policewatch.news Riau,- Madrasah Aliyah Negeri (MAN) adalah jenis sekolah menengah atas (SMA) yang berada di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag). Jadi, semua MAN di seluruh Indonesia berada di bawah pengawasan dan pembinaan Kementerian Agama.
Kementerian Agama bertanggung jawab atas pengelolaan, Kurikulum, dan berbagai aspek operasional MAN.
Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh praktik pungutan liar yang terjadi di lingkungan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Surat resmi dari Komite MAN I Pekanbaru tertanggal 16 April 2025 mengungkap bahwa siswa kelas XII Tahun Pelajaran 2024/2025 diwajibkan membayar Rp600.000 per orang untuk kegiatan pengukuhan dan pelepasan (kelulusan) siswa siswi yang digelar pada Senin, 21 April 2025 lalu.
Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Komite, H. Sutan Syahril, dan turut dibubuhi tanda tangan panitia orang tua atas nama Yurnalis, menyebutkan bahwa pungutan telah disepakati bersama pihak sekolah, panitia orang tua, dan komite. Pembayaran ditransfer ke rekening Bank Syariah Indonesia atas nama Komite MAN I Pekanbaru.
Namun setelah selesai kegiatan pengukuhan dan pelepasan (kelulusan) siswa siswi MAN I, awak media kembali menyoroti dalam penerimaan membuka pendaftaran siswa baru untuk tahun ajaran 2025/2026. Penerimaan siswa siswi baru ini umumnya disebut sebagai Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) atau Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Dalam proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) atau Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) diduga ada praktik Pungutan Liar (Pungli) ini melanggar peraturan, pendaftaran biasanya dimulai pada bulan Juni dan berlangsung selama beberapa minggu. Namu MAN I sudah membuka pendaftaran pada bulan Apri 2025.
Menurut salah seorang masyarakat / wali murud yang indititas nya tidak ingin di publikasikan menyampaikan, untuk Sistem Penerimaan Murid Baru, setiap siswa siswi yang baru masuk di mintai uang masuk berkisar Rp 8.000.000 sampai Rp 10.000.000, dan ada iyuran perbulannya sebesar Rp 375.000 dengan alasan uang Komite.
“Yang lebih memprihatinkan, praktik pungutan ini bukan yang pertama. Beberapa wali murid menyebut, bahwa pungutan berkedok “Uang Komite” juga telah lama berjalan secara rutin di MAN I Pekanbaru, dengan besaran yang tidak transparan dan tanpa pertanggungjawaban terbuka,” jelas sumber.
Mereka menilai, Kepala Sekolah (Kepsek) tidak bisa lepas dari tanggung jawab, karena seolah memberikan ruang bagi Komite untuk melanggengkan kebijakan yang menyimpang dari aturan,” ujar nya.
“Kalau memungut uang yang melanggar aturan, tetap namanya pungli. Kami minta Kepala MAN I Pekanbaru diperiksa. Tidak mungkin Komite bertindak sendiri tanpa restu dari pihak sekolah,” ungkap salah seorang wali murid lain nya, yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Desakan kepada Kemenag, Masyarakat kini menuntut Kepala Kantor Kemenag Kota Pekanbaru dan Kakanwil Kemenag Provinsi Riau agar tidak tinggal diam. Sudah saatnya ada langkah konkret untuk menghentikan praktik pungutan liar di madrasah negeri, apalagi jika sudah menjadi kebiasaan tahunan.
“Jika dibiarkan, ini jadi preseden buruk dan mencederai rasa keadilan di dunia pendidikan. Jangan sampai siswa siswi dari keluarga kurang mampu dikucilkan hanya karena tak mampu membayar pungutan seperti itu,” ujar salah seorang pengamat pendidikan.
Ketua Harian Lembaga Informasi Data Investigasi Korupsi dan Kriminal Khusus Republik Indonesia (LIDIK KRIMSUS RI), M Rodhi Irfanto SH pada Kamis 17 Juli 2025 di Jakarta mengatakan, kondisi ini sangat memprihatinkan, kembali dipertontonkan dalam dunia pendidikan di Riau, dimana salah satu Madrasah Aliyah Negeri di Pekanbaru ada temuan dugaan pungli. Pasalnya, dalam surat dari komite sekolah yang meminta sumbangan sukarela, disebutkan jumlah nominal.
Baik, sambung Rodhi, kita susun laporan untuk Kementerian Agama (Kemenag). Laporan ini akan mencakup beberapa aspek penting, tergantung apa saja poin-poin yang ada. Laporan ini fokus pada pengutan-pungutan dan anggaran penggunaan Dana Oprasional Sekolah (BOS,-red) MAN I Pekanbaru sesuai informasi masyarakat / wali murid,” terang nya.
Masalah adanya dugaan pungutan liar (pungli) di MAN I, Kita membuat laporan rinci tentang kejadian pungli, termasuk waktu, tempat, pelaku, dan kronologi kejadian. Laporkan ke Kemenag secara langsung dan resmi terkait dugaan adanya pungutan liar . Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, Kita akan menyusun laporan yang baik dan efektif untuk Kemenag.
“Kami tidak bisa menuduh karena ini baru dugaan. Tapi kalau mengarah dan tidak bisa dijelaskan Kepsek dan Kanwil Depag Riau, ini adalah dugaan pungli. Iuran sukarela sudah itu bagaimana, karena ketentuan disebutkan. Ini kan ada iuran yang sudah ditentukan berbeda dengan kata sukarela,” imbuhnya.
Dikatakan nya, sumbangan sukarela semacam ini seringkali dilakukan oleh sekolah unggulan. Faktor banyaknya murid disinyalir menjadi penyebab banyaknya kebutuhan anggaran untuk pelaku kegiatan sekolah. “Tidak ada iuran, karena dianggap kurang menarik. Justru di sekolah yang muridnya banyak. Karena itu tuntutannya juga banyak,” sambung Rodhi
Langkah tegas dari Kemenag, Ossie menilai, bukan hanya menyelesaikan satu kasus, tapi juga menjadi peringatan keras bagi seluruh satuan pendidikan di bawah Kementerian Agama agar kembali pada prinsip penyelenggaraan pendidikan yang bebas biaya, transparan, dan akuntabel.
Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang melarang komite menarik pungutan wajib dari peserta didik atau orang tua, PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 181, yang menyebutkan bahwa satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah tidak boleh memungut biaya dari peserta didik, kecuali ditentukan oleh peraturan perundang-undangan,” tutup Ketua Umum Lembaga Informasi Data Investigasi Korupsi dan Kriminal Khusus Republik Indonesia (LIDIK KRIMSUS RI).
Wartawan mencoba mengonfirmasi melalui pean WhatsApp terkait adanya dugaan pengutan liar kepada Kepsek MAN I Pekanbaru, Norerlinda, M.Pd, tapi mengalami kesulitan, karena tidak ada respons atau tanggapan. sebelumnya upaya untuk menghubungi melalui telepon, pesan singkat, atau mendatangi sekolah tidak membuahkan hasil. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan awak media, karena upaya klarifikasi berita berimbang dan sesuai Kode Etik Jurnalis menjadi terhambat.
Keterbukaan informasi publik adalah hal yang penting. Dalam konteks ini, Kepala Sekolah MAN I Pekanbaru sebagai pejabat publik seharusnya memberikan tanggapan dan informasi yang jelas kepada wartawan agar berita yang berimbang dapat tersampaikan kepada masyarakat. Sampai berita ini diterbitkan Kepsek MAN I Pekanbaru tidak memberikan komentar sepatah kata pun, “diam seribu bahasa”.**Tim**