DPRD Sultra: Aneh, Warga Negara Sendiri Dirumahkan Tapi 500 TKA China Mau Didatangkan




Kendari -  DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra) sepakat menolak rencana kedatangan 500 TKA asal China yang akan bekerja di perusahaan PT VDNI, Kabupaten Konawe. Apalagi saat ini Indonesia tengah menghadapi wabah Corona yang berasal dari Wuhan, China.

Penolakan tersebut disampaikan dalam rapat paripurna di gedung DPRD Sultra, Rabu (29/4/2020). Ketua DPRD Sultra Abdurahman Saleh mengatakan kebijakan tersebut diambil bukan karena anti-China.

"Jadi bukan karena anti-Tiongkok, tapi saat ini ada pandemi dan kita tahu asalnya itu dari Wuhan jadi kita antisipasi," kata Abdurrahman Saleh.

Abdurrahman Saleh menegaskan akan memimpin aksi penolakan jika 500 TKA dipaksakan tetap datang ke Sultra. "Saya pimpin langsung aksi jika dipaksa datang," tuturnya.

Hal senada juga dikatakan Herry Asiku, unsur pimpinan dari Partai Golkar. Dia menilai jika kedatangan 500 TKA dipaksakan maka akan membawa kerusuhan.

"49 saja yang masuk waktu lalu gemparnya bagaimana, apalagi kalau 500 TKA yang masuk," katanya.

Pimpinan dan juga mewakili Fraksi Demokrat, Endang SA menegaskan tidak ada alasan mendatan di tengah pandemi saat ini. "Kami dari Fraksi Demokrat secara tegas menolak rencana kedatangan 500 TKA ke Sultra," ujar Endang.

Dia memaparkan, sebelumnya menhub telah mengeluarkan pelarangan sejak 2 Februari lalu. Semua orang yang pernah transit di Tiongkok tidak dibolehkan masuk ke Indonesia. Maka, katanya, aneh jika saat ini dipaksakan kedatangan 500 TKA ke Sultra.

Sementara, Sudirman dari Fraksi PKS menilai rencana kedatangan 500 TKA China itu aneh. Sebab, tenaga kerja lokal dirumahkan karena wabah Corona

"Ini menjadi aneh, tenaga kerja lokal kita rumahkan lalu TKA didatangkan dari luar, ini tentunya sedih sekali," tuturnya.
Reporter : AAM

Jelang Lebaran Kelurahan Simpang Selayang Bersama Kepolisian Adakan Razia Masker Dan Pekat


dok : mpw

Media Police Watch news Sumatera Utara. Disaat sekarang ini kita sebagai bangsa yang kuat dan hebat dalam menjalin kesatuan dan persatuan maka sistem ini harus kita terapkan  dengan betul kepada Rakyat Indonesia keseluruh penjuru bumi NKRI untuk membiasakan hidup bersih dan sehat, jaga jarak bicara, serta hindari kontak fisik secara langsung agar virus corona dapat kita singkirkan dari bumi Indonesia. Dan  memang harus kita putuskan mata rantai covid 19 agar bangsa Indonesia selamat dari wabah tersebut. 

Oleh sebab itu Lurah Simpang Selayang, Medan, Sumatera Utara pada hari Kamis (30/04/2020) jam. 22.00 WIB sampai dengan selesai Lurah Simpang Selayang A. B MANALU, S.STP, M.SP bersama jajarannya serta Bhabinkamtibmas Aiptu. Husain, Bripka. Prananta Bangun dan dari TNI turut serta Babinsa yaitu Serma. Edy Tia Santosa juga hadir para jajaran ASN dan kepala lingkungan Kelurahan Simpang Selayang dalam melaksanakan kegiatan razia masker dan Pekat. 

Kegiatan razia tersebut bertujuan untuk memberikan himbauan serta teguran keras kepada para PSK yang masih gentayangan pada malam hari serta tidak memakai masker. Sementara pemerintah bekerja keras untuk memutus mata rantai covid 19 agar hilang dari bumi Indonesia khususnya.  dan juga kepada warga warga yang masih saja berkeliaran di luar rumah tanpa ada keperluan yang penting dan tidak menggunakan masker. Teguran tersebut demi untuk menjaga kesehatan bersama dan kita semua terhindar dari bahaya virus covid 19.

Kegiatan razia ini direncakan akan terus rutin dilakukan terkait instruksi dari Bapak Plt Wali Kota Medan terkait penanganan dan pencegahan penyebaran covid 19 di Kota Medan khususnya. Serta sebagai salah satu langkah yang cepat dalam menindak lanjuti laporan dan keluhan warga perihal keberadaan PSK di sepanjang jalan setia budi, Kelurahan Simpang Selayang, Medan, Sumatera Utara.

Kegiatan razia ini akan terus dilaksanakan di sepanjang jl. Setia Budi, Kelurahan Simpang Selayang, Medan, Sumatera Utara guna untuk mengantisipasi, menghambat, dan memutuskan mata rantai virus covid 19 yang sangat berbahaya dan meresahkan seluruh ummat manusia dimuka bumi. Dengan terus digalakkannya razia tersebut dan terus menghimbau kepada semua masyarakat untuk selalu hidup bersih, sehat, terjaga jarak bicara, dapat menghindari kontak fisik secara langsung maka masyarakat akan terhindar dari virus covid 19 atau corona yang sangat meresahkan bangsa yang ada dimuka bumi ini. (Jhon Arizon Barus, SH).

Irjen Pol Eko Indra Heri Jabat Kapolda Sumsel Ini Wong Kito


Irjen Pol Eko Indra Heri 


JAKARTA| POLICEWATCH, -  Kapolri Jenderal Idham Azis melakukan mutasi besar- besaran sesuai surat telegram Kapolri nomor : /ST/1337/V/KEP/2020, ada 271 Perwira Tinggi (Pati)hingga Perwira Menengah (Pamen) dimutasi.

Salah satunya putera daerah Sumatra Selatan Irjen Pol Eko Indra Heri menjabat Kapolda Sumsel, menggantikan Irjen Pol Widyanto menduduki jabatan barunya sebagai Sahlisosbud Mabes Polri,

Jendral berbintang dua Eko Indra Heri, ia pernah menjabat Kapolres Lahat, karirnya terus menanjak hingga menjabat terakhir As SDM Mabes Polri, dan sekarang ditunjuk sesuai surat telegram Kapolri, diangkat menjabat Kapolda Sumsel,

Posisi Eko Indra Heri digantikan oleh Brigjen Pol Sutrisno Yuda Hermawan sebelumnya beliau menjabat Kapolda Riau.

