Red, POLICEWATCH,- DPR RI mengeluarkan
klarifikasi terkait 12 poin UU Omnibus Law Cipta Kerja hoaks yang beredar di
publik. Namun, dalam klarifikasi tersebut ternyata masih banyak poin yang tidak
dijelaskan secara rinci dan menimbulkan multi tafsir.
LBH Yogyakarta melalui
akun jejaring sosial Twitter milik @LBHYogya membuat merangkum 12 poin catatan
penting dibalik klarifikasi DPR RI soal UU Cipta Kerja.
"Ada 12 poin yang
menjadi catatan penting yang bisa bersama-sama kita gunakan untuk melawan hoaks
Omnibus Law yang diciptakan @DPR_RI dan pemerintah," tulisnya seperti
dikutip Suara.com, Minggu (11/10/2020).
Berikut daftar hoaks
DPR tentang 12 hoaks Omnibus Law:
1. Benarkah uang
pesangon dihilangkan?
Kata DPR:
Uang pesangon tetap
ada.
Faktanya:
Uang pesangon memang
ada, tetapi tidak ada standar minimal pesangon dan uang penghargaan masa kerja,
serta uang pengganti ditiadakan. Pasal 156 ayat 2 ghanya mengatur standar
maksimal pesangon. Jadi pengusaha bebas memberikan uang pesangon di bawah
standar UU Cipta Kerja
2. Benarkah UMP, UMK,
dan UMSP dihapuskan?
Kata DPR:
Upar Minimum Regional
(UMR) tetap ada
Faktanya:
Pasal 88 C hanya
mempertahankan aturan soal UMR. Tetapi UMP dan UMK dihapus. UMK menjadi tidak
wajib karena di pasal itu ada frasa 'dapat'.
Padahal sebelumnya,
bupati/ wali kota punya wewenang memberi rekomendasi dalam penentuan upah
minimum mengingat pemda yang paling memahamo kondisi ekonomi di wilayahnya. Di
Omnibus Law, bupati/wali kota tak lagi punya wewenang itu.
3. Benarkah upah buruh
dihitung per jam?
Kata DPR:
Tidak ada perubahan
dengan sistem yang sekarang. Upah bisa dihitung berdasarkan waktu atau
berdasarkan hasil.
Faktanya:
Dalam Pasal 92 UU
Ciptaker, ketentuan penetapan upah berdasarkan golongan, jabatan, masa kerja,
pendidikan dan kompetensi dihapus. Rumusan skala dan struktur pengupahan untuk
menetapkan upah diubah menjadi berdasarkan waktu (per jam) dan hasil (target).
4. Benarkah hak cuti
hilang dan tidak ada kompensasi?
Kata DPR:
Hak cuti tetap ada.
Cuti wajib diberikan kepada pekerja/buruh yaitu cuti tahunan paling sedikit 12
hari setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus menerus.
Faktanya:
UU Ciptaker menambah
sanksi pidana perburuhan kepada pengusaha yang tidak memberi cuti tahunan.
Namun, pasal yang mengatur istirahat panjang 1 bulan istirahat pada tahun ke-7
dan ke-8 setelah 6 tahun bekerja berturut-turut ditiadakan.
5. Benarkah
outsourcing diganti kontrak seumur hidup?
Kata DPR:
Outsourcing ke
perusahaan alih daya tetap dimungkinkan. Pekerja menjadi karyawan dari
perusahaan alih daya.
Faktanya:
UU Ciptaker menghapus
Pasal 65 dan mengubah Pasal 66 UU Ketenagakerjaan. Implikasinya, jumlah pekerja
dengan kontrak outsourcing akan bertambah karena tidak ada lagi pembatasan
jenis pekerjaan outsourcing.
6. Benarkah tidak ada
status karyawan tetap?
Kata DPR:
Status karyawan tetap
masih ada berdasarkan perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau waktu tidak
tertentu.
Faktanya:
Status karyawan tetap
(KWTT) masih ada tetapi status karyawan kontrak (PKWT) bermasalah. Ketentuan
tentang PKWT diatur dalam Pasal 59 ayat 1b menyatakan, batas perpanjangan 1
kali dan paling lama 2 tahun.
UU Ciptaker menghapus
ketentuan itu, sehingga membuka kesempatan status karyawan kontrak (PKWT) jadi
tidak terbatas.
7. Benarkah perusahaan
bisa PHK sepihak dan kapanpun?
Kata DPR:
Perusahaan tidak bisa
melakukan PHK sepihak (Pasal 90 tentang perubahan Pasal 151 UU 13/2003).
Faktanya:
Pasal 151 UU Ketenagakerjaan
mengatur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah menghindari PHK dengan segala
upaya. Namun, Omnibus Law menghilangkan upaya itu hingga PHK tidak dapat
dihindarkan. Ditambah pasal-pasal lain mempermudah PHK dengan alasan efisiensi.
8. Benarkah jaminan
sosial dan kesejahteraannya hilang?
Kata DPR:
Jaminan sosial tetap
ada. Jaminan tersebut mencakup kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, pensiun,
kematian, kehilangan pekerjaan.
Faktanya:
Jaminan sosial ada dan
ditambahkan jaminan kehilangan pekerjaan. Namun, pengaturan jaminan sosial ini
belum jelas apakah menjadi kewajiban pengusaha atau bukan. Jika bukan, hal ini
akan membebani anggaran pemerintah.
9. Benarkah semua
karyawan berstatus tenaga kerja harian?
Kata DPR:
Status karyawan
tetap masih ada.
Faktanya:
Masih ada status
karyawan tetap (PKWTT), namun ada potensi pengalihan besar-besaran kontrak
pekerja dari PKWTT menjadi PKWT seluruhnya.
10. Benarkah TKA bebas
masuk?
Kata DPR:
Tenaga kerja asing
tidak bebas masuk, harus memenuhi syarat dan peraturan.
Faktanya:
RUU Ciptaker membuka
peluang TKA lebih mudah masuk ke Indonesia karena izin tertulis diganti menjadi
rencana penggunaan TKA (Pasal 42), tidak perlu ada penanggung (Pasal 43) dan
syarat ketentuan jabatan dan kompetensi untuk TKA dihapus (Pasal 44). Dampaknya,
TKA bebas mengisi posisi apapun, termasuk posisi paling rendah.
11. Benarkah buruh
dilarang protes, terancam PHK?
Kata DPR:
Tidak ada larangan.
Faktanya:
Pasal 154A ayat 1 UU
Ciptaker tentang alasan-alasan PHK tidak menyebutkan buruh yang protes akan terancam
PHK.
12. Benarkah libur
hari raya hanya pada tanggal merah dan tidak ada penambahan cuti?
Kata DPR:
Sejak dulu penambahan
libur di luar merah tidak diatur undang-undang tapi kebijakan pemerintah.
Faktanya:
Kebijakan pemerintah
adalah menetapkan tanggal merah atau cuti. Namun, yang harus diperhatikan
adalah UU Ciptaker menghapus konsep 5 hari kerja dan perjanjian istirahat
panjang dikembalikan ke perusahaan. Aturan ini menjadi masalah karena posisi
pekerja lebih emah dibanding perusahaan (Pasal 79 ayat 2 huruf b dan d).