Benang Stokel: Kejadian Memanas, Pengelola Bantah Keras Tuduhan "Premanisme", Tekankan Tujuan Sistem Rotasi!

/ 7 Mei 2025 / 5/07/2025 08:52:00 AM

 


Policewatch-Lombok Tengah

Desas-desus mengenai pengusiran wisatawan di destinasi wisata Benang Stokel dan Benang Kelambu  berhembus kencang.  Ketua Pengelola, H. Humaidi,  menegaskan bahwa  tuduhan tersebut  merupakan fitnah dan kebohongan besar.  H. Humaidi,  bersama warga sekitar,  mengungkapkan  kronologi  kejadian  sebenarnya  dan  menjelaskan  sistem  rotasi  warung  yang menjadi inti permasalahan.

"Tiket masuk lokal Rp5.000, mancanegara Rp10.000.  Untuk sewa tempat makan di dalam belum kita pungut, karena belum merata. Itu tujuannya, kalau ada tamu harus dirotasi, ada pembagian biar bisa bayar retribusi.  Tapi, yang dari travel nggak setuju, jadi kesepakatan tahun 2024 sama pedagang kuliner nggak bisa berjalan sampai hari ini. Bahkan, dengan adanya aturan ini, dijadikan keberatan dan permasalahan," ungkap H. Humaidi.rabu 07/05/2025

Ia juga menepis klaim bahwa  tour guide  yang  menolak  sistem  rotasi  diusir.  "Sistem rotasi bukan untuk memaksa wisatawan makan di tempat tertentu. Ini demi keadilan ekonomi bagi para pedagang lokal.  Wisatawan bebas memilih mau makan atau tidak, mau menggunakan jasa guide lokal atau tidak.  Itu hak mereka sepenuhnya," tegasnya.

H. Humaidi  menyatakan  bahwa  sistem  rotasi  telah  dilakukan  selama  dua  minggu  dan  mendapat  dukungan  dari  UMKM  kuliner  lokal.  "Hanya satu yang maju, RM Nirmala. Yang ikut sebagai anggota Sapana (Sahabat Pariwisata Nusantara) itu pendapatan setiap hari melebihi dari tiket masuk dan parkir. Satu grup bayar  maksimal Rp1 juta sampai Rp2 juta, karena travel, supir yang ikut sebagai anggota atau pengurus Sapana diwajibkan belanja di RM Nirmala. Pernah dulu, kita minta retribusi, katanya dia pegang surat hibah tempat rumah makan yang diberikan sama Bapak H. Kadir," jelas H. Humaidi.



Lebih lanjut, H. Humaidi menjabarkan rincian pelaku usaha dan guide lokal yang tergabung dalam pengelolaan wisata tersebut:

- Jumlah pengusaha kuliner di pintu masuk gerbang Geopak: 13

- Di tengah: 8

- Areal Benang Kelambu: 13

- Jumlah guide lokal yang aktif: 75, yang jualan: 40, sama yang di luar kawasan

- Ojek: 90, ongkos ojek PP Rp30.000.  Jasa guide lokal Rp50.000 untuk rombongan 15 sampai 20 orang, menggunakan jasa guide lokal dua orang, ini untuk mengantisipasi kalau ada kecelakaan, dan pertanyaan tamu tentang Geopak, cagar biosfir, kearifan lokal, budaya, konservasi, flora, fauna. Ini dampingi sampai setengah hari, bahkan seharian bagi tamu yang mengunjungi 4 lokasi air terjun, Benang Stokel, dan Benang Kelambu, turun naik bukit, melewati sungai.  Dan tidak ada pemaksaan untuk diharuskan menggunakan guide lokal.

"Nah ini yang jadi dipermasalahkan guide lokal oleh travel, agen pengusaha travel, keinginan supaya guide travel yang langsung bawa tamu langsung tanpa menggunakan guide lokal.  Kita ada aturan yang sama, kita sepakat, kecuali tamu Rusia, Jerman, Jepang yang nggak bisa bahasa Inggris, diperbolehkan guide travel untuk mendampingi," tegas H. Humaidi.

H. Humaidi  menjelaskan  bahwa  retribusi  hanya  diperoleh  dari  tiket  masuk  dan  parkir.  "Warung makan, usaha kuliner, ojek, guide lokal belum bisa ditarik retribusi," jelasnya.

Terkait  bagi  hasil  dari  pengelolaan  pemanfaatan  jasa  lingkungan  wisata  alam,  H. Humaidi  mengungkapkan  bahwa  20%  disetok  tiap  bulan  melalui  KPH  (Kesatuan Pengelolaan Hutan).  "5% untuk kabupaten yang disetorkan melalui Dinas Pariwisata Lombok Tengah.  Namun, Bupati tidak terima pada waktu itu, terlalu kecil karena yang punya wilayah dan setoran dinaikkan menjadi 10%, PNBP 64," jelasnya.

Sisanya  digunakan  untuk  gaji  karyawan,  petugas  kebersihan,  dan  perbaikan tutup H Humaidi. 

Jurnalis 

Mamen

Komentar Anda

Berita Terkini