Reporter : Bambang.MD

Camat Mulak Ulu , Bagikan 2000 Masker Gratis Dampak Covid 19

Camat Mulak Ulu, Sumarno



LAHAT| POLICEWATCH. Camat Mulak Ulu, Sumarno akan bagikan masker 2000 secara gratis kepada masyarakat di Kecamatan Mulak Ulu, akibat mewabahnya covid 19 yang terjadi di Indonesia,

Saya sebagai camat menghimbau kepada warga saya untuk menggunakan masker, apabila berpergian, dan selalu cuci tangan menggunakan sabun, bila tidak perlu jangan keluar rumah untuk memutus mata rantai penularan covid 19. terang" Camat selaku Dewan Kehormatan IWO Lahat kepada POLICEWATCH, Jumat (1/5)

Sumarno menambahkan,  saya selaku camat Mulak Ulu, pembagian masker secara gratis untuk membantu program pemerintah daerah dalam penanganan covid 19, agar masyarakat aman dari terjangkit virus yang mematikan ini, sekali lagi saya menghimbau agar tetap menggunakan masker demi menjaga kita semua dari dampak pandemi covid 19 " terangnya


Reporter : Bambang.MD 

Disangka Meninggal Karena Corona, Ratusan Warga Pamengpeuk Garut Gerudug Kantor Kecamatan, dr. Ema : Mohon Maaf Almarhum Negatif Covid-19??

DOK : MPW

GARUT, POLICEWATCH.NEWS – Pasca meninggalnya salah satu pegawai PT. Cilegon Fabricators yang berinisial JN bagian Painting Section pada Senin, 27 April 2020 di RS. Sari Asih-Serang dan merupakan warga Kecamatan Pamengpeuk Kabupaten Garut, menambah catatan merah pada pemerintah atas dugaan ketidak terbukaan dan kurang profesionalnya petugas medis daerah yang ada di Kecamatan Pamengpeuk dalam melaksanakan tugas medis menurut keilmuannya membuat keluarga korban dan warga menggeruduk Kantor Kecamatan Pamengpeuk malam tadi, Kamis (30/4/2015).

Sebelumnya, muncul pemberitaan di beberapa media yang menyebutkan almarhum JN meninggal karena terjangkit Covid-19 serta keluarga korban disebutkan nekat membawa pulang almarhum dengan alasan sakit jantung.

“Keluarga korban dari pasien positif corona yang meninggal dunia di Tangerang, nekat membawa jenazah pulang ke rumah untuk dimakamkan. Peristiwa ini terjadi saat pihak keluarga asal Kecamatan Pamengpeuk membawa pulang jenazah dengan alasan sakit jantung dari rumah sakit. Bahkan pihak rumah sakit Tangerang membawa pulang jenazah tidak dengan prosedural kesehatan, bahkan wakil Bupati Garut pun menyampaikan penyesalannya,” dikutip dari pemberitaan salah satu media.

Wakil Bupati Garut dr. Helmi Budiman mengatakan Informasi yang didapat, Satgas Posko Covid-19 Pameungpeuk awalnya tidak tahu. Namun pas mau apel, ada kabar dari salah satu dokter Puskesmas Pamengpeuk, bahwa ada jenazah dari Kota Tangerang menuju Pamengpeuk Garut.

 Setelah di telusuri dan berkoordinasi dengan pihak RS di Tangerang ternyata jenazah ini positif Covid-19, ujar Wakil Bupati Garut, Senin (27/04) malam, dikutid dari salah satu media.

Sementara Kamis (30/4/2020) malam, ratusan warga Kecamatan Pamengpeuk menggeruduk kantor Kecamatan Pamengpeuk meminta penjelasan dan pertanggungjawaban atas tersebarnya kabar yang dianggap menyesatkan atau Hoax. Dalam beberapa rekaman video, Nampak Camat Kecamatan Pamengpeuk Jeje Zaenal Abidin S, S.TP M.Si didampingi muspika memberikan penjelasan kepada keluarga dan warga.

“Saya Camat Pamengpeuk mengucapkan terima kasih kepada semua warga yang telah berkumpul dengan tertib, mudah-mudahan sampai selesai. Kemudian tadi setelah magrib kami bermusyawarah, berdiskusi dengan tim medis atau perwakilan Kabupaten Garut dengan perwakilan keluarga terkait dengan musibah meninggalnya almarhum, diharapkan pihak keluarga mendapatkan informasi yang  tentunya lengkap dan sesuai dengan fakta,” kata Camat Pamengpeuk Zaenal Abidin dihadapan ratusan warga, Kamis malam.

Lanjut Zaenal Abidin, Mungkin untuk hasilnya sebagaimana kemarin kami (Camat Pamengpeuk)) informasi itu diterima dari tim medis, dari dokter yang ahlinya, sekarangpun pernyatan pun akan disampaikan oleh tenaga medis oleh dr. Ema.

Ditempat yang sama, dr. Ema selaku Kepala Puskesmas menyampaikan melalui pengeras suara beribu-ribu maaf kepada warga pamengpeuk.

“Saya melakukan keputusan pernyatan bahwa almarhun bapak JN melihat dari hasil  tes torak terindikasi covid-19, sebagai bahan pertimbangan kehati-hatian saya penanggung jawab medis di Puskesmas Pamengpeuk saya bersama tim Covid-19 membuat keputusan untuk melakukan pemulasaraan berdasarkan prosedur covid-19, demi kemaslahatan semua masyarakat Pamengpeuk,” kata dr. Ema.

Lanjutnya, setelah berkomunikasi dengan dokter di Krakatau stell, beliau menyatakan bahwa almarhum, sesuai hasil pemeriksaan dari rumah sakit Sari Asih tidak terindikasi Covid-19. Untuk itu, kata dr. Ema melanjutkan, kepada seluruh masyarakat Pamengpeuk bila mana ada yang dirugikan oleh keputusan yang telah saya buat, saya menghaturkan mohon maaf dan kepada warga yang merasa dirugikan saya memohon maaf, ucapnya.

Hingga berita ini diturunkan, tim.masih melakukan konfirmasi dan meminta penjelasan dari piha-pihakn yang terkait. (Dera taopik)

IPW : Ada Tiga Gerbong Besar yang Bergerak Dalam Mutasi Besar-Besaran Polri Kali ini

SIARAN PERS
Ketua Presidium Indonesia Policewatch  Neta S Pane

IPW hanya mengingatkan mutasi ini harus bisa menjadikan polri benar benar promoter

 Jakarta POLICEWATCH,-  Mutasi besar besaran kali ini yang dilakukan Polri adalah hal biasa untuk penyegaran organisasi di kepolisian. Namun IPW melihat dalam mutasi ini ada tiga gerbong besar yang bergerak, yakni naiknya orangnya Jokowi menjadi Kapolda jateng, naiknya orang orangnya Idham Azis di antaranya menjadi Kapolda Kalteng dan Kapolda Jatim serta naiknya orangnya Budi Gunawan menjadi jenderal bintang tiga, Hal ini disampaikan Ketua Presidium Indonesia Policewatch  Neta S Pane melalui Siaran Pers nya 01/05/2020

Naiknya orangnya Jokowi menjadi Kapolda Jateng ini cukup fenomenal bagi dinamika Polri. Sebab Ybs bukanlah alumni akademi kepolisian. 

Jika melihat cepatnya karir Ybs melesat setelah menjadi panitia pengamanan pernikahan putri Jokowi di solo, Sepertinya Ybs sedang dipersiapkan Jokowi untuk menjadi calon Kapolri ke depan. 

