Policewatch-Lombok Tengah.
Aksi demonstrasi Aliansi Pemuda Lombok Tengah (APLT) di Praya pada 7 Juli 2025, yang menuntut transparansi dan tindakan tegas terhadap maraknya pembangunan vila ilegal di Lombok Tengah, berakhir tanpa hasil yang memuaskan. Meskipun berhasil memaksa dialog langsung dengan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Lombok Tengah, Jalaluddin, demo tersebut justru mengungkap dugaan "perlindungan" terhadap para pelaku pembangunan vila ilegal.
Demo yang diikuti puluhan pemuda dari berbagai desa ini merupakan tindak lanjut dari surat pemberitahuan aksi tanggal 4 Juli 2025. Ketua APLT, Fadli, S.P., dengan nada keras mengecam lambannya penanganan masalah vila ilegal. "Keprihatinan kami terhadap dampak negatif pembangunan vila ilegal terhadap lingkungan dan sosial budaya masyarakat sangat besar. Janji akselerasi penanganan dari Kadis DPMPTSP hanya omong kosong, karena tanpa transparansi data yang memadai, janji tersebut tak lebih dari sandiwara!" tegas Fadli. Ia menekankan betapa pentingnya keterbukaan informasi publik sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah.
Sekretaris APLT, Khairul Rizal, S.I.P., mengungkapkan kekecewaan yang lebih tajam. "Ketidakjelasan data mengenai setidaknya 200 vila ilegal yang kami minta sungguh memprihatinkan. Penolakan akses data tersebut menunjukkan adanya upaya untuk melindungi para pelaku pelanggaran. Ini bukan hanya soal angka, tetapi soal keadilan dan perlindungan lingkungan yang diabaikan!" ujar Khairul dengan nada geram.
Dalam pertemuan dengan masa aksi , Kadis Jalaluddin mengakui adanya masalah vila ilegal, namun hanya memberikan informasi umum mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan, seperti monitoring lapangan, investigasi, dan pemetaan. Ia bahkan menyebut telah melakukan pelaporan kepada pimpinan daerah. Namun, ketika diminta data rinci (nama dan alamat) vila ilegal, Kadis Jalaluddin menolak dengan alasan keterbatasan kewenangan DPMPTSP dan keterlibatan banyak stakeholder. Penjelasan ini dianggap sebagai akal-akalan untuk menghindari transparansi dan menutupi dugaan perlindungan terhadap para pelanggar.
Meskipun Kadis Jalaluddin menjelaskan bahwa sistem perizinan yang ada membuat DPMPTSP hanya melakukan validasi dan penarikan retribusi setelah pembangunan selesai. Hal ini secara terang-terangan menunjukkan kelemahan pengawasan dini terhadap pembangunan yang berpotensi ilegal, membuka celah bagi praktik-praktik yang merugikan masyarakat dan lingkungan.
Meskipun Kadis Jalaluddin berjanji akan mempercepat penanganan, penolakan akses data dan pernyataan mengenai sistem perizinan yang bermasalah menunjukkan kurangnya komitmen pemerintah dalam menyelesaikan masalah ini. Pertemuan berakhir dengan kesepakatan untuk berkoordinasi, namun tuntutan transparansi data dan langkah-langkah konkret penindakan masih jauh dari harapan.
Demo membubarkan diri secara tertib, namun isu ini diprediksi akan terus menjadi sorotan publik dan APLT menegaskan akan terus memperjuangkan transparansi dan keadilan. Dugaan "perlindungan" terhadap vila ilegal oleh dinas terkait akan terus ditelusuri.
Mamen