Reporter : MRI
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas
Polri, Kombes Pol Asep Adi Saputra
"Dari catatan itu, rentang usia korban pelecehan yang terjadi pada anak yakni sekitar 9 hingga 14 tahun. Dan 90 persen di antaranya dilakukan oleh orang terdekat," kata Asep dalam acara Talkshow Polemik Trijaya FM bertajuk 'Child Grooming & Darurat LBGT' di D'Consulate Menteng Jakarta, Sabtu (3/8).
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa angka itu hanya
berdasarkan pengaduan saja. Menurutnya, masih banyak korban yang tak berani
melaporkan peristiwa yang dialami.
"Ini seperti fenomena gunung es, hanya bagian kecilnya saja yang terlihat. Pada persoalan ini, saat terjadi pada anak di bawah umur, banyak yang berpikir panjang untuk lapor, menganggap itu sebagai aib, dan memikirkan perkembangan sosial atau kejiwaan korban," paparnya.
"Karena bisa jadi, pelaku adalah dari orang dekat atau korban mendapatkan ancaman," tambah Asep.
"Ini seperti fenomena gunung es, hanya bagian kecilnya saja yang terlihat. Pada persoalan ini, saat terjadi pada anak di bawah umur, banyak yang berpikir panjang untuk lapor, menganggap itu sebagai aib, dan memikirkan perkembangan sosial atau kejiwaan korban," paparnya.
"Karena bisa jadi, pelaku adalah dari orang dekat atau korban mendapatkan ancaman," tambah Asep.
Asep tak menjelaskan secara rinci terkait persentase
kejahatan seksual terhadap anak dari data total kasus terkait pornografi yang
terjadi sepanjang 2019. Dia hanya mengungkapkan bahwa 50 persen dari jumlah
kasus itu telah mencapai tahap penyelesaian.
"Kendala yang kerap terjadi, pelaku banyak melakukan kejahatan lewat ranah yang sifatnya privat seperti direct message di media sosial dan WhatsApp. Itu yang menjadi persoalan kami bagaimana menembusnya," ujarnya.
Sementara, berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus terkait kejahatan seksual anak pada 2018, tercatat sebanyak 458 aduan.
Dari jumlah itu, 116 aduan merupakan anak sebagai korban kejahatan seksual online, 134 aduan anak sebagai korban pornografi dari media sosial, serta 96 aduan anak sebagai pelaku kejahatan seksual online dan 112 aduan anak merupakan pelaku kepemilikan media pornografi.
"Kendala yang kerap terjadi, pelaku banyak melakukan kejahatan lewat ranah yang sifatnya privat seperti direct message di media sosial dan WhatsApp. Itu yang menjadi persoalan kami bagaimana menembusnya," ujarnya.
Sementara, berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus terkait kejahatan seksual anak pada 2018, tercatat sebanyak 458 aduan.
Dari jumlah itu, 116 aduan merupakan anak sebagai korban kejahatan seksual online, 134 aduan anak sebagai korban pornografi dari media sosial, serta 96 aduan anak sebagai pelaku kejahatan seksual online dan 112 aduan anak merupakan pelaku kepemilikan media pornografi.
Menurut Sitti Hikmawaty yang hadir mewakili KPAI, angka anak
sebagai korban kejahatan seksual pada tahun lalu menurun dibanding dengan 2017.
Pada tahun itu, anak sebagai korban kejahatan online mencapai 126 aduan dan
anak sebagai korban pornografi dari media sosial sebanyak 142 aduan.
"Yang menjadi salah satu penyebab adalah masalah kehidupan sosial ada pergeseran, termasuk teknologi yang borderless," katanya.
"Yang menjadi salah satu penyebab adalah masalah kehidupan sosial ada pergeseran, termasuk teknologi yang borderless," katanya.