Bisa jadi akan dipersiapkan menggantikan Idham Azis. Dari mutasi besar kali ini yang paling fenomenal dalam penilaian IPW, adalah naiknya wakapolda Jateng menjadi Kapolda. Sekaligus hal ini menandai untuk pertama kalinya figur non Akpol tampil menjadi Kapolda Jateng. 

Fenomena lain adalah naiknya mantan ajudan presiden SBY menjadi jenderal Bintang tiga dan menjabat posisi strategis, yakni Kabaintelkam. 

Biasanya posisi Kabaintelkam selama ini dipegang oleh figur yang dekat dengan kekuasaan karena menyangkut kemampuan analisa keamanan dan cipta kondisi bagi situasi Kamtibmas dan kelanggengan kekuasaan. 

IPW belum mendapat info A, kenapa mantan ajudan Presiden SBY bisa tampil menjadi Kabaintelkam Polri di era Presiden Jokowi.

Fenomena yang tak kalah menarik adalah digesernya Kapolda Jatim ke posisi wakalemdikpol. Padahal di masa pilpres 2019, Jatim sangat aman dan kondusif serta memberikan suara kemenangan yang signifikan bagi kemenangan Jokowi dalam perolehan suara. 

Jadi pertanyaan memang, Kenapa Kapolda Jatim tergeser ke wakalemdikpol, sementara ada Kapolda yang "tidak berdarah darah" di pilpres 2019 dinaikkan jadi bintang tiga. 

Fenomena ini sangat ironis, jika dilihat lagi bahwa Pangdam Brawijaya belum lama ini naik posisi menjadi jenderal bintang tiga.

Mutasi kali ini juga membawa sejumlah teman teman satu Angkatan Akpol dengan Idam Azis bergeser ke tempat strategis. Begitu juga beberapa alumni Densus 88 bergeser ke tempat strategis. Di sisi lain ada beberapa orangnya Tito Karnavian tergeser dan ada yang masih bertahan di posisi strategis.

IPW hanya mengingatkan mutasi ini harus bisa menjadikan polri benar benar promoter, karena tantangan polri ke depan cukup berat. Dampak pademi Covid 19 telah membuat banyak pihak terpuruk ekonominya, ancaman PHK di depan mata, berbagai industri makin terkapar, dan kesulitan ekonomi makin parah jika wabah Covid 19 tidak berkesudahan. 

Artinya, ke depan polri tidak sekadar menghadapi tingkah pola para kriminal tapi ancaman konflik sosial sebagai dampak pademi Covid 19, patut dicermati. Apalagi saat ini sudah ada pihak yang menamakan dirinya Anarko yang memprovokasi massa untuk membuat kerusuhan. Sehingga intelijen kepolisian dituntut bekerja keras untuk melakukan antisipasi dan deteksi dini.**(Bambang MD)

Salam
Neta S Pane
Ketua Presidium Ind Police Watch

Sejarah dan Kisah Karomah Syekh Jumadil Kubro

 
ilustrasi Syekh Jumadil Kubro 

Oleh : M Rodhi irfanto
Red, POLICEWATCH,- Syekh Jumadil Kubro merupakan seorang ulama besar yang berasal dari Samarkand, Uzbekistan, Asia Tengah. Dia adalah salah satu tokoh penting dalam penyebaran agama Islam di Nusantara dan konon merupakan keturunan ke-10 dari al-Husain, cucu Nabi Muhammad SAW.

Dalam beberapa babad dan cerita rakyat Syekh Jumadil Kubro diyakini sebagai bapak para Wali Songo. Karena beberapa Wali Songo, yaitu Sunan Ampel (Raden Rahmat) dan Sunan Giri (Raden Paku) konon adalah cucunya. Bagi Sunan Bonang dan Sunan Drajad, Syekh Jumadil Kubro adalah buyutnya. Sementara Sunan Kudus adalah cicitnya (keturunan keempat).

Bahkan makam atau petilasan dari Syekh Jumadil Kubro diyakini berada di sejumlah tempat diantaranya di makam Troloyo yang berada satu lokasi dengan situs Trowulan Majapahit, Mojokerto; di Jalan Arteri Yos Sudarso No 1 Kelurahan Terboyo Kulon, Kecamatan Genuk Kota Semarang; di Dusun Turgo (dekat Plawangan, Kaliurang), Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman; di Parangtritis Gunungkidul, Yogyakarta dan di Wajo, Makassar, Sulawesi Selatan.

Selama berdakwah di Nusantara Syekh Jumadil Kubro kerap mendapat tantangan dan kesulitan. Dalam beberapa literatur Syekh Jumadil Kubro yang merupakan salah satu ulama besar di zamannya ini kemudian menghadap ke Sultan Muhammad I sebagai penguasa kekhalifahan Turki Ustmani saat itu.

Setelah berkonsultasi dengan Syekh Jumadil Kubro, Sultan Muhammad I lalu mengundang beberapa tokoh ulama dari wilayah Timur Tengah dan Afrika yang memiliki karomah guna membantu perjuangan dalam menyiarkan agama Islam di Nusantara. Mereka terdiri atas sembilan orang ulama yang kemudian disebut Wali Songo.

Setelah berkonsultasi dengan Syekh Jumadil Kubro, Sultan Muhammad I lalu mengundang beberapa tokoh ulama dari wilayah Timur Tengah dan Afrika yang memiliki karomah guna membantu perjuangan dalam menyiarkan agama Islam di Nusantara. Mereka terdiri atas sembilan orang ulama yang kemudian disebut Wali Songo.

1. Maulana Malik Ibrahim, ahli Tata Negara dan pengobatan. Berdakwah di Jawa Timur.
2. Maulana Ishak dari Samarkhan beliau putra dari Sayyid Jumadil Kubro, ahli pengobatan. Berdakwah di Jawa Timur.
3. Maulana Jumadil Kubro, ahli militer. Berdakwah di lingkungan Kerajaan Majapahit.
4. Maulana Ahmad al Maghroby (Sunan Geseng) terkenal sebagai orang yang kuat dan sakti berdakwah di Jawa tengah.
5. Maulana Malik Isroil ahli mengatur Negara. Berdakwah di Jawa Tengah.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar ahli pengobatan dan pertanian. Berdakwah di Jawa Tengah.
7. Maulana Hasanuddin, berdakwah di Jawa Barat .
8. Maulana Alayuddin berdakwah di Jawa Barat dan Banten.
9. Syekh Subakir dari Persia (Iran) ahli supranatural (tumbal tanah angker, mengusir jin setan), tugasnya di Pulau Jawa. Di kembali ke negerinya Persia 1462 M setelah selesai tugasnya.

Rombongan Wali Songo periode I ini menunjuk Syekh Maulana Malik Ibrahim sebagai mufti (pemimpin).

Lalu Syekh Jumadil Kubro datang ke Nusantara bersama rombongan Wali Songo yang membuat semakin geramnya kekuatan gaib yang selama ini menguasai Pulau Jawa sebagai pusat Nusantara saat itu.

