Ketua DPD AWI Prov. Jabar: *STOP PERSEKUSI DAN KRIMINALISASI JURNALIS.

/ 13 Maret 2022 / 3/13/2022 05:05:00 PM

Majalengka.Policewatch.News:

Rentetan peristiwa yang memprihatinkan, dimana telah terjadi persekusi dan kriminalisasi terhadap wartawan/jurnalis di setiap daerah dan wilayah yang dilakukan oknum dari aparatur pemerintah, kepolisian, OKP, Ormas, LSM, dan atau para pengusaha, semua itu adalah simbol kemunduran mentalitas bangsa Indonesia.

Beberapa peristiwa persekusi dan kriminalisasi terhadap wartawan antara lain;  Penganiayaan terhadap Nurhadi wartawan tempo oleh oknum polisi  ketika menjalankan kerja jurnalistik di Kota Surabaya pada 27 Maret 2021, juga terjadi penganiayaan terhadap Jeffry Barata Lubis selaku Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Mandailingnatal, pada hari Jumat malam (4/3/2022) oleh oknum dari OKP setempat, begitu juga minggu kemarin penganiayaan yang menimpa tiga wartawan saat akan mengkonfirmasi berita terkait Bantuan Sosial di Desa Waluya, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat, Senin (07/03/2022),  dan baru saja kemarin  disinyalir terindikasi adanya tindakan sewenang-wenang oknum Polres Lampung Timur yang melakukan kriminalisasi penangkapan ilegal  terhadap Pimpinan Redaksi media online Resolusitv.Com, Muhammad Indra tidak sesuai SOP dan  prosedur KUHAPidana, selasa  (8/3/22), serta banyak lagi peristiwa-peristiwa di berbagai daerah dan wilayah lainnya.


"Stop persekusi dan kriminalisasi  terhadap jurnalis, kami sudah mulai geram melihat dan mendengar kejadian-kejadian seperti itu." ungkap Aceng Syamsul Hadie, S.Sos., MM. selaku Ketua DPD AWI (Aliansi Wartawan Indonesia) Provinsi Jawa barat, saat mengadakan press release sikap ketua DPD AWI jabar terhadap maraknya persekusi terhadap wartawan bertempat di sekretariat DPC AWI Kabupaten Majalengka pada hari minggu tanggal 13 maret 2022.


"Kami menghimbau dan mengajak semua insan pers untuk bersatu dalam menghadapi peristiwa-peristiwa  seperti ini, kita harus saling menguatkan agar setiap kejadian untuk diproses hukum dan terus kita pantau sampai tuntas," himbaunya.


"Begitu juga kami mengajak dan menghimbau kepada sesama komunitas atau organisasi kewartawanan, bahwa sudah saatnya kita bersatu, bahu membahu dalam melakukan advokasi dan memberikan bantuan hukum secara maksimal kepada wartawan yang teraniaya, sehingga proses hukum sampai tuntas dan kepada pelakunya untuk diberi sangsi yang sepadan atau seberat-beratnya agar menjadi jera dan dijadikan pelajaran bagi yang lainnya," ungkapnya yang sering disapa ayah aceng.


"Sebenarnya peristiwa seperti ini karena disebabkan oleh kepanikan oknum atas kelemahan, penyelewengan, penyalahgunaan tugas dan wewenang yang diembannya, dan bukan karena mereka tidak paham terhadap aturan UU KIP (Keterbukaan informasi Publik) no. 14 Th 2008," Jelasnya.


"Sudah jelas bahwa ruh dari UU KIP (Keterbukaan informasi Publik) no. 14 Th 2008 adalah prinsip keterbukaan informasi. Kami berharap agar jajaran aparatur pemerintah daerah dari tingkat provinsi sampai desa untuk memegang teguh dan menjalankan undang-undang dengan benar dan bertanggung jawab, sesuai dengan UU Pemda no 23 Th 2014 pasal 67 b. Kepala Daerah harus menjalankan peraturan perundangan dalam hal ini UU PERS  No 40 Tahun 1999 dan UU KIP No.14 Tahun 2008. Begitu juga tentang keterbukaan informasi dikuatkan oleh UU Desa no 6 Th 2014 yang mengatur keterbukaan informasi publik tertuang pada pasal  26, 27, 68, dan 86." ungkap Ayah Aceng selaku dosen di salah satu perguruan tinggi.


"Kami menghimbau juga dan mengingatksn  kepada para penegak hukum (pihak kepolisian)  ketika mendapatkan laporan kasus tentang pemberitaan pers, hendaklah berpegang kepada UU PERS No. 40 Tahun 1999, Kode Etik Jurnalistik dan UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik) No. 14 Tahun 2008, agar tidak terjadi kesalahan fatal, misalnya penangkapan jurnalis secara ilegal tanpa SOP yang jelas. Untuk dipahami bahwa didalam Undang-undang Pers tidak diatur tentang pidana penjara atas kesalahan pers khususnya dalam memberitakan suatu peristiwa, tetapi telah diatur mekanismenya yaitu penggunaan hak jawab bagi mereka yang merasa dirugikan atas pemberitaan tersebut." tegasnya.


"Kami sangat prihatin baru saja kemarin terjadi hari sabtu (12/3/22)  peristiwa yang mengagetkan dengan penangkapan Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke ketika melakukan protes atas penangkapan anak buahnya selaku media oleh polres Lampung Timur, karena Wilson merobohkan papan bunga, bukan merusak atau membakar,  dalam sekejap dengan cepat 1 x 24 jam Wilson Lalengke ditangkap dan dijadikan tersangka. Ini adalah perbuatan yang tidak elok dan kurang bijak.  Kejadian ini bisa mengundang reaksi besar dari para insan pers secara nasional." tegas Aceng.


"Pada lain hal,  apabila terjadi persekusi dan kriminalisasi terhadap wartawan itu adalah tindakan pidana karena merupakan perbuatan melawan hukum, yakni pasal 170 KUHP Jo pasal 351 ayat 2 KUHP, yaitu mengenai penggunaan kekerasan secara bersama-sama terhadap orang dan penganiayaan, inipun telah bertentangan dengan pasal 18 ayat 1 UU Pers No 40 Tahun 1999, yaitu tentang tindakan yang menghambat atau menghalangi kegiatan jurnalistik, dimana pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3), maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)." tegas Ayah Aceng mantan anggota DPRD tiga periode di salah satu kabupaten di jawa barat.


"Menurut UU KIP dan  UU Pers bahwa  pentingnya prinsip keterbukaan informasi. Sering saya sampaikan bahwa bukan hanya wartawan tetapi siapa saja baik masyarakat biasa ataupun atas nama kelompok ketika meminta data  dan informasi, maka pemerintah wajib memberitahukan agar terbangun sinergis antar pemerintah dan masyarakat, jadi jelas, bahwa keterbukaan informasi akan mendorong semangat masyarakat ikut berperan aktif dan ikut berpartisipasi bersama pemerintah dalam pembangunan." ungkap Ayah aceng mengakhiri forum press release nya. 


(red).

Komentar Anda

Berita Terkini