS:

Oleh : Dr,dr. Marlinawati, Mayang Sari Ayu, Deli Teo,Kamis, (30/11/2022).

Perlindungan hukum tenaga kesehatan merupakan perlindungan harkat martabat dan pengakuan hak asasi manusia berdasarkan hukum dari kaidah atau peraturan. Sarana dalam perlindungan hukum terbagi 2 (dua). Pertama perlindungan hukum untuk langkah pencegahan (preventif) dari suatu hal berakibat hukum dan menjamin perlindungan terhadap masyarakat. Kedua perlindungan hukum secara represif yaitu langkah yang digunakan apabila suatu hal berakibat hukum terjadi. 

Menurut Steven J. Heyman, perlindungan hukum memiliki tiga elemen pokok yaitu pertama terkait keadaan individu sebagai warga Negara; kedua terkait dengan hak substantive (hukum menjamin hak individu atas untuk hidup, kebebasan, dan kepemilikan); ketiga terkait penegakkan hak (the enforcement of right) dimana pemerintah mencegah tindakan pelanggaran terhadap hak-hak substantive.

 

 Perlindungan Hukum Masa Pandemi COVID-19

Masa pandemi Corona Virus Disease-19 (COVID-19), membawa sejarah tersendiri bagi dunia kesehatan. Tenaga medis atau tenaga kesehatan berperan penting sebagai garda terdepan menghadapi konflik di masa pandemi COVID-19. Segala resiko tinggi keselamatan dan kesehatan kerja dihadapi dalam penanganan pasien COVID-19. Tenaga kesehatan mengalami ketidakadilan baik perkataan maupun tindakan dari masyarakat. Kesejahteraan mengalami krisis selama pandemi. Sering terjadi salah paham, namun akhirnya berujung mediasi. Terkadang ada kasus terulang disebabkan kurangnya ketegasan hukum dan sanksi buat pelaku agar mendapatkan efek jera.

Pemenuhan dalam perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan pada masa pandemi berupa program Healthcare Workers Security (HWS). Bertujuan mengurangi kasus kecelakaan dan kematian tenaga kesehatan yang bertugas di Indonesia memiliki instrument adanya jaminan, regulasi, serta sanksi. Pemerintah memberi perlindungan hukum dengan memudahkan birokrasi dan pendistribusian alat kesehatan dan alat pelindung diri kepada tenaga kesehatan yang bertugas. Perlu payung hukum jelas dan tegas, agar tenaga medis dan kesehatan mendapatkan perlindungan hukum. Perlindungan tenaga kesehatan pada pasal 8 dan 9 (Undang-Undang No 4/Tahun 1984) tentang Wabah Penyakit Menular. Menyatakan bahwa tenaga kesehatan yang mengalami kerugian diakibatkan upaya penanggulangan wabah dapat diberikan ganti rugi dan diberikan penghargaan atasrisiko yang ditanggung selama bertugas.


Aspek Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kesehatan

Aspek perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan diatur dalam berbagai

instrument undang-undang. Tenaga kesehatan mendapatkan perlindungan hukum

sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan standar prosedur

operasional. 

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan kesehatan merupakan hak asasi manusia. Pasal 28 (UUD 1945) menyatakan setiap orang berhak hidup dan sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Tenaga kesehatan salah satunya adalah kategori tenaga medis (dokter). Seorang tenaga medis selama menjalankan profesinya berdasarkan Undang-Undang Praktik kedokteran No. 29 tahun 2004. Bertujuan memberikan rasa aman bagi banyak pihak.

Dua jenis hubungan hukum antara pasien dan tenaga medis dalam pelayanan kesehatan, pertama hubungan kontrak terapeutik. Hubungan kontrak terapeutik diawali perjanjian (tidak tertulis) kedua belah pihak pasien dan tenaga kesehatan. Kesepakatan dicapai berupa persetujuan atau penolakan tindakan padaa rencana medis. Hubungan kedua adalah hubungan peraturan-perundangan, muncul karena kewajiban dibebankan kepada tenaga medis karena profesinya tanpa perlu perstujuan pasien.

Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Pasal 57 (huruf a) menyebutkan bahwa tenaga kesehatan memperoleh perlindungan hukum Tenaga kesehatan menjalankan tugas berhak mendapat kepastian perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang bernilai moral, nilai kesusilaan dan agama. Mendapat informasi lengkap dan valid tentang pasien sebelum memberi pelayanan. Mendapat imbalan dari jasa memberi pelayanan, serta memperoleh kesempatan mengembangkan kompetensi dalam bidang profesi. Menolak apabila diminta memberi pelayanan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, standar operasional prosedur dan kode etik, sesuai  peraturan perundang-undangan. 


 Perlindungan Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Undang-undang Kesehatan pada pasal 23/Nomor 23 (Tahun 1992), menerangkan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan yang memilki resiko bahaya bagi tenaga medis dan kesehatannya harus menyelenggarakan upaya K3. Resiko terjangkit penyakit di fasilitas pelayanan seperti TB, HIV/AIDS, Hepatitis dan penyakit infeksi lainnya. Resiko kecelakaan kerja seperti paparan baham kimia beracun, gas, ledakan, radiasi, kebakaran, faktor psikis, ergonomis dan faktor cidera lainnya. Seluruh pekerja harus mendapatkan jaminan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). 

Pemerintah seharusnya menetapkan ketegasan hukum dan perlindungan hukum tenaga medis dan kesehatan termasuk didalamnya resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Tanggung-jawab menyediakan sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan terbaik, ada pada pemerintah pusat serta pemerintah daerah, sesuai peraturan pemerintah pasal 6 nomor 47 (Tahun 2016).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) lainnya adalah dilakukan pengaturan jam kerja dalam regulasi bagi tenaga medis dan kesehatan berdasarkan Pasal 77 sampai Pasal 85 Undang-Undang Nomor 13 (Tahun 2003) tentang Ketenagakerjaan, bekerja selama 40 jam dalam satu minggu dan delapan jam per hari untuk lima hari kerja. Demi menjaga stamina dan kondisi mental dibutuhkan aturan jam kerja. Dengan demikian, tenaga medis dan kesehatan dapat memulihkan kondisi kesehatan baik fisik maupun psikis dengan adanya waktu istirahat yang cukup.


Kesimpulan 

Perlindungan hukum yang tegas diatur dalam regulasi hukum dan perundang-undangan di Indonesia. Membuat tenaga medis dan kesehatan dapat fokus dan tenang dalam menjalankan tugasnya. Penyelenggaraan hukum di fasilitas pelayanan kesehatan tidak mudah. Tenaga medis dan kesehatan harus memahami tentang 3 pilar yaitu hukum, disiplin dan etik. Sementara pemahaman regulasi dan hukum berlaku kepada semua masyarakat baik tenaga medis, tenaga kesehatan dan non kesehatan, pasien dan keluarga. 

Pemerintah dapat mendorong tentang hal ini sehingga semua pihak dapat menghindar sengketa medis. Sengketa medis antara tenaga medis dan kesehatan dengan masyarakat sebagai pasien perlu diatur dalam turunan regulasi seperti peraturan daerah. Sehingga di daerah tercipta suatu lembaga sebagai Badan Penyelesaian Sengketa Kesehatan. Apabila masih juga terjadi sengketa medis, masing-masing pihak dapat memahami hak kewajibannya. Sehingga berakhir baik diluar pengadilan melalui mediasi oleh mediator yang disepakati. 

Penulis berterima kasih atas bimbingan Ibu Dr. dr. Irsyam Risdawati, M.Kes dan seluruh dosen di Program Studi Magister Hukum Kesehatan Universitas Panca Budi Medan yang telah banyak memberikan keilmuan tentang hukum kesehatan. Berterima kasih kepada Bapak Dr. Redyanto Sidi, S.H, M.H, CPMed(Kes), CPArb. selaku Ketua Program Studi dan Dosen Pascasarjana Magister Hukum Kesehatan, selalu mengingatkan agar ”Kesehatan Upayakan, Hukum dan Keadilan Tegakkan. Kami masih perlu banyak belajar dari berbagai kasus di bidang hukum kesehatan secara nasional maupun global, dan memahami sengketa medis maupun dugaan kriminalisasi kepada tenaga kesehatan,


Dr.dr Mayang Sari Ayu, MARS, Dr. dr. Deli Teo, SpPK, MARS, dr. Marlinawati Mahasiswa Program Studi Magister Hukum Kesehatan Universitas Panca Budi.(J.A Barus,SH)




Komentar Anda

Berita Terkini