Melihat situasi keangkeran pulau Jawa yang semakin menjadi-jadi, Syekh Maulana Malik Ibrahim selaku mufti Wali Songo yang pertama ini memberikan tugas kepada Syekh Subakir salah satu anggota Wali Songo yang ahli dalam bidang metafisika (ahli mengusir jin, setan, genderuwo dan sejenisnya) untuk segera melakukan tugasnya memasang tumbal pada daerah-daerah angker di Pulau Jawa sehingga dapat melumpuhkan kekuatan-kekuatan gaib yang selama ini menguasai pulau Jawa. 

Setelah Syekh Subakir memasang tumbal di puncak Gunung Tidar, Magelang, selanjutnya Syekh Jumadil Kubro dan semua wali membagi tugas dakwah mereka. Syekh Jumadil Kubro memilih wilayah dakwah di lingkungan kerajaan Majapahit

Karena pengaruhnya dalam memberikan pencerahan, maka Syekh Jumadil Kubro disegani para pejabat Kerajaan Majapahit. Syekh Jumadil Kubro diyakini selain menyebarkan ilmu agama juga menurunkan ilmu kedigjayaan bagi para murid-muridnya.

Sehingga tak heran saat wafat, konon Syekh Jumadil Kubro dimakamkan diantara makam pejabat Kerajaan Majapahit seperti Tumenggung Satim Singgo Moyo, Kenconowungu, Anjasmoro, Sunan Ngudung (ayah dari Sunan Kudus) dan beberapa patih serta senopati lainnya.

“Sebagaimana sejarahwan sepakati, bahwa dakwah Islam di Nusantara, khususnya yang dibawa para Wali, bercorak khas; sangat damai, adaptif dengan kebudayaan setempat, dan kental tradisi tasawwuf. Bukan tidak mungkin, karena narasi ilmu para pendakwah di Nusantara, bersumber dari satu tradisi, atau mungkin dari satu orang.” 

Dari serangkaian nama para tokoh perintis yang menyebarkan Islam di Nusantara, nama Syeik Jumadil Kubra adalah salah satu sosok terpenting. Sebagian besar pendapat menyakini, bahwa beliaulah bapak para wali di Nusantara dan Asia Tenggara. Tapi sampai sekarang, masih terjadi perselisihan di antara para sejarawan tentang kisah hidup beliau. Bahkan identitas aslinya pun masih simpang siur. Uniknya, nama beliau hidup dalam tuturan masyarakat, dan terlacak pula dalam dokumen-dokumen kuno nusantara, seperti babat tanah jawi dan ditulis oleh para peneliti asing.

Salah satu masalahnya, belum ada satu bukti arkelogis yang cukup otentik untuk menyibak kabut identitas sosok yang bernama Syeik Jumadil Kubra, seperti makam atau prasasti. Alih-alih, makam beliau bertebaran cukup banyak di pulau Jawa, bahkan sampai di Sulawesi. Semua makam-makam ini oleh penduduk setempat diyakini sebagai makam Syeik Jumadil Kubro, dan masih tetap di ziarahi hingga hari ini.

Di Semarang, sebuah makam tua yang terletak di antara Tambak dan Terboyo, diyakini penduduk sebagai maka Syeik Jumadil Kubra. Demikian juga di Desa Turgu, di lereng Gunung Merapi, terdapat juga makam yang diyakini sebagai makam Syeik Jumadil Kubra. Dan yang paling terkenal, dan dianggap cukup otentik, adalah makam di daerah Mojokerto, Jawa Timur. Terakhir, sebagian masyarakat juga meyakini makam Syeik Jumadil Kubra ada di Tosora Kecamatan Majauleng, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.

MAKAM SYEKH JUMADIL KUBRO DI JALAN ARTERI YOS SUDARSO KECAMATAN GENUK KOTA SEMARANG RAMAI DIKUNJUNGI PEZIARAH DARI BERBAGAI DAERAH. 

MAKAM TUA DI BUKIT TURGO, YANG DIPERCAYA SEBAGAI MAKAM SYEIK JUMADIL KUBRA


 
MAKAM YANG DIPERCAYA SEBAGAI PUSARA SYEIK JUMADIL KUBRA DI WAJO, SULAWESI SELATAN. MASYARAKAT DI WAJO, LEBIH MENGENAL BELIAU DENGAN NAMA SYEIK JAMALUDDIN HUSEIN AL AKBAR.

Di Wajo, Sulawesi Setalan, masyarakat setempat cukup menyakini makam tersebut sebagai makam Syeik Jumadil Kubra, terlebih ketika makam ini pernah juga diziarahi oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Hal ini juga diperkuat oleh penuturan sejarawan bernama Martin Van Bruinessen, yang mengatakan ada kemungkinan makam Syeik Jumadil Kubra yang asli justru terletak di Wajo, karena jejak terakhir dakwah beliau adalah di kawasan Kerajaan Gowa.

Tapi sayangnya, diantara sekian banyak makam tersebut di atas, tidak ada satupun bukti ataupun informasi arkeologis yang cukup akurat yang bisa dijadikan rujukan untuk melacak jejak dakwah Syeik Jumadil Kubro. Inilah salah satu hal yang buat identitas beliau tetap samar.

Bila ditilik dari namanya, menurut Martin Van Bruinessen yang dikutip oleh Agus Sunyoto, nama Jumadil Kubro sendiri adalah penamaan yang tidak lazim dalam kaidah bahasa Arab. Kata Arab “Kubra” adalah kata sifat dalam bentuk mu’annas(feminim), bentuk superlatif (ism tafadhil) dari kata “kabir” yang berarti besar. Bentuk kata mudzakkar (maskulin) yang sesuai adalah akbar. Martin menilai aneh, kata al-Kubra menjadi bagian nama seorang laki-laki. Karena itu ia berpendapat nama Jumadil Kubra adalah penyingkatan nama Najumuddin al-Kubra yang dihilangkan bunyi suku kata pertamanya, sehinga menjadi Jumadil Kubra.

Secara garis besar, terdapat dua versi cerita terkait sosok Syeik Jumadil Kubro, yaitu versi babat lokal dan sejarawan asing, dengan versi para sayyid/habaib. Kedua versi tersebut sengaja kita bedakan, kerena miliki struktur narasi masing-masing, yang kurang elok bila dicampur. Meskipun dalam beberapa aspek, kedua versi tersebut bisa jadi saling mengisi, tapi di sini lain saling bersilang pendapat. Untuk itulah kedua versi tersebut kita paparkan secara terpisah.

Agus Sunyoto dalam karyanya, berjudul Atlas Walisongo, cukup apik meramu informasi dari babat lokal ini. Menurut Babat Tanah Jawi, Syeik Jumadil Kubra adalah sepupu dari Sunan Ampel. Beliau hidup sebagai seorang petapa di sebuah hutan di dekat Gresik. Keberadaannya sebagai petapa juga tersebut dalam legenda masyarakat di lereng Gunung Merapi. 

Dalam legenda tersebut dikatakan bahwa Syeik Jumadil Kubra adalah seorang wali asal Majapahit yang menjadi petapa di hutan lereng Gunung Merapi. Beliau dipercaya mencapai usia sangat tua, hingga sempat menjadi penasehat dari Sultan Agung.

