Kornas Penguatan Kelembagaan TRC-PA " Kecam Keras Perbuatan WNA " Yang Aniaya Anak Kandungnya, di Cilacap

/ 9 November 2019 / 11/09/2019 01:38:00 PM
Reporter : AFU
M Rodhi irfanto Koordinator Nasional Penguatan Kelembagaan Tim Reaksi  Cepat Perlindungan Anak (TRC-PA)

Jakarta , POLICEWATCH,- M Rodhi irfanto Koordinator Nasional Penguatan Kelembagaan Tim Reaksi  Cepat Perlindungan Anak (TRC-PA) mengecam keras atas tindakan seorang Warga Negara Asing atau WNA Singapura yang melakukan kekerasan terhadap anak kandungnya di Majenang, Cilacap, Jawa Tengah. pada 25 Oktober 2019 lalu melalui Whatsap kepada redaksi Policewatch 9/11.

Belakangan terkuak, korban kekerasan pria berinisial M ini tak hanya dua anak perempuannya. Istrinya, L, yang dinikahinya secara siri pun menjadi korban kekerasan.
Jalan panjang mesti dilalui dua anak perempuan nahas ini untuk terbebas dari penderitaan yang dirasakan bertahun-tahun.

Rupanya, tak hanya dua kakak beradik ini yang menderita kekerasan. Ibu mereka, L, juga kerap mendapat perlakuan buruk dari suaminya

Bahkan, M sempat bikin gusar masyarakat Majenang. Pasalnya, ia tidak mengaku telah melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Itu makanya, L tak pernah mencegah ketika M melakukan kekerasan terhadap anak perempuannya yang masih SD ini. Sebab, ia pun bisa menjadi korban berikutnya.

Kepolisian menangkap (M) seorang Warga Negara Asing atau WNA Singapura yang melakukan kekerasan terhadap anak kandungnya di Majenang, Cilacap, Jawa Tengah. Kini, pria berusia 58 tahun itu pun ditetapkan sebagai tersangka.

Menurut Catatan Jenis kekerasan terhadap anak teringgi di Cilacap pada 2019 adalah persetubuhan, yang mencapai 23 kasus dengan jumlah korban 24 anak.


 M Rodhi irfanto Koordinator Nasional Penguatan Kelembagaan  Tim Reaksi Cepat Perlindungan Anak (TRC-PA) meminta masyarakat luas untuk membangun gerakan perlindungan anak dengan melibatkan peran serta masyarakat yang bersinergi dengan istansi-istansi terkait juga "Peran serta masyarakat yang masif harus dibuat, begitu juga peran anak karena mereka bisa membangun dan memutus mata rantai itu dengan hak partisipasinya,"paparnya

memutus mata rantai itu, fungsi keluarga harus dikembalikan mengingat selama ini sudah terjadi degradasi ketahan keluarga.

Karenanya, peristiwa kejahatan seksual terjadi karena ketahanan keluarga sudah menurun, dan nilai-nilai kemanusian, solidaritas dan agama dalam rumah juga runtuh. "Akibatnya, ketika ada suguhan pornografi dan sebagainya menjadi pemicu terjadinya kejahatan seksual,"pungkasnya***

Komentar Anda

Berita Terkini