Dalam Kronika Banten, sebagaimana dikutip oleh Agus Sunyoto, Syeik Jumadil Kubra digambarkan sebagai nenek moyang Sunan Gunung Jati. Dikisahkan bahwa seorang putra Syeik Jumadil Kubra yang bernama Ali Nurul Alam tinggal di Mesir. Ali Nurul Alam memiliki putra bernama Syarif Abdullah, yang kemudian memiliki anak bernama Syarif Hidayatullah, atau yang dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Sementara itu, menurut Babat Tanah Cirebon, tokoh Syeik Jumadil Kubra dianggap sebagai leluhur Sunan Gunung Jati dan wali-wali lain seperti Sunan Bonang, Sunan Ampel, dan Sunan Kalijaga. Hal yang kurang lebih sama juga dituturkan dalam Kronika Gresik, dimana Syeik Jumadil Kubra dikatakan memiliki hubungan darah dengan Sunan Ampel dan tinggal di Gresik. Putra Syeik Jumadil Kubra yang bernama Syeik Maulana Ishak dikirim ke Blambangan untuk melakukan islamisasi di sana. Sebagaimana diketahui, Syeik Maulana Ishak sendiri merupakan ayah dari Sunan Giri. Dengan kata lain, Syeik Jumadil Kubra adalah kakek dari Sunan Giri.

Berbeda dengan babat lokal, menurut Raffles dalam The History of Java, yang mencatat kisah-kisah legenda dari Gresik, Syeik Jumadil Kubra disebutkan sebagai guru dari Sunan Ampel, bukan nenek moyang para wali sebagaimana disebut oleh babat lokal. Dikisahkan, Raden Rahmat yang kelak dikenal sebagai Sunan Ampel, pertama-tama datang dari Champa ke Palembang dan kemudian meneruskan perjalanan ke Majapahit. Mula-mula Raden Rahmat ke Gresik, dan mengunjungi seorang ahli ibadah yang tinggal di Gunung Jali, bernama Syeik Molana Jumadil Kubra. Syeik Molana Jumadil Kubra kemudian menyatakan bahwa kedatangannya telah diramalkan oleh Nabi Saw bahwa keruntuhan agama kafir telah dekat dan Raden Rahmat dipilih untuk mendakwahkan Agama Islam di Pelabuhan timur Pulau Jawa.

Jadi berdasarkan babat lokal, bisa dikatakan bahwa Syeik Jumadil Kubra memiliki hubungan darah dengan para Walisongo, kecuali Maulana Malik Ibrahim. Menurut Muhammad Sulton Fatoni, dalam Buku Pintar Islam Nusantara, Syeik Jumadil Kubra menyebarkan Islam di Nusantara setelah wafatnya Maulana Malik Ibrahim pada tahun 882H/1419 M, dan sebelum Raden Rahmat atau Sunan Ampel yang baru tiba di Jawa beberapa dasawarsa setelahnya. 

 Artinya munurut versi ini, kiprah dakwah Syeik Jumadil Kubra di pulau Jawa berlangsung di sekitar paruh pertama abad ke-15.

Terkait dengan apa yang disampaikan oleh Raffles, sebenarnya tidak mengubah substansi dari tentang identitas Syeik Jumadil Kubra. Sekurang-kurangnya, kita bisa memaknai, bahwa selain bapak para wali, Syeik Jumadil Kubra merupakan sumber ilmu keIslaman di Nusantara. Sebagaimana sejarawan sepakati, bahwa dakwah Islam di Nusantara, khususnya yang dibawa para Wali, bercorak khas; sangat damai, adaptif dengan kebudayaan setempat, dan kental tradisi tasawwuf. Bukan tidak mungkin, karena narasi ilmu para pendakwah di Nusantara, bersumber dari satu tradisi, atau mungkin dari satu orang

Cerita lain
MAKAM SYEIK JUMADIL KUBRA DI TROWULAN, MOJOKERTO, JAWA TIMUR
 Di Jawa, nama ulama ini kalah tenar dibandingkan Wali Songo. Namun tanpa dia, tidak mungkin ada Wali Songo. Dialah Sayyid Hussein Jumadil Kubro. Seluruh Wali Songo adalah anak cucunya. Yuk, ziarahi makamnya di Mojokerto!

Trowulan di Mojokerto tak hanya terkenal dengan peninggalan Kerajaan Majapahit. Di sini ada sebuah kompleks makam Islam kuno sejak abad ke-14 masehi, dimana terdapat makam Syekh Jamaluddin Al Husain Al Akbar alias Sayyid Hussein Jumadil Kubro atau yang biasa disebut Syekh Jumadil Kubro. Dia dipercaya sebagai nenek moyang Wali Songo.


Kompleks makam Islam kuno itu terletak di Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan. Tepatnya sekitar 500 meter ke arah selatan dari Pendopo Agung Trowulan, serta sekitar 1 Km dari Museum Majapahit dan Kolam Segaran. Kompleks makam Troloyo kini tak lagi menunjukkan kesan kunonya setelah dipugar.
 
Ketika POLICEWATCH berkunjung ke sana, sebuah gapura bergaya Islam menyambut kedatangan peziarah di pintu masuk kompleks makam menuju lorong panjang. Makam Syekh Jumadil Kubro terletak di sisi kanan lorong masuk. Sebuah bangunan pendopo yang adem dan cukup megah menaungi makam ulama besar ini yang dibalut kelambu putih. Terlihat beberapa wisatawan peziarah berdoa di depan makam tersebut.

Salah seorang penjaga Makam Troloyo Muhammad Agus Santoso (37) mengatakan, makam Syekh Jumadil Kubro mulai ramai dikunjungi peziarah sejak tahun 2004 silam. Kala itu, mantan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur meresmikan Syekh Jumadil Kubro sebagai salah satu wali sekaligus nenek moyang dari para Wali Songo.
 
"Beliau ini datang ke Majapahit untuk menyebarkan agama Islam. Kala itu beliau dibantu Tumenggung Satim yang lebih dulu masuk Islam, sekitar abad ke 14 masehi," 


detikTravel pun mencoba menelusuri berbagai referensi sejarah. Antara lain Babad Tanah Cirebon yang dikeluarkan Keraton Kasepuhan Cirebon sampai dengan publikasi riset dari Martin Van Bruinessen, peneliti sejarah Islam Indonesia dari Universitas Utrecht, Belanda.

Banyak catatan sejarah menyebutkan Syekh Jumadil Kubro berasal dari Samarqand, Uzbekistan, Asia Tengah. Namun, Samarqand diduga hanya tempat yang pernah didakwahi Syekh Jumadil Kubro, bukan tempat asal. Riwayat hidup Syekh Jumadil Kubro alias Jamaluddin Hussein Al Akbar alias Sayyid Hussein Jumadil Kubro menurut Bruinessen memiliki akar di Hadramaut, Yaman.

Bruinessen sudah meneliti di Makam Troloyo, membandingkan dengan tulisan Gubernur Jenderal Inggris Thomas Standford Raffles 'History of Java' dan Sayyid Alwi bin Tahir bin Abdallah Al Haddar Al Haddad tentang 'Sejarah Islam di Timur Jauh'. Sejarahnya sebagai berikut:

Jamaluddin Hussein Al Akbar lahir sekitar tahun 1270 sebagai putera Ahmad Syah Jalaluddin, bangsawan dari Nasrabad di India. Kakek buyutnya adalah Muhammad Shohib Mirbath dari Hadramaut yang bergaris keturunan ke Imam Jafar Shodiq, keturunan generasi keenam dari Nabi Muhammad SAW. Setelah resign dari jabatannya sebagai Gubernur Deccan di India, Jumadil Kubro traveling ke berbagai belahan dunia untuk menyebarkan agama Islam.

Sejumlah literatur lain menyebut Sayyid Hussein Jumadil Kubro traveling sampai ke Maghribi di Maroko, Samarqand di Uzbekistan lalu sampai ke Kelantan di Malaysia, Jawa pada era Majapahit dan akhirnya sampai ke Gowa di Sulawesi Selatan. Dia wafat dan dimakamkan di Trowulan sekitar tahun 1376 masehi. Namun Bruinessen mengatakan ada kemungkinan makam yang asli malah di Wajo, Sulawesi Selatan karena terakhir dia berdakwah di Gowa.

Sayyid Hussein Jumadil Kubro tanpa disadari banyak orang Indonesia adalah perintis Wali Songo, karena 9 wali yang utama adalah keturunannya. Versi sejarahnya beraneka macam, tapi salah satunya menyebutkan semasa di Maroko, Sayyid Hussein Jumadil Kubro menikah dengan anak penguasa setempat dan lahirnya Maulana Malik Ibrahim atau Maulana Malik Maghribi yang menjadi Sunan Gresik.

Ketika di Samarqand, dia menikah dengan putri bangsawan Uzbekistan dan lahirlah Ibrahim Zainuddin Al Akbar As Samarqandiy alias Ibrahim Asmoro. Ibrahim Asmoro dibawa berdakwah ke Indo China kemudian menikah dengan puteri dari Champa dan lahirlah cucu Jumadil Kubro yaitu Sunan Ampel, yang menjadi ayah dari Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Cucu satu lagi dari puteri Champa adalah Maulana Ishaq yang menjadi ayah dari Sunan Giri dan kakek dari Sunan Kudus.

Ketika berada di Kelantan, Jumadil Kubro menikah juga dengan puteri Raja Chermin. Cicitnya adalah Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati. Sementara Sunan Muria dan ayahnya Sunan Kalijaga merupakan family jauh, keturunan dari adik Jumadil Kubro yang diajaknya traveling keliling dunia untuk berdagang dan berdakwah. Keturunan Jumadil Kubro yang tidak berdakwah, menjadi raja-raja kesultanan di Asia Tenggara dari Patani, Malaysia, Indonesia sampai Mindanao.

Wow! Dengan sejarah sepenting itu, tidak salah jika Presiden Gus Dur meresmikan makamnya sebagai situs bersejarah terhadap tokoh yang sejatinya adalah pionir penyebaran agama Islam sebelum adanya Wali Songo. Sampai saat ini, makam Syekh Jumadil Kubro tak pernah sepi dari wisatawan.
 
"Berziarah ke makam ini untuk mengingat Allah bahwa kita juga akan mati," kata Romlah (50), peziarah asal Sidoarjo yang datang dengan keluarganya.

Hanya saja, pada bulan Ramadan seperti ini, pengunjung cenderung berkurang. Peziarah akan membludak saat malam Jumat Legi (hari penanggalan Jawa), serta mulai hari ke 20 hingga 28 bulan Ramadan yang dipercaya sebagai waktu turunnya Lailatul Qadar. Selain itu, volume peziarah meningkat drastis pada bulan Maulud, Syura, dan Rajab.
 
Keberadaan makam Syekh Jumadil Kubro tak hanya dipercaya memberikan berkah bagi para peziarah. Hilir mudik peziarah yang seakan tak pernah sepi memberikan berkah bagi warga di sekitar kompleks makam. Berbagai usaha yang menghasilkan uang mereka tekuni. Mulai dari menyediakan jasa penitipan sepeda motor, menjual makanan dan minuman, hingga menjual berbagai suvenir yang menjadi oleh-oleh bagi keluarga peziarah di rumah***





Tetap Sholat Jumat, Kadus Dipecat dan Pengurus Masjid Dipolisikan



Dok : MPW
Lombok Tengah, POLICEWATCH,  - Bupati Lombok Tengah benar benar gusar dengan masyarakat yang masih sholat Jumat. Bupati bahkan mengancam akan mengeluarkan surat ke kepala desa untuk memberhentikan Kadus yang membiarkan warganya sholat Jumat. Bahkan tidak itu saja Pengurus Masjid juga akan berhadapan dengan pihak kepolisian. 

"Saya sudah keluarkan maklumat ke seluruh masjid agar tidak melakukan sholat Jumat, Tarawih atau sholat berjamaah, kalau masih saja maka saya minta aparat kepolisian dan Pol PP Untuk menindak tegas" kata Bupati didampingi Kapolres Loteng, Kasdim 1620, Ketua DPRD, Sekda dan seluruh Kepala Dinas saat pelepasan eks warga karantina di kantor Mapolres Loteng Rabu 29/4.

Bupati menegaskan kasus penularan Covid 19 masih terus bertambah bahkan saat ini sudah mencapai 15 orang sedangkan masyarakat tidak patuh atas anjuran pemerintah. 

Oleh karena itu pemerintah tak mau ambil resiko maka siapapun yang melanggar maklumat itu akan ditindak tegas. "Ini untuk masyarakat Lombok Tengah, bukan untuk saya saja" tegasnya.

Sementara itu Kapolres Lombok Tengah AKBP Budi Santosa mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti maklumat tersebut dengan penegakan hukum. 

"Kami akan panggil pengurus masjid untuk dimintai keterangan" kata Kapolres

Pewarta: HS

Peduli Covid-19 Ormas PCNU Dan PSMTI Beri Bantuan 100 Karung Beras

DOK : MPW

LAHAT, | POLICEWATCH - Bantuan untuk masyarakat terus diberikan kepada masyarakat akibat dampak covid 19, salah satunya PCNU dan PSMTI hari ini menyalurkan bantuan 100 karung beras langsung diberikan organisasi PCNU Lahat Bersama Warga Tionghua Lahat yang tergabung  dalam  PSMTI (Paguyuban Sosial Marga Tionghua Indonesia ) Kabupaten Lahat,

Bantuan tersebut berupa 100 Karung beras  yang dibagikan ke lima wilayah yang ada di Kota Lahat (Talang Jawa Selatan, Talang Lapangan, Tanjung Payang, SP 6 dan Bandar Agung).

Turut mendampingi dalam kegiatan tersebu Ketua NU, Ketua DPC PKB, Ketua Ansor, Ketua PSMTI, dan beberapo pengurus dari Keluarga Besar NU Lahat.

Ahmad Syahri Kurnianto, SHI. selaku Ketuo PC Ansor Lahat menyampaikan, kepada wartawan Kamis (30/4/2) hari ini kita menyalurkan 100 karung beras di 5 wilayah yang ada Kota Lahat Talang Jawa Selatan,Talang Lapangan , Tanjung Payang, SP 6 dan Bandar Agung

" Alhamdulillah bantuan ini sudah kita salurkan 100 karung beras di lima wilayah tersebut, untuk masing-masing wilayah bervariatif ada yang dapat 20 ada yang lebih bahkan ada yang kurang dari 20 karung," jelas Ahmad Syahri 

Selain itu dirinya juga tetap menghimbau semua masyarakat agar mematuhi  himbauan pemerintah untuk stay at home, menggunakan masker saat keluar rumah, sering mencuci tangan dengan menggunakan sabun, menjaga jarak antara satu dengan yang lain dan selalu menjalankan protokol kesehatan.

" Mari kita ikuti himbauan pemerintah supaya kita semua terhindar dari bahaya virus covid-19,"beber Ahmad Syahri.

' Kami berharap semoga apa yang kita lakukan hari ini bisa membantu meringankan beban masyarakat yang terdampak Covid-19,"
Reporter : Bambang.MD

Memprediksi Nasib Wabup(PLT Bupati) , Ketua dan 25 Mantan Anggota DPRD Muara Enim Periode 2014-2019

ilustrasi KORUPSI



Muaraenim, POLICEWATCH,- Kasus yang menyangkut Ahmad Yani, berawal dari operasi tangkap tangan (ott) KPK,  September 2019. Dalam operasi tersebut, KPK menangkap Ahmad Yani, bersama dua pejabat daerah lainnya, bersama seorang pengusaha swasta. 

KPK, dalam penjelasannya menyampaikan Ahmad Yani menerima suap sekitar Rp 13,4 miliar dari 16 proyek daerah garapan PUPR. Suap tersebut, diduga diberikan oleh Komisaris PT Enra Sari, Robi Okta Fahlevi. Pengembangan skandal suap tersebut, KPK yakini mengalir ke sejumlah pihak lain di DPRD, dan pejabat kedinasan.

Dalam fakta persidangan dari 45 anggota Dewan tersebut muncul 26 nama termasuk Wakil Bupati H.Juarsa yang diduga ikut menikmati uang haram dari kontraktor.

Sebut saja Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Muara Enim, Aries HB yang juga Ketua DPRD Muara Enim sudah diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dari hasil pemeriksaan, KPK menelisik soal hubungan Aries dengan‎ tersangka dalam kasus ini yaitu, Bupati Muara Enim Ahmad Yani, Penyidik mendalami keterangan saksi terkait hubungannya dengan Bupati Muara Enim.

Fakta Persidangan mengungkapkan Ahmad Yani meminta bantuan kepada Elfin Muhtar agar proyek PUPR diberikan ke Robi yang diduga 16 proyek peningkatan dan perbaikan jalan tahun anggaran 2019 Muara Enim, Sumatera Selatan yang dimaksud berada di dapil Ares HB.

Namun dalam kesaksian Ahmad Yani, Juarsah, serta Aries HB membantah telah menerima suap dari Robi melalui tangan Elfin. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan kepada Yani seputar pemberian uang Rp 12,5 miliar serta dua unit mobil jenis Lexus dan Tata yang ia minta kepada Robi.

Ahmad Yani ketika itu mengaku tak pernah pernah menerima uang suap. Selain itu, mobil yang ia minta kepada Robi bukan untuk pribadinya, melainkan untuk operasional dinas Pemkab Muara Enim. Yani memaparkan bahwa Pemkab menganggarkan untuk membeli 2 unit mobil jenis Land Cruiser. Namun, anggaran itu sudah tak bisa terlaksana karena sudah menjelang akhir tahun.

Dirinya mengetahui dari Elfin bahwa Robi yang merupakan kontraktor memiliki banyak mobil sehingga dirinya berinisiatif untuk meminjam mobil Robi.
ILUSTRASI

Pernyataan Ahmad Yani tersebut bertolak belakang dengan keterangannya yang tertera di Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Jaksa KPK Roy Riyadi kemudian menunjukkan foto mobil Lexus dengan seorang pengawal pribadi Ahmad Yani yang sedang berpose. Ahmad Yani terdiam setelah melihat foto tersebut.

Kontraktor penyuap Bupati nonaktif Muara Enim diduga menggunakan alamat kantor fiktif yang dicantumkan dalam lelang tender di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Alamat kantor tidak sesuai dengan yang terdapat di dokumen pendaftaran lelang.

Roby dalam kesempatannya membantah pernyataan Bupati Muara Enim Ahmad Yani yang mengaku meminjam mobil atas iniasitif dari dirinya.  Menurut Robi, pemberian mobil jenis Lexus dan Tata merupakan pemerintaan dari Bupati terkait fee proyek pembangunan jalan dari dana aspirasi sebesar Rp.12,5Miliar.

“Saya keberatan yang mulia, mobil Tata itu bukan inisiatif saya meminjamkan atau memberikan. Itu inisiatif Bupati. Untuk Lexus, Bupati banyak tamu dari mana-mana. Beliau meminta saya membelikan mobil Landcruiser atau Lexus,”kata Robi dalam siding ketika itu.

Tak cukup sampai disitu, JPU juga menyebutkan bahwa terdakwa Robi juga membagi fee 5% kepada pihak lain selain fee 10% yang diberikan kepada Ahmad Yani.

Adapun rincian pemberian fee 5% yang dibagikan tersebut yaitu : 

- Pertama diberikan kepada A. Elfin Mz Muchtar selaku PPK. Dengan realisasi pemberian fee sejumlah Rp.2.695.000.000,00

- Kedua diberikan kepada Ramlan Suryadi selaku Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim. Dengan realisasi pemberian komitmen fee sejumlah Rp.1.115.000.000,00 (satu milliar seratus lima belas juta rupiah).

- Ketiga diberikan kepada Ilham Sudiono selaku Ketua Pokja IV. Dengan realisasi pemberian komitment fee sejumlah Rp.1.510.000.000,00 (satu miliar lima ratus sepuluh juta rupiah).

- Keempat diberikan kepada Aries HB selaku Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim. Dengan realisasi pemberian fee seluruhnya sejumlah Rp.3.031.000.000,00 (tiga miliar tiga puluh satu juta rupiah).

Ahmad Yani pun membantah telah menerima aliran suap fee proyek 16 paket pembangunan jalan di Muara Enim oleh Robi. Ia mengaku tak mengetahui perihal hal itu. “Saya tidak tahu yang mulia, baru tahu kalau ada fee sebesar itu setelah di KPK,” kata dia

Kabid Pembangunan Jalan Dinas PUPR Muara Enim menyebut dirinya memberikan uang senilai Rp.4 miliar secara bertahap kepada Wakil Bupati yang saat ini menjabat Plt Muara Enim Juarsah.

“Itu (nominal) berdasarkan kesepakatan wagub dengan bupati. Karena apa yang diminta wabub saya lapor dulu ke bupati dan pemberian dilakukan bertahap, empat sampai lima kali,” kata Elfin.

Elfin melanjutkan keterangan atas pertanyaan hakim bahwa, semua dana yang disalurkan tersebut merupakan pemberian dari terdakwa Robi atas komitmen fee proyek. “Untuk Juarsah hanya tahunya uang, tahu itu commitment fee,” tegas Elfin.

Juarsah dengan tegas membantah pernyataan tersebut saat hakim Junaida menanyakan soal pemberian dana. Bahkan ia pun mengaku tak mengetahui jenis proyek yang dimaksud. “Semua yang disampaikan Elfin itu tidak benar. Bentuk proyek saja saya tidak tahu,” kata Juarsah.

Dirinya pun mengaku tidak mengenal Robi sampai akhirnya kasus tersebut mencuat. Saat menjabat Wakil Bupati, Juarsah mengaku hanya mengenal tersangka Elfin MZ Muchtar sebagai Kepala Bidang (Kabid) Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim.

Dalam kesempatan yang sama ketika itu Aries HB juga membanyah pernyataan Elfin, “Tidak Pak, tidak ada dana yang saya terima dari terdakwa,” ujar Aries menjawab pertanyaan jaksa KPK terkait aliran dana yang disebut-sebut ia terima sebesar Rp. 2 miliar.

Aries juga membantah adanya dana aspirasi di DPRD Kabupaten Muara Enim. Menurutnya yang ada hanyalah para anggota dewan mengumpulkan aspirasi untuk dituangkan dalam pokok pikiran. Dirinya menjelaskan, dana proyek tersebut ada di Dinas PUPR dari APBD Muara Enim. “Jadi tidak ada yang namanya dana aspirasi,” jelasnya.

Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim yang diketuai Bongbongan Silaban, Aries juga membantah menerima uang Rp.2 miliar serta dana dalam bentuk dolar AS dan yuan China dari terdakwa Robi.

Mendengar bantahan Aries, terdakwa Robi yang diberi kesempatan menanggapi keterangan saksi secara tegas menyebut bahwa dirinya memberikan uang ke Aries HB. Bahkan Robi mengaku bahwa dirinya memiliki saksi ketika bertemu dan memberikan uang pada Aries.

“Saya beberapa kali memberi uang ke Aries. Ada saksinya, baik dari pihak saya maupun dari pihak saksi (Aries),” tegas Robi.

Robi merinci, Aries menerima uang sebesar Rp.2 miliar pada awal tahun. Kemudian dana senilai Rp.1 miliar yakni dalam pecahan rupiah sebesar Rp.500 juta dan kedua mata uang dollar Amerika Serikat setara Rp.500 juta. 

Selanjutnya ada pula pemberian uang dalam pecahan Yuan senilai Rp.40 juta ketika Aries akan melakukan perjalanan dinas ke Cina.

“Saya tidak tahu yang mulia, apakah dalam 16 proyek itu ada milik Aries atau tidak. Saya tahunya proyek itu dari Elfin. Tapi yang disini saya tegaskan, saya ada kasih uang dengan total sekitar Rp.1,040 miliar ke Aries,” ucapnya.

Mendengar bantahan para saksi, Junaida memerintahkan kepada Jaksa untuk menyidik keterangan dari Juarsah dan dijadikan tersangka.

Selanjutnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa sedikitnya tujuh orang Anggota DPRD Muara Enim 2014-2019, Sumatra Selatan (Sumsel),

Pemeriksaan para mantan legislator lokal tersebut menyangkut penyidikan lanjutan dugaan korupsi suap terkait proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Muara Enim yang menetapkan Bupati Ahmad Yani sebagai tersangka dan kini dalam tahanan.

Mantan DPRD Yang diperiksa waktu itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AY (Ahmad Yani), selain memeriksa sejumlah mantan anggota DPRD, satu saksi yang ikut diperiksa adalah Plt Kepala Dinas (Kadis) PUPR Muara Enim, Ramlan Suryadi. 

Sedangkan tujuh eks legislator yang diperiksa, yakni Umam Pajri, Wilian Husin, Mardiansyah, Irul, Elizon, Tjik Melan, dan Misran. Diduga ada pihak-pihak yang turut menerima aliran dana saat menjadi anggota dewan.

Berikut Nama-nama yang terungkap sesuai fakta persidangan adalah Aries HB, H.Cik Melan, SE, Elison , Piardi, Indra Gani, Ishak Juarsah, Darain, Ari Yoga SetiajiAhmad Reo Kosuma), Ermanadi, H.Marsito, Mardalena, Umam Fajri, Misran, Wilian Husin, Verra Erika, Mardiansyah, Faizal Anwar, Eksa Heriawan, Muhardi, Ahmad Fauzi, Fitrianzah, Agus Firmansyah, Subahan, Irul dan Hendly.

Namun anggota yang lain yakni,  Wakil Ketua 2 Hadiono SH, Wakil Ketua 3 Nino Andrian SE, Ketua fraksi PDIP Liono Basuki BSc, Ketua fraksi Demokrat Yusran, Ketua fraksi Golkar Jonidi SH, ketua fraksi PPP Mualimin, Ketua fraksi Nasdem Aziz Rahman, Ketua fraksi Gerindra Agus Firmansyah, Ketua fraksi PKS Samudra Kelana, Ketua fraksi Bintang Nurani Rakyat (FBNR) gabungan dari Hanura dan PBB, Muhardi ST, dan Ketua fraksi Amanat Berkarya Bangsa gabungan dari PAN, Bekarya dan PKB M Chandra SH tidak disebut dalam persidangan.

Sejarah mencatat sebanyak 41 anggota DPRD Kota Malang ditahan KPK. 

Ini memang bukan kasus pertama. Sebelumnya, pada 2004, sebanyak 43 anggota DPRD Sumatera Barat terjerat kasus korupsi. 

Kasus serupa juga pernah terjadi pada 2013 di Papua Barat.

Akankah nasib Mantan Anggota DPRD Kabupaten Muara Enim berbanding lurus dengan catatan sejarah kita lihat saja kinerja aparat Komisi Pemberantasan Korupsi selanjutnya.

 *Sekarang Ketua DPRD Muara Enim Ares HB alias Om Yes dan Ketua Bapeda eks Plt Kadis PUPR sudah menjadi Tersangka dan saat ini di tahan KPK sampai 20 hari ke depan "

Tinggal nasib 7 ASN yang diduga ikut menerima fee kontrak dari 16 paket serta 25 nama anggota DPRD yang di duga ikut menikmati Uang haram tersebut.

Dan juga Plt Bupati Muara Enim H.Juarsah yang juga diduga menerima pembagian uang Fee kontrak dari Robby Okta Falevi sebanyak 3 kali..

semua pengakuan saya selama di dalam persidangan itu saya katakan yang sebenar benar nya di bawah sumpah.jelas Ediansyah (29/4) saat ditemui di depan kantor PUPR Muara Enim.
(Tim.MPW)